"Tiga bulan? Oke, aku setuju, tetapi dalam jangka waktu tiga bulan ini jangan harap kau bisa membuatku jatuh cinta," ucap Abimanyu dengan penuh rasa percaya diri.
Anyelir menghembuskan napas kasar dan menyeringai tipis, "Siapa juga yang akan jatuh cinta pada pria impoten sepertimu."Anyelir meledek Abimanyu.Abimanyu mendengkus kesal dan menghampiri Anyelir. Tangannya mencengkram pipi gadis itu dengan kasar." Jangan kurang ajar padaku karena aku tidak akan segan menyakitimu." Suara dingin dan kejam itu membuat nyali Anyelir menciut.Anyelir langsung mengatupkan bibirnya dan setelah itu Abimanyu pun melepaskan dirinya namun lelaki itu masih terlihat sangat kesal.Abimanyu melangkah pergi meninggalkan Anyelir yang masih membeku diselimuti rasa takut. Apakah dia bisa bertahan hidup dengan pria sekejam itu?*Anyelir memejamkan matanya untuk beristirahat. Kasur empuk dan sejuknya udara dari mesin pendingin ruangan membuat kedua matanya terasa lengket.Abimanyu sudah menyetujui permintaannya. Ia bersedia bertahan tiga bulan dalam pernikahan ini. Ia berharap dalam waktu tiga bulan ayahnya sudah menyerahkan 10% saham perusahaan untuknya.Sinar lampu yang menerobos masuk melalui celah gorden membuat siluet cahaya yang semakin membuatnya mengantuk.Meski ia merasa aneh saat harus tidur di kamar yang asing dan di rumah yang baru ia kunjungi. Namun tubuh lelahnya seperti menuntut untuk ia mengabaikan itu semua.Abimanyu sudah pergi sejak tadi sore. Entahlah di mana kini lelaki yang baru saja menjadi suaminya itu berada. Ia tidak terlalu peduli.Dia juga bilang tidak akan pulang malam ini."Terserah mau pulang atau tidak. Aku tidak peduli." Anyelir menggerutu pelan seraya memejamkan matanya.Tepat tengah malam sosok jangkung itu keluar dari dalam mobilnya. Kakinya tidak bisa berjalan sempurna. Tubuh yang sempoyongan itu memasuki rumah tanpa menimbulkan banyak suara.Dia bergegas menuju kamarnya dan seolah tidak menyadari di sana tergolek seorang wanita yang kini telah berstatus sebagai istrinya. Namun Anyelir sudah tertidur lelap hingga ia tak menyadari kedatangan Abimanyu.Abimanyu tidak menyalakan lampu kamarnya. Dipikirannya ia hanya ingin segera merebahkan tubuhnya yang lelah di atas tempat tidur. Pengaruh alkohol yang ia minum membuat kepalanya berdenyut sakit. Tanpa berganti pakaian ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.Anyelir menggeliat sesaat ketika kasurnya terguncang akibat menopang berat tubuh Abimanyu. Tapi matanya tak kunjung terbuka dan meneruskan tidurnya seolah tak terganggu sama sekali oleh kehadiran Abimanyu yang kini tergeletak di sampingnya.Gadis itu malah membalikan tubuhnya dan memeluk tubuh Abimanyu seperti sebuah guling yang memberinya kehangatan.Keesokan paginya.Sinar mentari perlahan masuk melalui celah gorden. Semburatnya menyentuh kedua mata Abimanyu membuatnya mengerjap dan membuka matanya perlahan. Tangan kanannya terasa kebas dan seolah terhimpit benda berat. Kepalanya masih menyisakan efek alkohol yang ia tenggak tadi malam.Semalam ia menghabiskan waktu bersama Lidya di apartemennya. Meminum minuman keras bersama kekasihnya itu. Lidya mendadak manja dan menahannya untuk pulang. Meski Abimanyu sudah bilang padanya bahwa tidak akan ada ritual malam pertama antara dia dan Anyelir.Lidya adalah kekasih Abimanyu, dan terpaksa mengalah saat Abimanyu berkata akan menikah dengan Anyelir karena sebuah perjodohan.Abimanyu memijit pelipisnya dan menoleh ke samping saat ia merasakan pergerakan pelan di atas lengannya. Ia terkejut saat melihat Anyelir masih tertidur pulas dengan menjadikan lengannya sebagai bantal.Wajah itu begitu tenang walau sedikit kurus, bulu mata lentik menjadi pagar pelindung kedua mata indah itu. Bibir mungil yang terlihat seksi seolah menantangnya untuk mencicipi rasa manisnya. Nafasnya tenang dan teratur tapi itu justru membuat Abimanyu bertambah betah memandang wajah cantik Anyelir.Tubuh Abimanyu tiba-tiba saja terasa panas. Tubuhnya bereaksi padahal hanya melihat Anyelir dalam keadaan tertidur dan bukan dalam pose yang menantang.Ini aneh, karena pada Lidya saja sama sekali ia tidak merasakan reaksi sebesar ini.Anyelir mengerjapkan matanya perlahan. Ia mulai terbangun dan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang seorang lelaki yang masih terbalut kemeja putih. Lalu, gadis itu mendongak ke atas dan tatapan matanya beradu dengan kedalaman mata Abimanyu yang tengah menatapnya dengan lekat."Kau... kenapa kau ada di sini?" tanya Anyelir dengan terkejut.Anyelir langsung bangun dari tidurnya dan terduduk di atas kasur. Sejak kapan lelaki itu ada di kamar ini."Ini kamarku atas dasar apa aku tidak boleh tidur di kamarku sendiri." Abimanyu menggeliat santai dengan wajah datarnya."Bukankah kau bilang tidak akan pulang?""Terserah aku mau pulang atau tidak, kau tidak ada hak untuk mengatur hidupku!" ujar Abimanyu sembari bangun dari tidurnya.Ia ingin menanggalkan kemejanya yang terasa lengket dan menyisakan bau minuman sisa semalam. Anyelir mengikuti pergerakan Abimanyu dengan ekor matanya. Dan gadis itu membulatkan matanya saat melihat Abimanyu membuka kemejanya.Bahunya terlihat bidang dengan perut yang memperlihatkan deretan roti sobek yang menggiurkan.Saat Abimanyu ingin membuka gespernya Anyelir dengan cepat membalikan badannya."Aku keluar dulu," ucapnya bergegas keluar dari kamar."Dasar gila, tidak tahu malu buka celana di depan seorang gadis." Anyelir menggerutu kesal sebelum pergi meninggalkan kamar.Abimanyu hanya menyeringai menyaksikan tingkah polos Anyelir. Setelah itu, ia pun bergegas pergi ke kamar mandi.*Anyelir duduk di meja makan dengan tatapan sendu. Pikirannya mendadak kosong karena mengingat kejadian tadi. Apakah Abimanyu sudah selesai mandi?Mbok Siwi membawa segelas susu hangat untuk Anyelir. Perempuan setengah baya itu tersenyum melihat Anyelir yang sedang bengong."Saya buatkan segelas susu hangat untuk Nyonya, tidak baik meminum minuman dingin pagi-pagi." Mbok Siwi masih mengambil gelas berisi air dingin yang baru saja Anyelir ambil dari dalam kulkas."Ah, iya terima kasih, Mbok." Anyelir meminum susu hangat itu untuk menghangatkan perutnya."Sudah lama kerja di sini, Mbok?" tanya Anyelir berbasa-basi karena merasa Mbok Siwi ini begitu baik padanya. Tatapan matanya juga tidak seperti pembantu lainnya. Mbok Siwi seperti sangat menghormati Anyelir dan begitu senang menyambut kedatangannya ke rumah ini.Dari awal ia pindah ke rumah ini, perhatiannya selalu full untuknya. Mbok Siwi dengan telaten melayani setiap kebutuhannya meski ia tidak pernah meminta wanita paruh baya itu melayaninya."Dari semenjak Tuan Abimanyu masih kecil, Nyonya," jawab Mbok Siwi."Sudah cukup lama ya, Mbok?" Anyelir berdecak kagum mendengar pengabdian Mbok Siwi.Ia menatap kerutan di wajah Mbok Siwi yang sudah mulai banyak, bisa dipastikan kalau Mbok Siwi mengabdi di keluarga ini dari usia mudanya."Abimanyu itu orangnya seperti apa?" selidik Anyelir pada Mbok Siwi."Tuan itu orang yang baik, ia sangat bertanggung jawab dan penyayang. Sungguh beruntung Nyonya bisa menikah dengan Tuan Abimanyu." Mbok Siwi mengutarakan pendapatnya. Dia tersenyum penuh arti pada Anyelir.Anyelir tergugu. Bagaimana mungkin ia bisa dikatakan beruntung mempunyai suami yang mempunyai kelainan seperti itu."Begitu ya Mbok?" Anyelir tersenyum getir."Saya yakin, pilihan Tuan besar tidak akan salah, anda adalah wanita terbaik yang Tuan besar pilih untuk mendampingi Tuan Abimanyu," imbuh Mbok Siwi dengan begitu yakin.Mendengar hal itu Anyelir hanya bisa tersenyum pahit. Keyakinan Mbok Siwi padanya mungkin hanya sebuah keyakinan kosong yang berlebihan. Sedari awal Anyelir bukanlah wanita terbaik untuk Abimanyu. Bahkan dia telah melakukan sebuah kebohongan besar pada lelaki itu.Suara langkah kaki terdengar memasuki rumah. Anyelir mengalihkan pandangannya pada sesosok gadis yang baru saja datang."Oh, jadi ini yang namanya Anyelir?" Wanita cantik dengan tubuh ramping itu menghampiri Anyelir dengan senyum tipis tersemat di bibirnya."Perkenalkan, aku Lidya, kekasih Abimanyu."*tbcAnyelir sudah pernah melihat wanita itu di mall, jadi ia sudah tidak terkejut mendengar pengakuan wanita itu. Anyelir tertegun melihat wajah cantik wanita itu, meskipun umurnya terlihat lebih tua darinya tetapi dia mengakui kalau Lidya memang terlihat sangat cantik. "Nona Lidya, aku harap kau sedikit lebih sopan pada Nyonya Anyelir. Bagaimanapun juga dia adalah istri dari Tuan Abimanyu sekarang." Mbok Siwi sepertinya tidak menyukai sikap pongah Lidya terhadap Anyelir. Lidya memutar bola matanya. Ia melirik sekilas pada pembantu yang dari awal memang tidak pernah menyukai dirinya. Terdengar langkah kaki Abimanyu menuruni anak tangga. Lidya langsung memasang wajah manjanya dan tersenyum manis kepada laki-laki itu. "Sayang, jadi wanita ini istrimu?" tanya Lidya dengan nada merajuk bergelayut manja pada tubuh kekar Abimanyu. Kedua matanya menatap sinis pada Anyelir yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. "Iya, tapi kau jangan khawatir, hubungan kami hanya sebatas status di
"Abi, aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," bisik Lidya pelan dengan memainkan jemarinya di dada bidang Abimanyu. Lidya berjinjit dan ingin menyentuh bibir pria itu dengan bibirnya. Tapi tak ada reaksi apapun dari Abimanyu. Lagi-lagi pria itu begitu dingin. Seakan tak menyimpan perasaan apapun terhadapnya dan hal ini selalu membuat Lidya kesal. "Kau tidurlah lebih dulu, badanku cape, aku mau berendam air hangat dulu sebentar." Abimanyu melonggarkan pelukan Lidya dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Lidya mendesis kesal karenanya. Ia tidak tahu harus dengan cara apa lagi merayu pria itu agar mau tidur dengannya. Ia memang menggunakan cara kotor untuk menipu Abimanyu agar mau menganggap kehadirannya. Ia pikir setelah berhasil membuat Abimanyu terikat padanya, ia dengan mudah bisa menaklukan pria ini. Tapi ternyata tidak semudah itu. Abimanyu tetap dingin dan mengabaikannya. Tidak pernah ada cinta untuk Lidya. Gadis itu bisa merasakannya. Dan mereka bersama karena terdor
Anyelir terkejut melihat kehadiran Abimanyu yang begitu tiba-tiba itu. Dengan cepat gadis itu menutup pintu lemari pakaian agar Abimanyu tidak melihat tas lusuhnya. "Kau baru pulang?" tanya Anyelir berbasa-basi. "Kelihatannya?" jawab Abimanyu dengan ketus. Wajah tampannya sungguh terlihat dingin dan membuat atmosfer di dalam ruangan itu membeku. Lelaki itu ngeloyor pergi melewati Anyelir yang berdiri terpaku. Tercium bau parfum wanita yang beraroma manis. Pasti bau parfumnya Lidya, batin Anyelir. Abimanyu membuka kemejanya karena merasa tubuhnya lengket. Semalam ia terlalu banyak minum hingga mabuk berat di apartemen Lidya. Dan sepertinya hari ini ia akan terlambat pergi ke kantor. Tak akan ada yang memarahi dia karena datang terlambat, sebab Abimanyu adalah CEO dari perusahaan milik keluarga Sudibyo. Terlihat punggung kekar Abimanyu yang begitu kokoh dan menggiurkan saat pria itu membuka kemejanya. Anyelir yang berada di belakang pria itu hanya bisa menelan salivanya karena me
Anyelir membuka pintu kamarnya dengan perlahan sembari membawa segelas teh hangat di atas nampan. Namun pemandangan di dalam kamar membuat Anyelir terlonjak kaget. Abimanyu duduk di atas sofa dengan wajah diliputi kemarahan. Jantung Anyelir seakan berhenti berdetak melihat wajah Abimanyu yang tampak dingin. Seketika atmosfer yang menyelimuti kamar itu terasa mencekam seperti di dalam neraka. Kedua mata Anyelir membulat melihat benda yang berada di tangan Abimanyu. Dengan cepat Anyelir menaruh nampan di atas meja di depan Abimanyu. "Jangan sembarangan menyentuh barang orang lain!" Anyelir memburu Abimanyu untuk merebut benda di tangan lelaki itu."Kau bilang orang lain? Kau sudah lupa kalau kita sudah menikah kemarin? Cih, tidak kusangka kau berani menipuku seberani ini, siapa ayah dari bayi yang kau kandung itu?!"Abimanyu melemparkan tespek kehamilan Anyelir ke depan muka gadis itu."Bukan urusanmu." Anyelir menjawab dengan ketus. Ia memungut tespek miliknya yang jatuh di lantai.
Anyelir menyimpan kembali tas lusuhnya ke dalam lemari. Lalu ia menoleh ke arah pintu yang terus diketuk dari luar. "Masuk!" Pintu terbuka, kepala Mbok Siwi nongol dan terlihat begitu khawatir. "Nyonya, saya lihat kau sedang kurang sehat? Apa mau saya antar berobat?"Anyelir mengerjapkan matanya. Terharu dengan sikap perhatian yang ditunjukkan Mbok Siwi. Wanita paruh baya itu menghampiri Anyelir yang kini duduk di tepi pembaringan. Rasa mual di perutnya sudah tidak sehebat tadi. Hanya saja, ia masih shock karena Abimanyu mengetahui kehamilannya. Anyelir memijit pelipisnya yang berdenyut sakit. Kepalanya sekarang yang pusing. "Tidak usah Mbok, sepertinya aku hanya masuk angin." Anyelir beralasan. "Kalau begitu, Mbok bikinkan teh jahe untuk menghangatkan perutmu." Mbok Siwi membalikkan tubuhnya ke belakang. "Tidak usah, Mbok. Aku sudah bikin teh hangat tadi. Aku rasa itu saja sudah cukup." Anyelir melirik ke arah segelas teh yang masih utuh yang sejatinya teh itu sengaja ia buat
Anyelir menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Abimanyu sedang berdiri di depan ruang kerjanya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Anyelir terpaku. Ia kira lelaki itu telah berangkat ke kantor. Rupanya ia memutuskan bekerja dari rumah. Anyelir menelan salivanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika ia mengatakan akan bekerja, apakah Abimanyu akan marah padanya? "Jawab aku, kau mau kemana?" tanya Abimanyu dengan wajah dingin. "Apa kau mau menemui kekasihmu?" tanyanya lagi dengan tatapan penuh selidik melihat penampilan Anyelir yang begitu rapih. "Tidak... A—aku hanya ingin pergi ke rumah Ibu," jawab Anyelir asal. Abimanyu sepertinya tidak percaya begitu saja. Ia menghampiri Anyelir dan menelisik gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Secantik apapun kau berdandan, tetap saja kau tidak akan berhasil menarik perhatianku." Abimanyu berdecak dengan senyum yang penuh dengan ejekan. Hati Anyelir langsung panas mendengarnya. Ia tidak menyangka bisa menikah dengan
"Dasar wanita murahan!" bentak Abimanyu membuat Anyelir terkejut dan berdiri terpaku di dekat lemari baju.Wanita yang baru selesai mandi itu tertegun melihat Abimanyu yang tiba-tiba saja marah dengan kedua mata yang memerah. Abimanyu berjalan menghampiri Anyelir. Langkah berat dengan wajah dingin yang membuat Anyelir membeku dengan sejuta tanya. Kesalahan apalagi yang ia perbuat hari ini? Anyelir berusaha menahan gemuruh dalam hatinya. Perempuan murahan memang pantas ia sandang. Ia tak akan menyangkal akan hal itu. Tapi apakah harus, Abimanyu memanggilnya dengan sebutan itu secara terus menerus? Ia juga punya perasaan yang seharusnya Abimanyu bisa jaga. Cukup untuk tidak saling mengusik hidup masing-masing apakah sesulit itu bagi Abimanyu? "Siapa lelaki itu?" Abimanyu bertanya dengan wajah dinginnya. Aura mencekam langsung terasa saat Abimanyu hadir memasuki kamar. Semakin dekat lelaki itu ke arah Anyelir berdiri semakin Anyelir merasa tubuhnya bergetar takut. Raut wajah yang d
Hari itu sebelum bekerja, Anyelir pergi mengunjungi ayahnya. Hari masih sangat pagi dan waktu itu Tuan Hadi Wijaya baru saja selesai sarapan pagi. Istri dari Tuan Hadi, Nyonya Erika menyambut kedatangan Anyelir dengan ketua. "Ada apa kau kemari?" tanyanya sedikit kesal karena merasa terganggu dengan kehadiran Anyelir. Anak tirinya yang sangat ia benci dari dulu. Anyelir masih berdiri di depan pintu karena Nyonya Erika masih mencegahnya untuk masuk. Ia mendengar dari ibunya kalau Nyonya Erika dulu adalah sahabat ibunya, yang justru malah merebut Tuan Hadi dari ibunya. Menjadikan dirinya dan Nyonya Hera terlunta-lunta karena sengaja di buang ke Yogyakarta. Mengingat hal itu, wajah Anyelir pun menjadi suram. Ia marah dan benci pada wanita yang kini berada tepat di hadapannya itu. "Sudahlah Ma, biarkan Anyelir masuk." Tuan Hadi Wijaya yang baru saja selesai sarapan keluar dari dalam dan menyuruh Nyonya Erika membiarkan Anyelir masuk. Nyonya Erika masih terlihat tidak rela membiarka