Cahaya mentari pagi menelusup menembus jendela kamar Kimberly yang tak tertutup gorden. Sinarnya cukup menyilaukan mata seorang gadis yang masih duduk termangu di atas ranjangnya. Beberapa menit yang lalu Kim sudah terbangun karena terganggu oleh cahaya yang langsung mengarah ke tempat tidurnya, namun kini gadis itu justeru terduduk seperti orang yang tengah mengingat-ingat sesuatu."Rasanya-- seperti nyata. Tapi.. apa aku hanya bermimpi?"Sejak tadi Kimberly hanya menyentuh bibirnya sendiri. Antara sadar dan tidak, gadis itu remang-remang mengingat saat Alan mengecupnya semalam. Kim merasakannya, namun karena rasa kantuk yang sangat, ia tak mau membuka matanya untuk sekedar mencari tahu bahwa kecupan itu nyata atau hanya dalam mimpi."Aku yakin semalam itu.. berarti.. dia sudah menciumku dua kali," gumam gadis itu dengan wajah sumringah.Bak anak remaja yang mendapat kado terindah di usia 17 tahun, gadis itu tertawa bahagia dengan melompat lompat di atas ranjang. Satu yang Kimberly y
"Brengsek! Buka pintunya! Ku bilang buka pintunya, Brengsek!"Sudah lebih dari satu pekan Borne terkurung di istananya sendiri. Erika berinisiatif mengurung puteranya agar tak lagi menemui Kimberly."Nyonya, apa tidak sebaiknya tuan muda dikeluarkan dari kamarnya. Sudah beberapa hari dia tak makan apapun."Salma, pelayan sekaligus pengasuh Borne saat kecil merasa cemas melihat keadaan tuan mudanya yang tengah melancarkan mogok makan. Terhitung sudah tiga hari Borne menolak untuk makan makanan yang dibawakan ke kamarnya. Sebelum dikeluarkan dari kamar, pemuda itu akan terus membuat keributan. Teriakan Borne sudah terdengar sejak pagi. Suara yang pada awalnya lantang perlahan-lahan melemah karena tubuhnya yang tak bertenaga."Jangan coba-coba mengeluarkan anak bodoh itu dari kamarnya, Bi. Kita tak boleh kalah dengan gertakannya. Aku yakin sebentar lagi anak itu akan berteriak minta dibawakan makanan ke kamarnya."Erika adalah wanita keras yang tak mau kalah meski dengan puteranya sendir
DUA TAHUN YANG LALU.."Ma, papa belum pulang?""Belum. Mungkin masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Papamu itu sedang mengerjakan proyek besar, jadi sepertinya beberapa hari ini dia akan pulang telat, Sayang."Meski sering berdebat karena perbedaan pendapat, tapi Kimberly dan ibunya tak jarang tampak akrab. Mereka selalu punya waktu untuk berbincang bersama layaknya sepasang sahabat."Kau yang buat papamu jadi sibuk akhir-akhir ini!"Tiba-tiba Merli mengatakan hal yang membuat kening Kimberly mengernyit."Aku? Bagaimana mungkin?" Kimberly tak terima dengan pernyataan ibunya."Ya. Karena kau yang minta ulang tahunmu dirayakan di San Fransisco. Jadi papa harus mengejar proyeknya selesai sebelum kita berangkat kesana," ujar sang ibu kemudian.Mulut Kimberly mengerucut. Meski tak terima disalahkan sepenuhnya, namun ia sadar keinginannya untuk datang ke San Fransisco memang membuat sang ayah mengejar dead line pekerjaannya.*"Ada apa, Pa? Kenapa tiba-tiba kau minta aku dan Kim
'Aku mencintaimu, Om. Aku mencintaimu.. sangat mencintaimu.'Alan terus saya tersenyum sendiri saat mengingat betapa frontalnya ungkapan cinta Kimberly yang terus saja digaungkan. Gadis itu seperti tak pernah merasa malu dan lelah ketika mengucapkan kata cinta pada pamannya."Kau memang gadis yang unik, Kim.."Alan berbicara seraya menatap wajah gadis yang tertidur pulas di sofa ruang kerjanya. Alih-alih menemani Alan bekerja, nyatanya Kimberly justeru tertidur di sofa hanya dalam beberapa menit duduk disana.Drt..Drt..”Boni Brahmaja akan mengadakan konferensi pers besok pagi, Tuan. Apa Anda akan datang untuk melihatnya?”Alan tampak serius membaca pesan dari asistennya. Ia tak berniat membalas pesan dari Mike, namun pria itu justeru mendial nomor sang asisten dan menelponnya.”Minta satu anak buah kita datang kesana. dan berpura-pura menjadi seorang reporter.”Ia hanya menitahkan perintah pendek namun Mike sudah dapat memahami maksud tuannya. Mike yang baru dua tahun menjadi asiste
SATU TAHUN YANG LALU.."Ini data pemilik Brahmaja Group, Tuan."Mike menyerahkan satu berkas di dalam amplop coklat pada bosnya. Alan yang merasa janggal dengan laporan tentang penyuapan yang dilakukan Dhaniel mencoba mencari tahu, siapa orang yang tega melaporkan dan memiliki bukti keterlibatan kakak iparnya itu."Kau sudah mendapatkan buktinya kalau orang ini yang mengirimkan bukti rekaman antara kakakku dengan anggota dewan itu?""Ya, Tuan. Salah satu teman saya bekerja disana, dan dia sudah mengecek sendiri bukti rekaman itu bahwa Boni Brahmaja sebagai pelapor."Alan menyandarkan punggungnya di kursi kebesaran. Pria itu masih tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Boni Brahmaja, CEO Brahmaja Group terhadap Dhaniel. Usaha mereka bukanlah usaha yang saling bersaing. Dhaniel dan Boni memiliki usaha yang berbeda, Boni di bidang FOOD AND BEVERAGE sedangkan Dhaniel di bidang PROPERTY. Jadi mustahil jika itu dilakukan Boni karena persaingan bisnis.***”Sukses.”-MikeSebuah pesan chat
"Tuan, pemilik Town Cafe menawarkan harga yang tinggi jika kita ingin membeli cafenya."Mike memberi satu berkas berisi harga cafe tempat Kimberly bekerja sesuai dengan lokasi dan bangunannya. Alan memang berencana untuk membeli cafe itu dan diberikan pada sang keponakan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 21. Tak lama lagi Kimberly akan berulang tahun, dan Alan ingin memberikan hadiah spesial pada gadis yang kini tak lagi bisa ia pungkiri keberadaannya di hati pria itu."Aku tak peduli, bayar sesuai yang dia tawarkan. Aku hanya ingin cafe itu menjadi milik Kimberly. Dua bulan lagi dia akan berulang tahun. Aku mau sebelum hari ulang tahunnya tiba, cafe itu sudah beralih kepemilikan atas nama gadisku, Mike."Sedikit terkejut mendengar Alan menyebut Kim sebagai gadisnya, Mike kemudian hanya bisa mengulas senyum tipisnya."Baik, Tuan. Saya akan mengurus semuanya. Saya pastikan sebelum hari ulang tahun nona Kim tiba, cafe itu sudah sah menjadi miliknya," janji sang asisten dengan penuh
"Kau sedang apa, Kim?"Alan memangku kedua tangannya serta bersandar di dinding pantry. Pria itu tengah memperhatikan sang keponakan sekaligus gadisnya memperagakan kelihaiannya dalam memasak. Kimberly memang gadis manja yang tak pernah sekalipun memegang peralatan dapur, namun itu dulu, saat dirinya masih menjadi tuan puteri dari seorang pengusaha sukses sekaliber Dhaniel Batara. Kini, setidaknya sejak dua tahun silam ia telah berubah menjadi gadis yang terbiasa dengan pekerjaan rumah yang rutin dilakukan seorang ibu rumah tangga. Apalagi setelah dirinya bekerja di Town Cafe, Kimberly menjadi gadis yang tangkas di dapur."Kau sudah bangun? Aku sedang membuat sarapan untukmu, Om," sahutnya tanpa menoleh pada Alan."Ini sudah jam delapan, kau tidak bekerja?""Aku masuk siang. Hari ini temanku minta tukar shift, jadi aku bisa membuat sarapan untukmu dulu sebelum berangkat ke bandara."Alan tersenyum dan melangkah menghampiri gadis itu, "temanmu minta tukar shift? Atau kau yang minta, hm
Sudah tiga hari berlalu sejak Alan mengatakan akan menemui Kanaya sebelum kembali ke Indonesia, namun tak ada kabar apapun dari lelaki itu. Pesan-pesan yang dikirimkan oleh Kimberly tak satu pun yang terkirim. ”Om, ada apa denganmu? Kenapa ponselmu tidak aktif? Aku mencemaskanmu.”-Kimberly"Bisakah kau fokus bekerja, Kimberly? Cafe ini menggajimu bukan untuk bermain ponsel setiap saat."Febby melayangkan kalimat sarkas pada gadis itu karena beberapa kali tertangkap tengah mengoperasikan ponselnya di saat jam kerja. Bahkan Kimberly pernah menumpahkan minuman pelanggan hanya karena ponselnya bergetar saat menyajikan pesanan di meja. Ia selalu berharap getaran itu berasal dari pesan yang dikirimkan Alan untuknya."Maaf.. aku-- sedang menunggu telpon penting," ucapnya."Bekerja dengan baik tak kalah penting dari telpon yang kau tunggu, Kim! Sekali lagi kulihat kau bermain ponsel saat bekerja, akan ku adukan pada pak Manager." Febby mengancam.Kimberly tak lagi menyahut. Ia sadar jika di