“Aku tidak bisa mengantarmu pulang hari ini. Tapi aku telah menyiapkan mobil untukmu pulang. Aku akan berkunjung saat aku punya waktu,” ucap Damian seraya merapikan kemejanya.
Damian melirik Selena yang masih menggunakan mantel mandinya, duduk di atas kasur. Selena tampaknya tak mendengarkan perkataannya dan justru sedang menatap ke layar handphonenya dengan serius. Damian mengernyitkan dahinya, penasaran dengan apa yang membuatnya begitu.“Ada apa?” Damian mendekat dan tangannya terulur hendak merebut handphonenya.Namun, pikirannya bekerja dengan cepat. Selena mungkin tak akan suka jika dirinya menyentuh batangnya tanpa izin apa lagi secara paksa. Damian mengurungkan niatnya dan hanya menatap Selena dari dekat. Toh, Selena juga langsung menoleh ke arahnya dengan cukup cepat.“Kau terlihat terganggu karena sesuatu,“ ucap Damian.“Ya, sedikit. Axel mengirimkan beberapa pesan. Dia bertanya di mana aku dan dengan siapa. Dia bilang jikaDerek menatap Selena sambil mendesah kecewa. Dia sedikitnya kesal karena tak mudah untuk mengatur Selena yang selama ini hidup tanpa keluarga. Dia juga sempat menjadi lebih emosional dari biasanya. Dan sekarang, tingkat kemarahannya lebih menurun dan dia menenangkan dirinya sendiri. Dia seperti sedang berhati-hati dalam melangkah untuk mendapatkan hati Selena. “Selena, dia ayahmu. Dia berhak atas kehidupanmu,” ujar Axel, terdengar putus asa. “Tidak. Kau tahu dengan jelas bagaimana aku bertahan hidup sendirian, tapi kau sepertinya melupakan semua itu dengan begitu mudahnya? Apa kau sampai seperti ini hanya untuk mendekatiku? Percayalah, aku tidak mempercayaimu lagi.” Selena menatapnya dengan tatapan serius dan mendecak sambil memalingkan wajahnya. Derek dan Axel sepertinya tak bisa bertindak memaksanya. Aura Selena berbeda dengan aura Selena yang dulu. Axel bahkan dia merasakannya. Bagaimana gadis itu menjadi lebih angkuh dan menjadi orang yang
Selena menatapi pesan ayahnya. Dari pesan yang dikirimkannya, terlihat ada penyesalan atas sikap Derek sebelumnya yang mungkin terlalu mengontrol Selena. Ayah akan menunggumu di rumah akhir pekan ini. Ada yang ingin Ayah bicarakan denganmu. Sebelumnya, Ayah ingin minta maaf padamu, karena mungkin sikap Ayah sebelumnya membuatmu merasa tidak nyaman. Jika kita seperti ini, akan terasa sangat canggung. Bukan begitu?Selena hanya bisa mendengus pelan sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku hoodienya. Di sampingnya, ada Damian yang melirik ke arangnya dengan rasa penasaran atas pesan yang dibaca Selena, namun menyimpan rasa penasarannya itu sendiri karena cepat atau lambat dia akan tahu. “Siapa yang membuat suasana hatimu langsung kacau begitu? Ini pertama kalinya kita kencan santai di luar dan raut wajahmu kurang enak dipandang.” Damian terkekeh pelan sambil terus berjalan bersamanya di trotoar. Ini bukan ide Damian. Dia berusaha mencari tahu
“Katakan jika kau bersungguh-sungguh. Kau tidak bisa mengatakan hal seperti itu sesuka hatimu.” Damian menatap Selena dengan serius, berusaha mencari kebohongan di mata Selena. “Kenapa aku harus berbohong?!” Selena melebarkan matanya, karena memahami Damian yang saat ini merasa dipermainkan olehnya.” Dengan rasa tidak percayanya, Damian menata Selena cukup lama, kemudian menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan. Dia sungguh tidak mempercayai apa yang dia dengar dari Selena barusan. Dia kemudian tertawa lepas, dengan rona merah di pipinya. Ini pertama kalinya Selena melihat bagaimana jika Damian tersipu. Pria itu salah tingkah karena gadis yang ada di depannya. Yang membuat Selena sedikit kebingungan, namun kemudian dia juga tertawa. Reaksi Damian berhasil membuatnya turut senang atas apa yang dirasakan pria itu. “Tapi, sebelum itu, aku ingin berusaha untuk mempercayaimu sepenuhnya.” Selena menghentikan tawanya dan menatap Damian dengan se
Selena memegangi sabuk pengamannya dengan tegang, dia benar-benar tak bisa mengistirahatkan matanya dari melihat ke depan. Cara mengemudi Luca adalah hal yang ada di luar pikirannya. Selama ini, yang dia tahu Luca jarang menyetir. Sepertinya dia hanya digunakan di saat seperti ini. “Sepertinya mereka kehilangan jejak kita sekarang.” Damian memperhatikan ke belakang, berusaha mencari mobil yang akan mengikutinya, namun dia tidak melihatnya sama sekali. Luca mulai sedikit memelankan mobilnya dan membawa mobilnya dengan lebih santai, pulang menuju ke rumah. Selena menatap Damian, dia sepertinya masih syok atas cara mengemudi Luca. Sadar dirinya mendapatkan tatapan dari Selena, Damian menoleh ke arah Selena dan terkekeh pelan melihat reaksinya yang cukup menggemaskan baginya. “Kau sepertinya kaget dan ketakutan di sini.” Damian mengulurkan tangannya, mengusap pipi Selena dengan telunjuknya, gerakan yang sangat lembut. “Apa yang sebenarny
“Jangan terlalu naif, Sayang. Faktanya, ayahmu juga melakukan bisnis yang sama dengan apa yang aku lakukan, jika kau merasa tak nyaman dengan pekerjaanku,” ucap Damian. Selena menghela nafasnya, dia mengangguk untuk membenarkan kalimat Damian tentang ayahnya. Dan dia juga tak bisa lari dari hal tersebut. Fakta bahwa sebenarnya dia pun tak jauh berbeda jika dia selama ini mengonsumsi nafkah hasil dari bisnis tersebut. “Ya, benar. Lagi pula aku menikmati kekayaan ayahku belakangan ini. Aku sama sekali tidak lebih baik. Tapi tetap saja, ini agak mengejutkan. Karena kupikir, semua bisnis itu nyata.” Selena memegangi keningnya. “Jika kau pernah mendengar kalimat tentang kenapa kau bisa sampai ada di sini, yang mana dimaksudkan kenapa kau bisa ikut terseret dalam dunia yang lebih kelam. Karena lingkungan ini berbeda dari lingkunganmu sebelumnya. Jadi, kuharap kau bisa menyesuaikan diri.” Damian menatapi Selena sambil duduk di sisi mejanya, memperhat
“Aku tidak yakin mengenai hal ini, tapi bisa saja jika ayahku memang mengetahui sesuatu tentang ibumu. Kita bisa menemuinya, namun memerlukan waktu untuk membuat jadwal pertemuan dengannya.” Damian mendengus pelan. Sambil keluar dari ruangan Damian, Selena tetap membujuk Damian untuk menjadwalkan pertemuan dengan ayahnya. Damian sendiri sepertinya sedikit malas jika harus berurusan dengan ayahnya sejak dia memutuskan untuk melakukan segalanya sendiri secara mandiri. “Ayolah... Aku tidak masalah menunggu. Lagi pula, kami belum bertemu lagi sama sekali.” Selena masih membujuknya. “Hah, aku tahu kau tidak akan berhenti begitu saja. Baiklah, baiklah. Aku akan mengatur kan jadwal pertemuanmu dengannya. Kuharap pertemuan itu membuahkan hasil,” gumam Damian. “Terima kasih.” Selena langsung tersenyum manis sebagai tanda terima kasihnya pada Damian. Dan Damian tak bisa menahan dirinya untuk tak luluh terhadap Selena. Selena yang menunjukkan s
Cahaya remang-remang memenuhi ruangan. Seorang gadis yang tersadar dari pingsannya perlahan membuka mata. Selena, yang tengah terikat di sebuah kursi kayu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya yang buram. Dan wajahnya perlahan terangkat untuk mengenali tempat yang dia rasa asing. “Kau bangun, Selena?” Suara berat pria membuat Selena yang masih lemas menolehkan kepalanya perlahan ke arah pria itu. Dan menemukan wujudnya yang sedang menikmati secangkir kopi. Selena mendesis pelan, merasakan sekujur tubuhnya pegal. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke ruangan itu. “Di mana ini?” tanyanya dengan suara yang lemah, nyaris tak terdengar sama sekali. “Di ruang interogasi yang ada di mansion milikku. Maaf cahayanya remang, karena aku menyukai cahaya yang tidak terlalu terang untuk orang-orang sepertimu.” Selena mendesis pelan dan menegakkan bahunya. Dia terlihat sangat pucat dan terlihat tak sehat saat itu. Belum lagi, tempat ini kelihatannya tak dijangkau matahari sama seka
Begitu Selena menyemburkan air di mulutnya pada Damian, Selena tersenyum puas. Dia suka reaksi bagaimana Damian langsung memalingkan wajahnya yang basah kuyup. Walau senyumannya langsung menghilang begitu Damian melemparkan gelas di tangannya ke sembarang arah dan mengayunkan kakinya untuk menendang bahunya dengan kuat. Kursi yang didudukinya tak mampu menahan Selena agar tak jatuh setelah mendapatkan tendangan di bahunya. Kursi itu jatuh bersama dengan Selena. Kepala Selena membentur lantai dengan cukup kuat, membuat pendengarannya sempat berdenging beberapa saat dan pusing. Damian menatap Selena dengan geram, gadis itu sangat berani menyemburkan air ke wajahnya karena belum mengenal siapa yang sedang dia hadapi saat ini. Dan tindakan Damian kali ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuannya pada Selena, menunjukkan kekuatan yang dia punya. “Bodoh, kau bermain-main dengan orang yang salah, dan aku ingin kau tahu itu.” Damian mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya dan mengusap w