Operasi sudah selesai, pasien sudah dipindah ke ruang pulih sadar untuk observasi lebih lanjut sebelum pasien bisa kembali ke bangsal rawat inapnya. Akhirnya selesai juga sesi menegangkan hari ini. Ikut asistensi di OK saja sudah sangat menegangkan, ditambah penata bedahnya adalah sosok dokter Anggara Tanjaya! Ruang operasi jadi makin horor macam ruang jenazah!
Selly mencuci tangannya bersih-bersih, ia hendak melangkah keluar ketika kemudian Adit muncul dan mengekor di belakangnya.
"Sel, udah makan?" tanya sosok itu sambil menjejerkan langkahnya di samping Selly.
"Belum nih, Bang. Kenapa?" Selly mengerutkan keningnya, biasanya kalau kayak gini bentuk modus dari abang-abang residen pada para koas.
"Temenin Abang makan yuk, Abang yang traktir kamu deh, yuk ah ... mau makan apa?"
Selly tampak berpikir sejenak, sudah jam makan siang juga bukan? Rasanya tidak ada ruginya mengiyakan ajakan residen bedanya satu ini. Lumayan makan siang gratis.
"Oke deh, yuk gas kantin!"
Sontak wajah Adit berubah cerah, mereka melangkah menyusuri koridor rumah sakit untuk menuju kantin rumah sakit yang berada di bagian belakang gedung rumah sakit.
"Kamu ada jaga malam kapan?" tanya Adit sambil melirik Selly sekilas.
"Sabtu malam, Bang. Apes bener!" tampak Selly memanyunkan bibirnya, "Padahal anak-anak pada janjian mau nonton lho, eh aku malah ada jadwal jaga!"
"Halah, kapan deh Abang yang traktir, mau nonton apa?" guman sosok itu kemudian.
"Elah, paling bohong!" cibir Selly sambil mengerucutkan bibirnya.
Sontak Adit tertawa, "Buat apa sih bohong? Bilang deh mau kapan Abang yang jemput kamu nanti!"
Wajah Selly berubah cerah, lumayan nih modusan dari residen satu ini. Dimanfaatkan aja kemurahan hatinya asal jangan kebawa perasaan. Tahu sendiri kan kalau kebanyakan residen itu tukang gombal? Suka ghosting? Jadi ya ambil untungnya saja, nggak rugi-rugi amat bukan?
"Nanti deh Selly kabarin, Bang!"
Mereka sudah sampai di kantin, lalu memutuskan duduk di salah satu meja yang kosong. Adit belum mau duduk ia malah berdiri di sisi Selly yang sudah duduk di kursi.
"Pesan apa nih?"
"Mie ayam deh Bang, sama es jeruk satu," guman Selly sambil tersenyum.
"Cuma itu? Aku traktir lho hari ini!" guman Adit menegaskan sekali lagi bahwa ia yang akan membayar pesanan Selly.
"Sekalian sama yang jual kalau begitu, biar kalau aku pengen makan mie ayam nggak perlu repot-repot," jawab Selly asal.
Sontak Adit tertawa, ia mengacak gemas rambut Selly lalu meninggalkan gadis itu guna memesankan menu yang tadi Selly pilih. Sementara Selly hanya terkekeh sambil membetulkan rambutnya yang berantakan itu. Ia kemudian merogoh iPhone-nya, membuka akun Inst*gramnya dan sibuk scrolling pembaruan berita.
Selly begitu serius sampai dua mata tajam setajam scalpel itu tengah menatapnya dengan seksama. Menatap kebersamaan Selly dan Adit dengan tatapan tidak suka. Tampak ia mengeram pelan, lalu menyedot sisa es teh di gelasnya dan melangkah pergi dari kantin.
"Mau siomay?" tawar Adit yang tiba-tiba muncul sambil menyodorkan segelas es jeruk di hadapan Selly.
"Astaga, kenyang lah, Bang! Kan nanti masih mau makan mie ayam," guman Selly setengah terkejut. Sebenarnya sih dia mau juga siomay, kol rebus dan bakso ikan berlumur saus kacang adalah favoritnya, namun ia ingin makan mie ayam siang ini.
"Sepiring berdua, gimana?" tawar sosok itu sambil menaikkan kedua alisnya. Senyum mengembang di wajah itu.
"Nah kalau gitu aku mau! Banyakin kol sama bakso ikannya ya!" guman Selly sambil nyengir lebar.
"Ahsiiaapp! Wait for a moment!" kembali Adit melesat meninggalkan Selly dengan segelas es jeruk dan segelas es teh miliknya itu.
Selly hanya menatap sosok itu sambil menahan tawa, mumpung kan? Jadi sekalian saja. Toh semua gratis kan hari ini? Enak juga masuk golongan koas good looking, tawaran makan siang gratis selalu berdatangan. What a lucky girl!
***
Anggara tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Kenapa ia cemburu melihat kedekatan koasnya dengan residennya sendiri? Kenapa rasanya begitu panas hati Anggara melihat bagaimana tadi Adit mengacak gemas rambut Selly, dan Selly hanya diam saja? Ada hubungan apa mereka sebenarnya?
Anggara duduk di kursi ruang praktek-nya, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Apa urusannya memang jika kedua orang itu punya hubungan alias berpacaran? Apa urusannya dengan dirinya? Namun jujur, jauh di lubuk hati terdalam Anggara dia tidak suka! Ia benci melihat kemesraan mereka berdua.
Anggara mendengus kesal, kenapa ia jadi macam ABG begini sih? Benarkah perasaan ini cinta? Dia jatuh cinta pada gadis itu? Yang benar saja! Selama ini ia bisa menjaga hatinya dengan baik, sesuai janjinya pada sang mendiang isteri. Namun kenapa setelah bertemu sosok itu ia jadi seperti ini?
"Diana, aku ini kenapa? Bukankah aku sudah berjanji kepadamu?" desis Anggara sambil menjambak rambutnya.
Pikirannya kembali menghadirkan sosok itu, wajah cantik dengan kulit seputih susu itu benar-benar cantik dan manis. Anggara akui itu. Kepala Anggara yang sudah lebih baik selepas makan siang tadi kembali pusing setelah melihat adegan mesra yang ada di hadapannya.
Lagian apa bagusnya sih si Adit itu? Bisa sukses sampai tahap ini kan juga berkat kuasa bapaknya yang merupakan salah seorang dokter senior yang disegani. Ibunya seorang dokter dan dosen di fakultas kedokteran tempat ia menjalani pendidikan, pantas saja langkah Adit menembus sulitnya tahap residensi jadi begitu mudah. Coba kalau dia berusaha sendiri, Anggara tidak yakin Adit akan semulus ini langkah pendidikan spesialisasinya.
"Ya ampun, Diana. Aku harus bagaimana? Aku sudah berdosa padamu bukan? Namun perasaan ini benar-benar tidak bisa aku tepis, Na!" desis Anggara lirih.
Namun gadis itu sudah ada hubungan dengan Adit bukan? Ahh ... Lihat saja akan Anggara kerjain dua orang itu, dia punya kuasa atas pendidikan mereka bukan?
Senyum jahat itu mengembang di wajah Anggara, ia ingin lihat seberapa kuat mereka bertahan. Seberapa kuat mental mereka di gempur Anggara dalam pendidikan ini. Anggara menghela nafas panjang, berusaha menyingkirkan rasa bersalahnya pada Diana dan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul untuk mahasiswi Koas-nya itu.
"Dok, mohon maaf apakah sudah bisa dipanggil untuk pasien selanjutnya?"
Suara lirih Emma, suster yang mengasisteni dia praktek hari ini mampu mengejutkan Anggara dari lamunannya. Ia mengangkat wajah dan menatap Emma yang berdiri di depan meja prakteknya itu.
"Oh, bisa. Silahkan panggil pasien selanjutnya!"
Emma hanya mengangguk pelan, lalu melangkah menuju pintu ruang praktek dokter bedah itu. Ia melirik sekilas sebelum membuka pintu, kenapa wajah dokter itu makin jelek saja? Jelek dalam artian masam, murung dan tampak sangat berantakan mood-nya. Emma menghela nafas panjang, semoga hari ini adatnya tidak buruk-buruk sangat.
Sudah waktunya pulang, tidak ada cito dan lain sebagainya, jadi Anggara sudah bisa langsung kembali kerumah. Ia sudah rindu dengan gadis kecilnya itu. Entah apa nanti yang ia ceritakan perihal kegiatannya di sekolah, yang jelas obat lelah dan letih Anggara cuma itu. Dengan santai ia melangkah menuju parkiran. Suasana poli rawat jalan sudah sepi, bangsal rawat inap yang ramai banyak orang berlalu-lalang, jam besuk sudah dibuka. Anggara tertegun ketika mendapati Honda Jazz putih itu masih terparkir di sebelah mobilnya. Sebuah senyum mengembang di wajah Anggara. Mobil itu bukan yang tadi pagi ia kendarai? Yang ia ganti ban belakangnya karena kempes? Sontak ia teringat dengan sang pemilik mobil, kenapa wajah itu terus terngiang di dalam pikiran Anggara? Anggara menghela nafas panjang, ia menggelengkan kepalanya sambil memijit pelipisnya dengan gemas. Ada apa dengan dirinya ini? Kenapa ia jadi seperti ini? Ia bergegas masuk ke dalam mobilnya sendiri. Tangannya me
"Papa sudah mandi?" tanya Felicia ketika ia melonggok ke dalam kamar sang papa. "Sudah Sayang, sini Papa pengen peluk kamu!" Anggara tersenyum, ia merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk merengkuh tubuh itu kedalam pelukannya. Sontak Felicia berlari dan jatuh ke dalam pelukan sang papa, sebuah pelukan terhangat dalam hidupnya. Anggara merasa semua lelah dan letihnya sirna seketika ketika tubuh mungil ini bermanja-manja padanya seperti ini. "Papa capek nggak?" tanya Felicia sambil menatap manik mata sang papa. "Capek Papa hilang tiap lihat kamu, memang kenapa?" Angara membawa gadis itu dalam gendongannya. "Main ke mall yuk, Pa. Beli camilan buat besok ada acara di luar kelas," renggek Felicia manja. "Acara apa?" Anggara tampak mengerutkan keningnya. "Ahh ... masa lupa sih? Mau main ke itu sekolah anak-anak kurang beruntung, difabel namanya kalau nggak salah." Astaga, saking sibuknya dengan pekerjaan, Anggara sampai l
Anggara bergegas kembali melanjutkan belanjanya, ia sudah memasukkan beberapa camilan dan snack kesukaan anak-anak untuk besok dibawa Felicia kunjungan ke sekolah luar biasa. Beberapa cokelat dan susu UHT pun tak lepas dari bidikan Anggara, rasanya nanti ia perlu beli plastik untuk mengemas makanan-makanan kecil itu bukan? Ahh ... sebuah ide yang sangat mendadak sekali, semoga waktunya cukup untuk merealisasikannya. "Pah, makan es krim yuk! Pengan sundae-nya McD," renggek Felicia sambil memasang puppy eyes andalannya. "Boleh, bayar dulu ya tapi," Anggara tersenyum, apa sih yang tidak untuk gadis kesayangannya itu? Ia membawa trolley-nya ke kasir, hanya ada tiga pos kasir yang buka dari belasan pos kasir yang ada di hypermart itu membuat antrian sedikit panjang. Anggara menghela nafas, rasanya ia harus sedikit bersabar hingga kemudian bisa menyelesaikan kegiatan belanjanya ini. Felicia sibuk menyusun kotak-
"Sekalian saja, Mbak!" Anggara menyodorkan kembali debit card-nya kepada petugas kasir. "Eh ... Tunggu, Dokter ... Anda ....." "Sudah, jangan membantah!" Anggara memberi kode pada Selly untuk tidak protes, ia sendiri sudah menyusun plastik belanjanya di trolley. Selly menghela nafas panjang, sebanyak ini dan konsulennya yang bayar? Astaga, akan ada tragedi macam apa setelah ini? Ia yakin bahwa belanjaannya itu akan habis dua ratus ribu lebih. "Dokter sa-saya ...." "Sudah, saya ikhlas, jangan khawatir." Potong Anggara singkat. Kembali Selly hanya menghela nafas panjang, ia melirik Felicia yang sedang asyik dengan cokelat di tangannya itu. Belanjaannya sedang di hitung. Mulai dari pembalut, sabun cuci muka, body lotion dan tak lupa cemilan-cemilan serta mie instan yang jumlahnya lumayan banyak itu sudah menyentuh angka dua ratus lima puluh ribu, mampus! Tampak Selly garuk-garuk kepala, ia jadi tidak enak dengan sosok ko
"Saya dan Kevin satu alumni, saya beberapa kali main kerumah kamu, orangtua kita teman baik, kenapa saya nggak pernah melihat kamu?" tanya Anggara yang begitu penasaran.Selly menatap Anggara dengan tatapan tidak percaya, sedetik kemudian ia tersenyum dan menghela nafas panjang."Kalau Dokter satu angkatan dengan kakak saya, berarti benar Dokter tidak kenal atau tidak lihat saya, sejak kecil saya ikut Tante saya, karena beliau kehilangan suami dan anaknya sekaligus dalam sebuah kecelakaan. Beliau minta saya ikut bersamanya sebagai obat kesepian dan kepedihan atas tragedi yang menimpa keluarganya, Dokter."Anggara tampak mengangguk tanda mengerti, pantas dia sama sekali tidak pernah melihat sosok Selly ketika dulu mampir kerumah Kevin untuk sekedar belajar bersama ketika mau ujian blok atau persiapan diskusi ilmiah, jadi ceritanya seperti itu?"Jadi kamu ikut tantemu?" Anggara tampak mengulangi pertanyaannya itu, seo
"Terima kasih banyak untuk hari ini, Dokter. Sejak tadi pagi saya sudah sangat merepotkan," guman Selly kikuk, gimana nggak merepotkan? Tadi pagi dokter itu harus repot-repot mengganti ban mobilnya yang kempes, lalu membayar semua belanjaannya yang hampir tiga ratus ribu itu, kemudian masih mentraktir Selly makan es krim."Jangan sungkan, Sel. Orangtua kita teman baik, saya dan kakak mu teman dekat," Anggara mengentikan langkahnya, mereka sudah sampai di area parkir, "Saya antar dulu ke mobilmu, kamu parkir dimana?"Selly tersenyum penuh arti, lalu menganggukkan kepalanya perlahan. Mereka kembali melangkah menuju tempat parkiran Selly kembali suasana menjadi, tidak ada obrolan yang terjadi. Felicia pun masih asyik dengan kubik yang tadi Selly belikan di toko mainan."Sekali lagi terima kasih banyak, Dok." Selly bergegas membuka pintu mobil, memindahkan plastik belanjaannya ke dalam mobil."Sudah saya
Selly memarkirkan mobilnya di basement apartemen. Ia bergegas turun dan membawa plastik belanjaan miliknya. Lumayan kan ngirit sekian ratus ribu? Senyum Selly mengembang teringat bahwa sosok yang begitu ia takuti di rumah sakit itu ternyata memiliki sisi lain yang tidak Selly ketahui.Yang lebih mengejutkan lagi adalah Dokter Anggara ternyata kenal betul dengan keluarganya! Sayang sekali sejak kecil ia ikut tantenya, jadi ia tidak tahu bahwa Ko Kevin bahkan bersahabat dekat dengan sosok itu, orangtua mereka juga!Selly menekan kombinasi angka yang menjadi kunci apartemennya itu. Kombinasi yang hanya diketahui olehnya, Tante Suci, kedua orangtuanya dan tentu saja dua kakak laki-lakinya. Dibawanya masuk belanjaan itu dan diletakkannya di dekat pantry. Ia bergegas masuk ke dalam kamar. Rasanya lebih baik mandi terlebih dahulu, sudah cukup malam bukan?Pikiran Selly terus terbayang wajah tadi, wajah yang memiliki rahasia indah jika sang pemilik tersenyum bahkan tert
Selly mengekor di belakang sosok itu, pagi ini seperti biasa para koas dan residen akan mengikuti konsulen mereka visiting dan follow up pasien di bangsal, sebelum kemudian poli rawat jalan buka dan jadwal operasi tentu saja sudah menunggu mereka.Dokter Anggara masih sama, ia begitu dingin dan cuek. Selly pikir setelah tahu siapa orang tua dan kakak kandungnya, Dokter Anggara akan sedikit lebih hangat dan lembut kepadanya, namun ternyata semua sama saja. Dia tetap menjelma jadi sosok yang dingin dan cuek bebek, termasuk kepadanya."Yang pegang pasien ini, siapa?" tanya Dokter Anggara ketika mereka hendak masuk ke kamar kelas satu, pasien post lumpektomi itu adalah isteri salah seorang anggota dewan.Selly sontak mengangkat tangannya, karena memang dia berkolaborasi dengan Elsa, salah satu residen bedah untuk mengobservasi dan follow up lebih lanjut pasien yang baru saja kemarin beres menjalani pengangkatan benjolan di payudaranya itu."Terus observasi, l