Ada alasan kenapa kemudian Felicia begitu mengkhawatirkan Selly, wanita yang menyandang gelar sebagai mama tirinya, saat ini. Saat dimana ia kembali mendapatkan seorang adik. Ya... adik perempuan seperti yang dia inginkan. Felicia begitu takut kehilangan sosok itu! Sosok yang menjadi figur ibu dalam hidup Felicia.
Felicia tumbuh tanpa mengenal sosok yang ia kenal sebagai mama. Dalam hidup Felicia hanya ada sang papa, BI Ijah dan jangan lupa kakek-neneknya. Tidak ada mama seperti teman-temannya yang setiap hari diantar sang mama ke sekolah. Tidak! Felicia tidak punya mama atau lebih tepatnya sang mama meninggal di hari yang sama ketika ia lahir ke dunia.
Terkadang ia berpikir bahwa mamanya, yang kata sang papa bernama Diana, sampai meninggal karena dirinya. Karena melahirkan Felicia sang mama bisa sampai meninggal. Jadi itu semua salah Felicia, bukan?
Namun, Anggara, papanya yang berprofesi sebagai dokter bedah itu selalu mengatakan bahwa :
āMama!ā Selly tersenyum ketika melihat sosok itu tampak begitu antusias melihat dia yang sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Gadis dengan kaos bergambar unicorn itu, tawanya begitu lebar ketika menghampiri Selly, menjatuhkan dirinya ke dalam dekapan Selly yang masih tampak begitu pucat itu. āDari mana, Sayang?ā tanya Selly lembut sambil mengelus kepala Felicia yang di sandarkan di dadanya. āDiajak Oma makan malam, Mama mau makan?ā Selly tersenyum, ia menggeleng perlahan, āBelum boleh makan, Sayang. Nunggu dulu sampai jam dua belas.ā Anggara tersenyum, melihat betapa anak gadisnya itu terlihat sangat menyayangi Selly, ia mengelus lembut kepala Felicia, lalu menarik dengan lembut anak gadis itu agar bangun dari posisinya. āJahitan Mama masih baru, jadi hati-hati, oke?ā Felicia menatap sang papa, ia tersenyum dan mengangguk pelan. Membuat Anggara kemudian menjatuhkan tubuh itu dalam dekapannya. Sungguh malam ini ia menjelma men
Selly turun dari mobil sambil menggendong Clairine, ia sudah begitu rindu rumahnya, rindu anak-anak tentunya. Perlahan dia melangkah masuk, nampak Gilbert kemudian muncul bersama sang kakak di depan pintu dengan wajah bersinar cerah.“Mama pulang!” teriak Felicia dengan penuh semangat.“Mana adek Ibert?” tampak Gilbert juga bagitu antusias, bocah kecil itu tampak sangat begitu gembira melihat sang mama akhirnya pulang.Kalau saja jahitan Selly sudah kering sempurna, rasanya ia ingin meraih bocah gembul itu dalam pelukan dan gendongannya. Menciuminya dengan penuh cinta, tapi sayang, jahitan yang masih basah itu membuat Selly harus mengurungkan niatnya untuk merealisasikan aksi gendong ciumnya, terlebih ada Clairine dalam gendongan Selly.“Yuk masuk dulu, adek mau dibawa masuk ya,” Anggara menenteng tas besar berisi perlengkapan Selly masuk ke dalam, beberapa bulan ke depan rasanya rumah ini akan makin ramai, makin berant
āSial!ā umpat Selly kesal ketika menyadari ban mobilnya kempes, mana dia buru-buru pagi ini! Ia memukul setir dengan gemas lalu melangkah turun guna memeriksa kondisi ban mobilnya. Kempes, benar-benar kempes! Selly memijat pelipisnya dengan gemas. Mana setengah jam lagi sosok menyeramkan itu sudah visiting lagi! Ia merogoh iPhone-nya mencoba mencari pertolongan ketika kemudian Pajero putih itu berhenti tepat di belakang mobilnya. Selly mengerutkan keningnya, siapa itu? Apakah kenal dengan dirinya sampai-sampai ia harus berhenti dan hendak menolong dirinya? Eh ... tapi kata siapa ia hendak menolong Selly? Siapa tahu ia hanya berhenti hendak menerima telepon atau mungkin hendak membuang sampah? Membeli minuman atau koran? Tidak ada yang tahu bukan? Belum hilang rasa terkejut Selly ketika tahu yang turun dari mobil itu adalah sosok Anggara Tanjaya, dokter bedah senior sekaligus salah satu konsulennya yang tadi ia sebut menyeramkan itu. Sosok dingin dan
āKakak pamit dulu ya, kamu semangat belajarnya, oke?ā Selly mengelus lembut kepala Felicia, ia bahkan turun dan mengantar gadis kecil itu sampai di depan kelasnya. āSiap, Kak! Terima kasih banyak sudah mau antar Felis!ā gadis itu mengacungkan jempolnya. Selly hanya mengangguk pelan sambil tersenyum, ia hendak membalikkan badan dan melangkah pergi dari depan kelas gadis itu ketika kemudian sosok dengan seragam batik itu muncul dan tersenyum ke arahnya. āLho, Felicia diantar siapa ini? Mama ya?ā Selly sontak melonggo, mama? Jadi wanita ā yang pasti ā adalah guru dari Felicia itu mengira bahwa dia adalah mama dari Felicia? Gila! Memang sih dia tahu betul bahwa konsulennya itu adalah duda, namun masalah siapa isterinya, kenapa mereka berpisah, itu Selly sama sekali tidak tahu. āBu-bukan, Bu! Saya bukan mamanya Felicia,ā ujar Selly sambil nyengir lebar. Punya suami kayak dokter Anggara? Bisa gila dia nanti! āOh saya kira mamanya Felicia, la
āSelly ikut asistensi, saya tunggu di OK!ā perintah sosok itu tegas kemudian dengan santainya melangkah meninggalkan Selly dan beberapa teman koasnya yang lain. Selly masih terpaku di tempatnya berdiri sambil menatap kepergian laki-laki itu yang tengah melangkah ke OK yang ada di gedung sebelah lantai yang sama. Ia kemudian menatap teman-temannya satu persatu, kenapa dia lagi sih yang harus ikut masuk ke OK? Perasaan dari lima orang temannya yang saat ini koas di bagaian bedah, rekor Selly mengasistensi chief residen atau dokter bedah lebih banyak dibandingkan teman-temannya yang lain. āKok gue lagi sih?ā desis Selly nelangsa. āSudah sono pergi, laris amat sih elu jadi asistensi?ā cibir Yosi dengan muka penuh kemenangan, kalau asistensi yang lain dia masih oke, tapi kalau sosok itu ... ah seperti mimpi buruk! Dan tampaknya mimpi buruk itu menghampiri Selly. āCepetan siap-siap sono, ntar dia ngamuk berabe, Sel!ā Dant
Operasi sudah selesai, pasien sudah dipindah ke ruang pulih sadar untuk observasi lebih lanjut sebelum pasien bisa kembali ke bangsal rawat inapnya. Akhirnya selesai juga sesi menegangkan hari ini. Ikut asistensi di OK saja sudah sangat menegangkan, ditambah penata bedahnya adalah sosok dokter Anggara Tanjaya! Ruang operasi jadi makin horor macam ruang jenazah! Selly mencuci tangannya bersih-bersih, ia hendak melangkah keluar ketika kemudian Adit muncul dan mengekor di belakangnya. "Sel, udah makan?" tanya sosok itu sambil menjejerkan langkahnya di samping Selly. "Belum nih, Bang. Kenapa?" Selly mengerutkan keningnya, biasanya kalau kayak gini bentuk modus dari abang-abang residen pada para koas. "Temenin Abang makan yuk, Abang yang traktir kamu deh, yuk ah ... mau makan apa?" Selly tampak berpikir sejenak, sudah jam makan siang juga bukan? Rasanya tidak ada ruginya mengiyakan ajakan residen bedanya satu ini. Lumayan makan siang gratis.
Sudah waktunya pulang, tidak ada cito dan lain sebagainya, jadi Anggara sudah bisa langsung kembali kerumah. Ia sudah rindu dengan gadis kecilnya itu. Entah apa nanti yang ia ceritakan perihal kegiatannya di sekolah, yang jelas obat lelah dan letih Anggara cuma itu. Dengan santai ia melangkah menuju parkiran. Suasana poli rawat jalan sudah sepi, bangsal rawat inap yang ramai banyak orang berlalu-lalang, jam besuk sudah dibuka. Anggara tertegun ketika mendapati Honda Jazz putih itu masih terparkir di sebelah mobilnya. Sebuah senyum mengembang di wajah Anggara. Mobil itu bukan yang tadi pagi ia kendarai? Yang ia ganti ban belakangnya karena kempes? Sontak ia teringat dengan sang pemilik mobil, kenapa wajah itu terus terngiang di dalam pikiran Anggara? Anggara menghela nafas panjang, ia menggelengkan kepalanya sambil memijit pelipisnya dengan gemas. Ada apa dengan dirinya ini? Kenapa ia jadi seperti ini? Ia bergegas masuk ke dalam mobilnya sendiri. Tangannya me
"Papa sudah mandi?" tanya Felicia ketika ia melonggok ke dalam kamar sang papa. "Sudah Sayang, sini Papa pengen peluk kamu!" Anggara tersenyum, ia merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk merengkuh tubuh itu kedalam pelukannya. Sontak Felicia berlari dan jatuh ke dalam pelukan sang papa, sebuah pelukan terhangat dalam hidupnya. Anggara merasa semua lelah dan letihnya sirna seketika ketika tubuh mungil ini bermanja-manja padanya seperti ini. "Papa capek nggak?" tanya Felicia sambil menatap manik mata sang papa. "Capek Papa hilang tiap lihat kamu, memang kenapa?" Angara membawa gadis itu dalam gendongannya. "Main ke mall yuk, Pa. Beli camilan buat besok ada acara di luar kelas," renggek Felicia manja. "Acara apa?" Anggara tampak mengerutkan keningnya. "Ahh ... masa lupa sih? Mau main ke itu sekolah anak-anak kurang beruntung, difabel namanya kalau nggak salah." Astaga, saking sibuknya dengan pekerjaan, Anggara sampai l