“Sudah bangun?” Suara bariton itu seolah menyapa Gladys yang baru saja membuka mata.
Gladys menyipitkan matanya, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang dia terima. Cahaya di ruangan itu sedikit lebih terang dari sebelumnya. Dia mulai menggerakkan kepalanya, mencoba memindai tempat tersebut.
Sebuah kamar. Gladys menebak dirinya sedang berada di sebuah kamar. Pasalnya dia bisa melihat nakas, pendingin ruangan, lampu hias, dan ... ah kepalanya masih terasa pusing. Dia tak bisa memindai terlalu banyak.
Setelah selesai memindai gadis itu baru sadar bahwa kondisinya masih sama seperti sebelumnya, terikat. Namun saat ini dia sudah tidak terikat pada kursi. Melainkan dia terikat di atas ranjang dengan posisi telentang. Tangan dan kakinya terikat tali yang diikatkan pada ujung ranjang.
‘Apa lagi ini?’ batin Gladys. Kenapa dia masih diikat seperti ini? Jangan tanya bagaimana perasaannya. Sudah barang tentu dia terkejut dan merasa takut.
“Kamu pingsan atau tidur, sih? Dua jam kamu memejamkan mata. Saya sampai bosan menunggumu bangun,” ucap seorang seorang laki-laki dengan nada bicara yang dingin. Gladys tahu betul itu adalah suara Keenan.
Gladys mengangkat kepalanya ke depan, mencoba melihat ke arah Keenan. Laki-laki itu sedang memegang gelas berisikan wishky. Berjalan dengan santai, dan berdiri di samping kasur sambil menatap Gladys dengan tatapan tercela.
“Pak, saya mohon lepaskan saya,” lirih Gladys memohon.
“Saya tidak akan melepaskanmu. Sampai kamu mengaku siapa yang menyuruhmu!”
Gladys mengigit bibir bawahnya. Mengaku apa lagi? Seingatnya dia sudah menjawab pertanyaan itu tadi. Tapi kenapa Keenan tidak percaya dengan apa yang dia katakan.
“Saya harus menjelaskan berapa kali lagi? Saya hanya menjalankan perintah dari bos saya. Kalau Bapak tak percaya, Bapak bisa tanyakan saja pada beliau.” Lagi-lagi Gladys mencoba berani melawan ketika menjelaskan sekaligus membela dirinya sendiri. Padahal dia benar-benar merasa terintimidasi oleh sikap Keenan yang sangat dominan.
“Saya tidak percaya! Apalagi saya tahu kamu pernah beberapa kali bertemu dengan Aidan. Kamu tahu, di mata saya Aidan Setyawardhana itu siapa?” tanya Keenan.
Gladys menggeleng, namun sebentar … nama belakang mereka sama. Gladys baru menyadari hal itu. Padahal dia sudah mengenal Aidan kurang lebih empat tahun. Apa Aidan dan Keenan ini bersaudara?
“Dia dan keluarganya adalah musuh saya! Kamu pasti diperintahkan oleh Aidan untuk mengambil hardisk dalam brankas itu, kan?” berang Keenan, tatapannya kini seperti memancarkan api yang berkobar.
Tubuh Gladys bergetar, dia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya lagi. Tuhan tolong Gladys! Dia terus memohon di dalam hatinya.
“Jawab, bodoh! Kenapa kamu selalu diam ketika saya bertanya, hah?” Keenan terus menekan Gladys. Lalu dia menyiram wajah Gladys dengan wishky yang sedari tadi sedang dia pegang secara perlahan.
Gladys mengerejap, ketika wiskhy tersebut membasahi wajahnya. Dia menutup mata dan juga mulutnya.
Keenan duduk di samping Gladys yang sudah tidak berdaya itu. Menyeka wajah gadis itu dengan sapu tangan yang baru saja dia keluarkan dari saku celananya. Setelah itu dia mencoba mengelus wajah Gladys dengan lembut.
“Apa saya harus melakukan sesuatu dulu padamu, agar kamu bicara?” bisiknya dengan penuh gairah.
Gladys merinding dan juga merasa geli. Melakukan sesuatu? Bukannya sedari tadi laki-laki ini sudah melakukan hal-hal yang membuat Gladys menderita? Mengikatnya, menekannya, membuat mentalnya down dan membuat dia kembali pingsan. Saat ini pun kondisinya tidak lebih baik dari tadi.
“A-apa lagi yang a-akan Bapak lakukan,” ucap Gladys tergagap Badannya kini gemetar. Sungguh Gladys ingin bebas dan keluar dari sini.
Keenan menarik sudut bibirnya sebelah, sambil menatap Gladys dengan tatapan melecehkan. Lalu dia menundukkan kepalanya, mendekatkan wajahnya pada wajah Gladys dan mencium bibir ranum milik gadis itu. Membungkamnya dengan ciuman panas.
Gladys meronta. Dia tidak suka dengan perlakuan Keenan yang menciumnya secara tiba-tiba.
“Hmmpp!” Rontaan gadis itu semakin menjadi ketika lidah Keenan menerobos masuk ke dalam mulut Gladys. Mencoba mendominasi keadaan dan memimpin permainan.
Merasa terganggu dengan guncangan yang diciptakan gadis itu. Keenan melepaskan pagutannya. Lalu dia mengigit bibir bawah Gladys dengan keras.
“Aww!” pekik Gladys kesakitan.
“Kamu brutal juga ternyata.” Keenan beranjak. Lalu dia membuka laci nakasnya dan mengeluarkan sebuah gunting.
“Pak! Apa yang akan Anda lakukan? Tolong hentikan!” teriak gadis itu putus asa. Dia terus meronta, berharap ikatan tali itu melonggar. Namun sayang semakin dia meronta, Gladys semakin merasakan sakit pada pergelangan tangan dan juga kakinya.
“DIAM!” teriak Keenan, dia menyumpal mulut Gladys dengan sapu tangan miliknya. Kemudian menggunting pakaian yang sedang Gladys kenakan.
“Mmm ….” Gladys berteriak walau dia tahu hal itu akan sia-sia.
Kini baik pakian luar atau dalam yang dikenakan oleh Gladys sudah tak lagi menempel di badannya. Pakaian itu sudah tergunting tak beraturan. Tubuhnya kini polos tanpa busana. Gladys merasa malu, dia ingin menutup badannya ini dengan tangannya, atau menyingkap selimut agar badannya tertutup. Tapi dia tidak bisa melakukan apa pun.
Gladys kini hanya bisa menangis. Dia terisak hebat. Perasaan malu, kesal, dan marah sedang mendominasi hatinya. Ia tidak pernah menunjukkan tubuh polosnya pada lelaki mana pun. Kini seorang laki-laki yang baru saja dia temui, dengan sengaja menyiksanya seperti ini. Biadab memang!
Keenan yang melihat Gladys menangis, tersenyum puas. Rasa senang kini semakin menjalar dalam hatinya. Suka! Dia sangat suka ketika melihat seorang perempuan tidak berdaya seperti ini. Puas! Dia sangat puas dengan pemandangan di depannya yang sangat menggelitik hati.
Keenan mencoba melepaskan sumpalan sapu tangan pada mulut Gladys. “Saya beri kesempatan satu kali lagi. Kamu dikirim oleh Aidan, kan? Laki-laki berengsek itu menugaskanmu untuk mengambil hardisk dalam brankas itu, dan memberikan padanya. Iya, kan?” sentak Keenan.
Apa? Aidan laki-laki berengsek? Tidak! Keenan lah laki-laki berengsek bagi Gladys. Dia masih menangis karena merasa dipermalukan. Gadis itu tak menjawab pertanyaan Keenan, dan akhirnya membuat Keenan memberang.
Laki-laki itu menindih tubuh Gladys tanpa perasaan sama sekali. Gladys merasakan pahanya sakit, karena Keenan duduk di atasnya. Dia sudah tidak bisa memekik lagi, tenggorokannya seperti kering dan juga tercekik, yang Gladys bisa lakukan hanya menangis.
“Oke! Kalau kamu tidak mau menjawab. Siap-siap kamu akan menderita malam ini!”
‘Tuhan, tolong aku! Aku ingin bebas dari penderitaan tiada henti ini. Bagaimana pun caranya, tolong hentikan laki-laki gila ini.”
TOK. TOK. TOK.
Seseorang mengetuk pintu kamar Keenan. Hal itu sontak membuat Keenan menoleh dan menghentikan aksinya sebentar.
“Keenan, ini aku, Erza,” ucap seorang laki-laki dari luar.
“Ck! Berengsek! Mengganggu saja waktu makan malamku!” gumam Keenan sambil berdecak kesal.
BERSAMBUNG ….
***
Halo semua. Selamat datang di novel mayuu yang ke-2, ya. Semoga kalian suka dengan novel ini. Jangan lupa klik tanda (+) di kiri bawah ketika membuka novel ini. Pastikan kakak sudah memasukan novel ini ke library kakak, ya. Di tunggu review-nya juga♥
TOK. TOK. TOK.“Keenan ini aku, Erza,” ucap seorang laki-laki dari balik pintu kamar.“Ck!” Keenan berdecak kesal, ketika ada yang hendak mengganggunya. Padahal dia sudah tak sabar untuk menyiksa Gladys lebih dari ini. Dia merasakan beban yang sedang dia pikul sedikit demi sedikit hilang, ketika ia berhasil membuat seorang perempuan menderita.“Ada apa?” tanya Keenan sambil beranjak dari posisinya. Kakinya kini menyentuh dasar lantai dan berjalan ke arah pintu.Gladys menghembuskan napas lega. Akhirnya Tuhan mendengarkan permohonan kecilnya. Dia mengirimkan seseorang untuk menghentikan aksi bejad Keenan.Keenan membuka pintu kamar dan segera keluar. Kemudian dia langsung menutup pintu tersebut, tak ingin Erza mengintip ke dalam sana.“Aku sudah memastikan bahwa gadis itu tidak bersalah,” ucap Erza to the point. Laki-laki itu tahu betul bahwa Keenan tak suka dengan yang namanya basa-basi.
“Gila!” seru Erza saat mendengar ucapan dari Keenan.Erza tahu betul bagaimana sikap dan sifat sahabatnya. Hampir dua belas tahun dia mengenal Keenan. Dari mereka umur 16 tahun sampai sekarang berumur 28 tahun.Keenan Setyawardhana adalah laki-laki yang sangat tidak respect kepada kaum hawa. Dia merasa para wanita itu adalah sampah! Selain itu Keenan memiliki trauma masa kecil, yang dia sendiri tidak ingin mengingatnya.“Sejak kapan aku tidak gila, Erza?” timpal Keenan dengan puas. “Sudahlah, kamu lebih baik istirahat. Terima kasih sudah memberikan informasi yang berharga,” imbuhnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.“Terus bagaimana dengan gadis itu?” tanya Erza khawatir.“Itu biar aku yang urus,” tandas Keenan, kemudian dia berlalu meninggalkan Erza yang masih terdiam di tempat.***Dingin. Gladys merasakan udara dingin mulai menembus pori-pori kulitnya, bahkan menembus
“Berikan tanganmu!”Keenan mengeluarkan alkohol dan obat-obatan dari nakasnya. Kemudian meminta Gladys untuk memberikan tangannya. Keenan berniat untuk mengobati luka yang ada di tubuh Gladys. Namun sayang dengan cepat Gladys menggeleng. Dia ketakutan, meringkuk sembari menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.Kesal, akhirnya Keenan langsung menarik paksa salah satu tangan Gladys, dan sukses membuat gadis itu tersentak. Keenan langsung membersihkan luka pada pergelangan tangan Gladys menggunakan alkohol dan kapas. Kemudian dia memberikan obat pada luka-luka itu.Gladys hanya bisa mengatupkan bibirnya. Perasaannya kini campur aduk. Antara takut, bingung dan heran dengan hal yang sedang dilakukan oleh Keenan. Mengapa laki-laki ini mengobati dirinya? Bukannya dia yang membuat Gladys terluka? Kenapa harus repot-repot?“Sudah selesai,” ucap Keenan yang baru saja mengobati luka di tubuh Gladys. Gadis itu hanya menelan salivanya, merasa
“Ini upahmu selama bekerja di sini,” jawab Farhan.Gladys menautkan alisnya. Dia mencoba mencerna kalimat yang terucap dari mulut atasannya itu.“Mulai besok kamu tidak usah datang lagi ke sini,” jelas Farhan. Ucapannya itu seolah menegaskan bahwa apa yang baru saja dipikirkan oleh Gladys adalah benar. Dia sepertinya dipecat dari pekerjaannya.“Maksud Bapak apa? Saya dipecat? Kenapa? Apa karena insiden kemarin di rumah Pak Keenan?” cecar Gladys merasa tidak terima dengan pemecatannya.Farhan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.“Kok begitu, Pak? Saya rasa, saya tidak melakukan kesalahan. Kemarin saya melakukan sesuai instruksi Bapak. Kenapa saya malah dipecat?” keluhnya dengan nada bicara yang sedikit meninggi. Gladys sedang menuntut keadilan baginya. Hatinya kini merasa sangat kesal dan juga marah.Laki-laki itu beranjak dari kursi kerjanya, lalu berdiri tepat di depan Gladys. Dia memegang ked
Tidak usah ditanya bagaimana perasaan Gladys saat ini. Tentu dia sedang merasa sangat amat terpuruk. Bagaimana tidak? Dalam satu hari dia kehilangan dua pekerjaannya sekaligus. Kali ini dia tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi. “Aku harus bagaimana?” lirih Gladys sambil menyeka air matanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan beberapa hari terakhir ini. Ini semua gara-gara Keenan! Tiba-tiba hati Gladys bergejolak ketika mengingat wajah laki-laki bengis itu. Ingin rasanya melakukan balas dendam, tapi siapa Gladys? Dia mungkin hanya sebatas plankton, jika dibandinngkan dengan Keenan yang kaya dan memiliki kekuasaan. Mata Gladys terasa berat. Perlahan dia memejamkan matanya. Gladys harus tidur, sejenak melupakan masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Walau saat terbangun, masalah ini tidak dengan tiba-tiba selesai begitu saja. Setidaknya dia beristirahat sejenak dari kejadian yang sudah dia alami dua hari ini.
Gladys membelalakan mata, tatkala melihat laki-laki yang sedang duduk dengan wajah angkuh di depannya. Sudah hampir dua pekan pasca kejadian sial itu, sampai akhirnya dia harus kehilangan pekerjannya. Rekam kejadian pada malam itu masih membekas di otak bahkan hatinya. Tiba-tiba saja Gladys merasa kesal dengan kedatangan laki-laki itu. Apalagi mulutnya yang seolah tak memiliki fitur filter itu, berucap hal yang membuat hati Gladys bagai ditetesi perasan lemon. ‘Apa? Calon gelandangan, katanya?’ Walau dalam hati Gladys kesal, tapi entah kenapa dia tak berani untuk bersuara. Tiba-tiba saja dia mengingat bagaimana ekspresi wajah bengis Keenan, ketika kala itu mengikat dirinya. “Maaf saya harus pergi,” ucap Gladys sambil beranjak. Dia tak ingin berduaan bersama Keenan. Lagi pula, sedang apa dia di sini? Ini bukan tempat yang cocok untuk seorang CEO seperti Keenan. “Memangnya kamu punya tempat tujuan?” tanya Keenan dengan nada mencibir. Tidak! Tent
Harap bijak dalam membaca bab ini.Happy Reading~***Gladys bergeming dengan pupil mata yang bergetar. Oh, tidak! Dia tak ingin diikat lagi oleh Keenan, sama seperti hari itu. Tapi dia juga tak ingin melepaskan baju yang sedang dikenakannya. Seketika Gladys merasa bimbang, tetapi dia harus segera memilih. Jika tidak … Keenan pasti akan menghukumnya. “Ba-baik, akan sa-saya lakukan,” ucap Gladys gagap. Untuk seketika Keenan melepaskan cengkraman pada tangan Gladys, dan gadis itu mencoba membuka bajunya dengan tangan gemetar.Gladys menelan saliva, dia memejamkan matanya untuk menahan rasa malu. Akhirnya baju itu terlepas dari tubuh Gladys dan langsung memperlihatkan kulit putih dan mulus miliknya. Dia enggan untuk bertatapan dengan Keenan. Alhasil dia langsung berjongkok, mengelap lantai yang berceceran dengan kopi yang tumpah.“Berdiri!” perintah Keenan lagi saat Gladys
Harap bijak dalam membaca, ya, kak. Happy Reading~ *** “Berengsek!” umpat Gladys. “Apa katamu? Berengsek? Siapa yang berengsek, hah?” geram Keenan. Berani-beraninya perempuan itu mengumpat pada Keenan. Dia menunjukkan wajah bengis pada Gladys, Keenan tak suka pada perempuan kasar seperti Gladys. “Kamu! Kamu berengsek!” jerit Gladys frustrasi. Plak! Hilang sudah kesabaran Keenan. Dua kali Gladys meneriakinya dengan kata berengsek. Sungguh gadis ini memiliki nyali yang besar. “Oh, aku berengsek? Oke, aku akan membuat kamu menarik kembali umpatanmu padaku. Aku akan membuat kamu merasakan sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya,” ucap Keenan sambil menatap intens manik kecokelatan milik Gladys. Sejurus kemudian Keenan membuat sebuah pergerakan. Dia menggerakan pinggulnya maju mundur, terus menerobos milik Gladys yang terasa sangat sempit. Sungguh, Keenan baru merasakan milik wanita sese