WARNING CONTENT!
Harap bijak dalam membaca~
Happy reading~
***
Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.
Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.
Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.
“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.
“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.
Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.
“Bene
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Di … di mana ini?” gumam seorang gadis dengan suara parau. Dia mencoba memindai sekelilingnya. Pandangannya masih terlihat samar, terlebih ruangan ini memiliki pencahayaan yang kurang. Hanya ada satu lampu yang memancarkan sinar berwarna orange.“Eh?” Gadis itu terkejut, ketika mendapati tangan dan kakinya terikat pada kursi yang sedang dia duduki. Untuk seketika dia merasa panik. Ia mengguncangkan tubuhnya, berusaha untuk lepas dari ikatan itu.“Halo! Apa ada orang?” teriak gadis itu. Mencoba memastikan apakah ada orang di luar sana, sambil terus mengguncangkan tubuhnya.Sialnya, ikatan itu sangat kencang sekali. Sampai-sampai gadis itu merasakan tangannya panas akibat gesekan dari tali yang mengikat tangan dan kakinya. Selain itu, perlahan pergelangan tangannya terasa perih. Akibat gesekan antara permukaan kulit dengan tali tambang yang keras dan juga kasar.“Ahh!” Gadis itu meringis kesakita
“Maaf, apa Anda Pak Keenan Setyawardhana?” tanya Gladys gemetar.Laki-laki itu menyeringai ketika Gladys menyebutkan namanya. Dia menggulung lengan bajunya sampai sikut. “Akhirnya kamu tahu siapa saya,” jawab Keenan yang tidak pernah beranjak dari hadapan Gladys.Ah, ternyata laki-laki ini adalah pemilik rumah yang tadi sedang dia bersihkan. Gladys masih menatap wajah Keenan yang nampak sinis memandangnya.“Pak, kenapa saya diikat seperti ini? Apa salah saya?” tanya Gladys, yang mencoba mencari tahu alasan dirinya bisa berakhir di tempat seperti ini.“Salah saya?” cibir Keenan. Saya yang dia maksud tentu saja Gladys, dia hanya mengulang ucapan gadis itu. “Kamu masih bertanya apa salahmu, hah?” sentaknya.Dug!Keenan tiba-tiba menendang kaki kursi yang sedang diduduki oleh Gladys.“Aww!” ringis Gladys. Bukannya menjawab pertanyaannya, Keenan malah membu
“Sudah bangun?” Suara bariton itu seolah menyapa Gladys yang baru saja membuka mata.Gladys menyipitkan matanya, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang dia terima. Cahaya di ruangan itu sedikit lebih terang dari sebelumnya. Dia mulai menggerakkan kepalanya, mencoba memindai tempat tersebut.Sebuah kamar. Gladys menebak dirinya sedang berada di sebuah kamar. Pasalnya dia bisa melihat nakas, pendingin ruangan, lampu hias, dan ... ah kepalanya masih terasa pusing. Dia tak bisa memindai terlalu banyak.Setelah selesai memindai gadis itu baru sadar bahwa kondisinya masih sama seperti sebelumnya, terikat. Namun saat ini dia sudah tidak terikat pada kursi. Melainkan dia terikat di atas ranjang dengan posisi telentang. Tangan dan kakinya terikat tali yang diikatkan pada ujung ranjang.‘Apa lagi ini?’ batin Gladys. Kenapa dia masih diikat seperti ini? Jangan tanya bagaimana perasaannya. Sudah barang tentu dia terkejut dan merasa takut.
TOK. TOK. TOK.“Keenan ini aku, Erza,” ucap seorang laki-laki dari balik pintu kamar.“Ck!” Keenan berdecak kesal, ketika ada yang hendak mengganggunya. Padahal dia sudah tak sabar untuk menyiksa Gladys lebih dari ini. Dia merasakan beban yang sedang dia pikul sedikit demi sedikit hilang, ketika ia berhasil membuat seorang perempuan menderita.“Ada apa?” tanya Keenan sambil beranjak dari posisinya. Kakinya kini menyentuh dasar lantai dan berjalan ke arah pintu.Gladys menghembuskan napas lega. Akhirnya Tuhan mendengarkan permohonan kecilnya. Dia mengirimkan seseorang untuk menghentikan aksi bejad Keenan.Keenan membuka pintu kamar dan segera keluar. Kemudian dia langsung menutup pintu tersebut, tak ingin Erza mengintip ke dalam sana.“Aku sudah memastikan bahwa gadis itu tidak bersalah,” ucap Erza to the point. Laki-laki itu tahu betul bahwa Keenan tak suka dengan yang namanya basa-basi.
“Gila!” seru Erza saat mendengar ucapan dari Keenan.Erza tahu betul bagaimana sikap dan sifat sahabatnya. Hampir dua belas tahun dia mengenal Keenan. Dari mereka umur 16 tahun sampai sekarang berumur 28 tahun.Keenan Setyawardhana adalah laki-laki yang sangat tidak respect kepada kaum hawa. Dia merasa para wanita itu adalah sampah! Selain itu Keenan memiliki trauma masa kecil, yang dia sendiri tidak ingin mengingatnya.“Sejak kapan aku tidak gila, Erza?” timpal Keenan dengan puas. “Sudahlah, kamu lebih baik istirahat. Terima kasih sudah memberikan informasi yang berharga,” imbuhnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.“Terus bagaimana dengan gadis itu?” tanya Erza khawatir.“Itu biar aku yang urus,” tandas Keenan, kemudian dia berlalu meninggalkan Erza yang masih terdiam di tempat.***Dingin. Gladys merasakan udara dingin mulai menembus pori-pori kulitnya, bahkan menembus