Share

My next life as main character in horror dating sim game
My next life as main character in horror dating sim game
Penulis: Tugce Ent.

Beginning

Pagi itu aku terbangun dengan badan yang terasa sangat sakit, seolah tubuhku tertimpa sesuatu yang berat. Aku merenggangkan seluruh tubuhku, menghisap udara pagi dalam-dalam dan kemudian membuka kedua bola mataku.

Aku terperangah, di depanku saat ini sebuah pemandangan kamar asing dan aku sangat yakin ini bukan kamarku. Beberapa rak kayu tampak rapi berjajar layaknya pasukan penjaga, lengkap dengan buku sebagai muatannya. Semua tampak rapi dan bersih tidak seperti kamarku yang biasanya seperti kapal karam. 

“Ini di mana?” ucapku tak mengerti.

Aku melihat ke sekeliling sekali lagi, berusaha mengingat sesuatu dalam ingatanku. 

“Ini! Kamar ini! Jangan-jangan! Ini kamar itu!” 

Kamar yang selalu aku pandang dari balik layar ponsel, kamar yang selalu menjadi tempat peristirahatan orang itu.

Aku bergegas mencari si pemilik kamar, tapi hasilnya nihil. Aku terus berjalan hingga sebuah bayangan asing terpantul dari sebuah cermin yang aku lewati.

“Wah!!! Kau!” aku menatap bayanganku sendiri dengan rasa tak percaya, “Ini hanya imajinasiku saja! Ya! Ini imajinasi saja!”

Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa ini tidak nyata sama sekali, ini hanya imajinasiku saja.

Surai dengan warna kuning, kemudian manik mata berwarna biru terang berhiaskan kacamata berbentuk persegi panjang, tampak terlihat sangat jelas dari pantulan cermin yang di hadapanku.

“Auuh!” pekikku setelah merasakan sakit pada pipiku.

Ini bukan mimpi! Ini nyata! Tapi bagaimana bisa?

Ah! Saat itu aku tengah membuka permainan “Monster Girlfriend” hingga tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan penuh dan menabrakku hingga aku kehilangan kesadaran, apa aku mati?

Bagaimana dengan Ayah dan Ibuku?

“Maafkan aku Ayah dan Ibu, aku belum mampu membahagiakan kalian,” ucapku sembari menatap kedua telapak tanganku sendiri.

Tapi bagaimana bisa? bukannya aku sudah berada di alam baka sekarang? Tapi ini bukan alam baka! Ini dunia “Monster Girlfriend”.

Aku belum memiliki pacar! Aku belum melaksanakan ujianku! Bahkan aku belum menamatkan web novelku! Aku belum memberi tahu Ibu dan Ayah bahwa aku diterima di universitas itu! Tidak-tidak! Aku harus kembali! Aku harus! 

Tapi bagaimana caranya? Apa aku harus mati lagi di sini? Pisau! Aku melihat pisau!

“Tunggu! Bagaimana kalau aku benar-benar sudah mati di sana dan tidak terlahir kembali? Bukannya ini kesempatan bagus? Aku menjadi tokoh utama dalam cerita ini!” ucapku seraya melepaskan pisau yang baru saja bertengger dalam genggamanku di atas meja.

Baiklah! Selamat tinggal kehidupan lamaku! Selamat datang kehidupan baruku!

Mulai hari ini, aku harus hidup menjadi orang yang lebih baik. Aku harus bersosialisasi dengan teman-temanku di sekolah. Untuk selanjutnya, aku harus mencari cara menghindari mereka! Tapi bagaimana? Mereka teman sekelasku! Apa ada orang yang dapat menolongku?

“Ricky! Halo! Ricky!” tiba-tiba suara seorang remaja pria terdengar diiringi ketukan pintu.

Siapa dia? Aku harus mengingat-ingat! Tokoh utama bernama Ricky Brown memiliki seorang sahabat.

Aku adalah Ricky Brown dan itu pasti Rudy!

“Rudy? Apa itu kau?” Aku berusaha memastikan siapa gerangan orang itu.

“Tentu saja! Kau kira ada orang lain yang mau merepotkan diri untuk mengajakmu berangkat sekolah?” jawab si pemilik suara.

Kejadian pertama, tokoh utama kehilangan sahabatnya, Rudy Springfield. Ia tewas dengan alasan tak jelas dan membuat tokoh utama merasa bersalah karena membiarkan sahabatnya berangkat sekolah seorang diri.

“Rudy!” aku segera berlari dan membuka pintu kamar, “Tunggu! Jangan pergi! Aku mohon! Temani aku hari ini! Aku sedang tak enak badan!”

Remaja pria berambut gelap yang berdiri di hadapanku menatap aneh, bola mata hijaunya seolah bertanya “ada apa? Kau aneh hari ini!”

“Tidak bisa, kau tahu bukan aku ada seleksi untuk mewakili sekolah kita dalam perlombaan antar sekolah?” ucapnya sembari mengangkat kedua bahu.

Ah! Aku lupa ia harus ke sekolah! Aku harus melakukan sesuatu! Aku tidak mau kehilangan sahabatku ini!

Tunggu! Lupa? Aku belum tahu tapi kenapa aku bisa lupa?

Sepertinya ingatan Ricky perlahan mengalir ke dalam kepalaku.

“Benar juga, tapi kau tahu bukan? Kalau kau adalah satu-satunya sahabatku? Apa kau berjanji akan bersamaku hingga lulus nanti?”

Mencari teman baru di sini tampaknya tidak mungkin, apalagi Ricky korban bully di sekolahnya. Jika aku membiarkan Rudy menghadapi ajalnya sekarang, aku akan seorang diri. Aku tidak bisa diam saja! Ia orang baik!

Sial! Kenapa perasaanku campur aduk sekarang!

“Tentu saja! Untuk apa kau mengharu biru di pagi ini? Kau ini hanya sakit bukan mau meninggalkan dunia ini hahaha!” tawanya lepas.

Bukan aku, kaulah yang akan meninggalkan dunia ini.

“Tunggu, aku akan segera bersiap! Jangan tinggalkan aku! Ingat itu!”

“Baiklah, tapi cepat!” ia meninju bahuku pelan.

Baiklah, misi pertama membuat Rudy selamat hingga 24 jam.

Sebuah bangunan besar dan megah terpampang jelas di hadapanku, suara gemericik air menyambut langkah kami berdua. Suara itu terdengar semakin jelas kala kami masuk ke dalam halaman dan semakin dalam. Tepat di depan pintu masuk ke bangunan sekolah, sebuah air mancur yang indah mengalihkan perhatianku.

Lengkap dengan patung wanita yang membawa bejana serta kolam berbentuk lingkaran berisi ikan-ikan yang tengah menari.

Aku semakin tertegun kala melihat bangunan sekolah ini, terlihat sangat indah dan hampir bisa dikatakan sebuah kastil. Ornamen bergaya Eropa, jendela kaca yang tersebar di seluruh penjuru bangunan, serta tanaman merambat berdaun hijau di dindingnya membuat bangunan ini semakin luar biasa.

“Hei! Ricky!” panggil Rudy yang telah cukup jauh berjalan di depanku.

Aku bergegas mendekatinya kemudian melanjutkan perjalanan kami menuju kelas.

“Hei! Tuan Brown!” tiba-tiba sebuah suara yang terdengar mengejek memanggil namaku.

“Biarkan saja, anggap kita tak mendengar ucapannya.” Rudy membuka pintu kelas, kemudian mendorongku masuk terlebih dahulu.

Susunan meja dan kursi tampak rapi di tengah kelas, beberapa gadis remaja tampak berbincang dan tak jarang tertawa pelan. Tiba-tiba mereka menjadi gusar dan duduk dengan rapi, bahkan beberapa anak laki-laki berlari ke meja mereka.

“Hei! Apa yang kau lakukan! Cepat duduk!” Rudy memanggilku dari sebuah kursi yang tak jauh dariku.

“Tuan Brown! Sudah berapa kali saya katakan. Saya tidak suka melihat bila ada yang murid masih berdiri ketika saya datang.” Suara berat seorang pria dewasa terdengar dari depan kelas.

“Ah? Maaf!” aku sedikit menundukkan kepalaku.

“Baiklah, saya akan memaafkan bila kau dapat menjawab pertanyaan ini. Tapi bila kau gagal, maka kau tidak boleh ikut pelajaran saya hari ini.” 

Apa? Hanya karena begitu saja aku tidak boleh ikut belajar? Guru macam apa dia ini.

“Mozart membuat sebuah lagu yang sangat susah untuk dibawakan, ia sengaja menciptakannya khusus untuk adik iparnya yang sangat ia benci. Apa kau tahu judul lagunya?” pria itu tersenyum penuh kemenangan.

Semua mata memandangku, menunggu jawaban yang akan aku lontarkan. 

Hahaha! Aku tahu! Lagu ini sempat menjadi tantangan di antara para pengguna aplikasi video pendek di duniaku.

“Queen of the Night,” ucapku dengan tenang.

Mata pria itu membulat seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan.

“Baiklah, silahkan duduk.”

“Terima kasih,” aku berjalan dan duduk di sebelah Rudy.

Semua mata dalam kelas masih memandangku dengan rasa takjub dan tak percaya.

“Rudy, apa ada yang salah? Kenapa mereka semua menatapku seperti itu?” aku menyenggolnya yang menatapku sembari membuka mulut.

“Tidak!” ia menggeleng kemudian menyuruhku duduk.

******

“Ricky! Ada apa sebenarnya? Tingkahmu sangat aneh hari ini!” Rudy menatapku sembari menyendokkan makan siang ke dalam mulutnya.

“Bisa kau menginap di kamarku hari ini? Ada sesuatu yang harus aku tunjukan kepadamu.”

“Tapi kau tahu bukan kalau ak-”

“Aku mohon Rudy! Untuk hari ini saja!”

Ia menatapku dengan khawatir, kemudian tersenyum dan mengangguk.

“Baiklah, tapi kau harus menungguku seleksi sepulang sekolah.”

“Tenang saja,” Aku menyeruput minumanku,“Aku akan menunggumu.”

Rudy mengangguk kemudian melanjutkan makan siangnya.

Tiba-tiba aku merasakan ada air yang mengalir dari pucuk kepalaku kemudian turun membasahi wajah dan leherku.

“Maaf tuan Brown! Tanganku terselip hahaha!” tawa seorang remaja pria yang merupakan teman sekelasku itu.

“Hentikan! Ia sedang sakit!” Rudy bangun dari duduknya kemudian menatap tajam ke arahku, tepatnya di belakangku.

“Kau sedang sakit? Kasihan sekali!” ia terus mengguyur kepalaku dengan air.

“Zack hentikan.” tiba-tiba suara seorang wanita dengan nada serius terdengar.

“Ma-mary! Kenapa?” air berhenti mengalir dari pucuk kepalaku, setelah Zack bertanya pada teman wanita sekelasku itu.

Aku yang masih diam seperti posisi awal saat masih mengobrol dengan Rudy, hanya memutar kepala ke arah suaranya yang terdengar serius dan dingin itu.

Seorang wanita berambut merah dengan mata cokelat tua, berjalan ke arahnya dan tanpa berdosa ia memberi tamparan keras pada Zack.

“Kau, hentikan atau kau akan aku beri pelajaran.” Wanita itu menatapnya dengan aura mengerikan, seolah akan menelannya bulat-bulat.

I-itu Mary Thornton, salah satu tokoh wanita monster yang akan aku temui!

Padahal aku telah berusaha untuk tidak bertemu dengannya di kelas, tapi kenapa ia malah menghampiriku?

“Kau, pakai ini,” Tiba-tiba sebuah handuk terbang ke arahku dan mendarat tepat di atas kepala, “Ricky temui aku sepulang sekolah, ada yang harus aku katakan kepadamu.”

"Menemuimu?" tanyaku lagi untuk memastikan ucapannya.

"Kau akan menunggu Rudy bukan?"

"I-iya..."

"Tidak ada masalah kalau begitu." Ia berjalan menjauh meninggalkan kami.

Apa? Apa yang harus aku lakukan! Monster ini ingin menemuiku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status