Share

Bab 12 Mas Kawin Sinta

Setelah makan malam, Sinta memotong buah dan menyajikannya lalu duduk di samping Dani.

Pria itu menatap ponselnya sepanjang waktu, Sinta penasaran dan menoleh ingin ikut melihat. Awalnya Sinta mengira Dani sedang main Game, tetapi tidak disangka dani sedang membaca situs asing dengan orang-orang berpakaian formal, mereka terlihat seperti orang-orang sukses.

Sinta terkejut saat Dani tiba-tiba menolehkan kepalanya. Jarak kepala Sinta begitu dekat, ujung hidung mereka hampir saling menempel satu sama lain. Mereka berdua saling menatap satu sama lain, bertukar pandang. Wajah Sinta terasa hangat dan jantungnya berdebar keras.

"Ada apa?" kata Dani dengan nada rendah seperti berbisik.

"Tidak ... tidak apa-apa." Sinta duduk di sampingnya dengan canggung, kedua tangannya yang mungil tumpang tindih tidak karuan, dia panik tidak tahu mau bilang apa, jadi dia tersenyum dan asal cerocos, "Kamu sedang baca berita?"

"Yah, berita keuangan."

"Kamu mengerti ini?"

Dani menoleh lagi, matanya yang tajam dan tersenyum palsu itu berkata, "Jadi menurutmu orang yang suka berkelahi dan sering dijebloskan ke penjara, bisa mengerti apa?

"Bukan itu maksudku!" Wajah mungil Sinta memerah dan berkata, "Aku sedikit terkejut, aku tidak menyangka kamu tahu begitu banyak hal."

Suasana tiba-tiba menjadi sunyi, tenggelam dalam keheningan. Sinta agak gugup, tetapi begitu melihat ekspresi Dani terlihat tenang-tenang saja, Sinta merasa kepanikannya itu tidak berarti.

Padahal mereka sudah sah menikah, tetapi rasanya aneh saat duduk bersama. Bahkan mereka mengobrol berdua saja pun bisa ngawur ke mana-mana, tidak ada topik pembicaraan.

Sinta menepuk-nepuk kepalanya, diam-diam menyesali kebodohannya sendiri.

Gerak geriknya ini malah terlihat Dani.

Tanpa disadarinya, dia tersenyum sendiri melihat tingkah laku Sinta.

Dani meletakkan ponselnya, menusuk buah yang ada dihadapannya dengan garpu dan bertanya padanya secara blak-blakan, "Ada hal yang ingin kamu bicarakan padaku?"

Sinta menyahut, "Hmm?" Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak ada."

"Oow." Dani melirik ke Sinta lagi, "Uang belanjaannya, cukup?"

"Kenapa tiba-tiba tanya masalah ini?"

"Hanya asal bicara saja, sih." Nada Dani datar, "Bagaimana pasangan yang lain ngobrol? Bukankah yang dibicarakan juga hal kecil dalam rumah tangga?"

Sinta menggigit bibirnya, tidak bersuara.

"Atau ... mau ganti tempat untuk bicarakan?" kata Si Pria dengan suara rendah dan sedikit kesan genit, sembari menatap ke arah kamar tidur. Dengan napas mengebu-gebu, Dani mendekat ke Sinta sedikit demi sedikit. Mata Sinta bertukar pandang dengan mata Dani, bagaikan ada percikan api di antara mata mereka.

Sinta menepi ke samping, tetapi tangan besar Dani menarik pinggang Sinta. Sinta pun jatuh dalam pelukan Dani

Sekujuk badan Sinta terasa kaku.

Sorotan mata Dani semakin panas.

Dia merangkul pinggang Sinta erat-erat, tetapi malah tidak mengambil langkah selanjutnya. Dani menatap Sinta. Sinta memejamkan matanya dengan erat, meskipun berusaha untuk tetap santai, tubuhnya yang mungil itu tetap gemetaran. Ini menunjukkan kalau Sinta baru pertama kali berdekatan dengan seorang pria.

Dani tiba-tiba merasakan getaran cinta yang menyeruak keluar.

Dia tidak ingin meniduri Sinta dalam kondisi seperti itu. Hal seperti itu seharusnya terjadi atas dasar suka sama suka.

"Hari ini sudah lelah, 'kan?" Sinta mendengar suara serak Dani berkata, "Cepatlah istirahat."

Sinta terperanjat, kekuatan yang tadinya mendekat ke tubuhnya menghilang. Hawa panas yang tadinya membumbung di udara juga menurun perlahan-lahan.

Sinta tidak bisa mengartikan perasaan yang ada di hatinya.

Pria ini seharusnya orang terdekat dengannya saat ini, tetapi Sinta hanya kenal Dani beberapa hari.

Apalagi hati Sinta selalu menyimpulkan kalau dirinya hanyalah pengantin pengganti dan Dani masih belum tahu hal ini.

Dia juga pernah mencoba mengerahkan segenap keberaniannya untuk memberitahukan Dani bahwa dia bukanlah Santi, melainkan Sinta. Namun setiap kali dia hendak berbicara, keragu-raguannya muncul, bagaimana jika Dani berpikir kalau keluarga Wijoyo telah menipu dan timbul masalah baru, Sinta tidak tahu seberapa besar keonaran yang akan terjadi nantinya. Emosi Dani yang meledak-ledak, apalagi dia sering terlibat perkelahian.

Begitu Sinta melihat kantong pasir dan sarung tinju yang ada di halaman rumah, Sinta langsung membatalkan niatnya.

"Aku bilang, cepatlah istirahat, kenapa malah melamun?" Dani berbisik.

Sinta tersadar kembali dan berjalan ke kamar tidur, saat itu pula dia menerima panggilan dari Anton.

"Kakak, jangan khawatir, biaya pengobatan ibu sudah beres!"

"Apa?" Sinta sulit memercayai pendengarannya sendiri, "Uang dari mana?"

"Tadi, Kak Santi yang memberikan uang itu," Anton tersenyum dan berkata, "Dia berikan seuntai kalung berlian dan mengatakan kalau itu mas kawin dari ayahmu, senilai enam ratus juta."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status