Saat ini, Vanka, Sela, dan Lia sedang berada di mall. Sela dan Lia memaksa Vanka untuk pergi ke mall agar bisa bersenang-senang. Padahal, Vanka sudah mati-matian menolak ajakan mereka, tapi tetap saja kedua sahabatnya itu terus memaksanya dan akhirnya ia menuruti mereka.
"Jangan lama-lama ya. Soalnya gue masih mau ngerjain tugas Fisika," ujar Vanka.
"Ya ampun Van, hari ini libur loh. Masih aja lo mikirin tugas," sahut Lia.
"Iya. Kita kan mau senang-senang. Sekali-kali jangan belajar mulu. Kita juga butuh refreshing kali," timpal Sela.
"Iya gue tahu. Tapi kan kita ini udah kelas dua belas. Kita kelas ujian loh, harus persiapin diri sebelum ujian. Emangnya lo berdua gak mau lulus?"
"Udah lah gak usah mikirin itu. Kita mau lulus kok. Lo tenang aja. Gue yakin kita bakal lulus."
"Iya emang lulus. Tapi, kalau nilainya jelek gimana? Lo berdua mau nilai kalian jelek?"
"Udah deh nanti aja bahas nilainya. Sekarang kita senang-senang dulu." Lia menarik Vanka dan Sela menuju tempat game.
****
"Makasih ya, Tang lo udah mau nemenin gue shopping," ucap Lisa sembari tersenyum.
"Sama-sama. Kalau lo butuh bantuan gue, telfon aja," ucap Lintang.
"Serius?" tanya Lisa dengan wajah berbinar-binar.
"Iya. Serius."
"Makasih Tang."
"Em, gue ke toilet dulu, ya. Titip belanjaan gue."
"Oke."
Sembari menunggu Lisa, ia membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan masuk.
Saat mereka bertiga sedang asyik bermain game, Lia tidak sengaja melihat Lintang.
Ia langsung menepuk pundak Vanka.
Vanka yang sedang melempar bola basket untuk memasukkan bola ke dalam ring pun, menoleh pada Lia.
"Kenapa Ya?" tanya Vanka.
"Itu Lintang bukan sih?" tanya Lia sembari menunjuk ke arah Lintang yang sedang memegang ponselnya.
Vanka ikut melirik ke arah Lintang.
"Iya. Itu Lintang. Gue ke sana dulu, ya." Belum sempat Lia dan Sela menahan Vanka, gadis itu sudah pergi mendekati Lintang.
"Lintang," panggil Vanka.
Lintang yang sedang sibuk dengan ponselnya pun mendongakkan wajahnya. Ia cukup terkejut karena ternyata Vanka yang memanggilnya.
"Kok lo di sini?" tanya Lintang pada Vanka.
Tentu saja Lintang merasa aneh karena Vanka yang tiba-tiba berada di mall. Ia tahu betul kalau Vanka sangat malas pergi ke mall. Gadis ini tidak begitu suka pergi ke mall untuk berbelanja kecuali untuk beli buku. Dan, Lintang tahu karena Vanka lebih suka menghabiskan waktunya di rumah untuk belajar.
Lintang ingat betul, waktu itu hari libur dan Lintang pergi ke rumah Vanka untuk mengajak gadis itu pergi ke mall menemaninya pergi membeli kado untuk sepupunya. Namun, Vanka menolak dengan alasan ingin mengerjakan tugas.
"Gue dipaksa Sela sama Lia ke sini buat main game. Lo sendiri ngapain ke sini?" tanya balik Vanka.
Lintang terdiam sejenak. Bagaimana ini? Apa ia harus menjawab yang sebenarnya? Tapi, bagaimana kalau nanti Vanka marah padanya?
Vanka melirik beberapa paper bag yang ada di samping Lintang.
"Lo habis belanja? Banyak banget belanjaannya. Udah kayak cewek aja," kekeh Vanka.
Lintang ikut melirik ke sampingnya. Belanjaan ini bukan miliknya, melainkan milik Lisa. Tapi, ia tidak berani mengatakannya.
"Tang, ayo gue udah selesai," ucap Lisa yang baru saja kembali dari toilet.
"Lisa?" Vanka menatap Lisa sedikit terkejut.
"Vanka? Lo ngapain di sini?" tanya Lisa heran.
Vanka melirik Lintang yang masih diam.
"Oh jadi, lo sama Lisa? Gue pikir lo sendiri," ucap Vanka sembari tersenyum miris.
"Gu... Gue---" Belum sempat Lintang menyelesaikan ucapannya, Lisa langung menyelanya.
"Kenapa kalau Lintang sama gue? Gak suka lo? Cemburu?" sela Lisa tersenyum miring.
"Gue duluan. Selamat bersenang-senang," pamit Vanka. Ia melirik Lintang sejenak berharap cowok itu menatapnya. Namun, Lintang sama sekali tidak menatapnya. Membuat hatinya sedikit sakit.
Ia berjalan menjauhi mereka.
Lintang hendak menyusul Vanka, namun Lisa langsung menahannya.
"Ayo pulang, Tang. Gak usah peduliin dia," ucap Lisa.
Lintang hanya mengangguk dan berjalan bersama Lisa.
****
Vanka baru saja sampai di rumahnya. Sela dan Lia tadi mengantarnya pulang.
"Vanka," panggil Lintang.
Vanka yang hendak masuk ke dalam rumah menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.
Ia cukup terkejut saat tahu kalau Lintang yang memanggilnya.
"Ngapain lo ke sini?" ketus Vanka.
"Gue cuma mau jelasin ke lo biar lo gak salah paham," ucap Lintang.
Vanka tertawa miris. "Jelasin? Gak ada yang perlu lo jelasin."
"Bisa dengerin gue dulu gak?"
"Ya udah buruan ngomong. Gue gak punya banyak waktu."
"Soal tadi, gue diminta sama Lisa buat nemenin dia belanja. Jadi, lo gak usah cemburu sama Lisa," ucap Lintang.
"Gimana gue gak cemburu? Lo aja mau nemenin dia ke mall, sedangkan gue yang minta lo nemenin gue ke toko buku aja lo gak mau."
"Ya gue gak suka ke toko buku."
"Iya gue tahu. Tapi, kalau ke mall sama Lisa mau, kan?" sindir Vanka membuat Lintang terdiam.
"Gue bingung sama lo, Tang. Sebenarnya pacar lo itu gue atau Lisa sih? Di saat gue butuh lo, lo gak pernah ada. Tapi, di saat Lisa butuh lo, lo selalu ada buat dia," lirih Vanka.
"Udah deh gak usah drama. Gitu aja marah. Lain kali, kalau lo mau ke toko buku gue temenin deh."
"Ini bukan soal lo temenin gue ke toko buku, Tang. Tapi, ini soal hubungan kita. Kita itu pacaran, tapi lo gak pernah anggap gue sebagai pacar lo."
Lintang meraih tangan Vanka membuat Vanka terkejut.
"Gue minta maaf. Udah ya jangan marah lagi," ucap Lintang sembari mencium tangan Vanka.
Hal itu membuat pipi Vanka bersemu merah. Ia merasakan jantungnya berdetak sangat kencang. Kenapa ia mudah luluh pada Lintang hanya karena perlakuan romantis dari cowok ini? Seketika amarahnya langsung hilang.
Vanka segera menarik tangannya dari Lintang.
"Udah sana pulang," usir Vanka.
"Gue gak mau pulang sebelum lo maafin gue," ucap Lintang.
"Apaan sih lo? Udah sana pulang."
"Maafin gue dulu baru gue pulang."
Vanka memutar bola matanya malas.
"Oke gue maafin lo. Sekarang lo pulang."
"Kok lo ngusir gue?" tanya Lintang sedikit tidak terima karena Vanka yang mengusirnya.
"Udah sana pulang. Gue mau masuk. Masih banyak tugas yang harus gue kerjain."
Lintang tersenyum membuat Vanka menatapnya bingung.
"Kenapa lo senyam-senyum?" tanya Vanka.
"Bisa kerjain tugas gue juga gak? Kebetulan gue ada tugas Kimia. Dan, soalnya susah banget. Gue gak bisa ngerjainnya," pinta Lintang.
"Enggak! Lo kerjain aja sendiri. Emangnya gue pembantu lo apa?" Vanka langsung masuk ke dalam rumahnya.
Ia segera berlari ke dalam kamarnya.
Vanka menatap tangannya yang tadi sempat dicium oleh Lintang. Senyumnya langsung terbit. Ketika mengingat kembali kejadian tadi.
"Demi apa Lintang tadi cium tangan gue? Gila! Gue gak akan cuci tangan gue," gumamnya seraya melompat kegirangan.
******
Lintang menatap bosan Vanka yang sedari tadi sibuk membaca buku paket. Mereka sedang berada di perpustakaan sekolah.Vanka meminta Lintang untuk menemaninya ke perpustakaan. Sebenarnya, Lintang sudah menolak, tapi karena Vanka terus-terusan memohon membuatnya terpaksa mengikuti kemauan gadis itu."Van, udah selesai belum bacanya? Gue udah laper, nih," ucap Lintang sembari melipat tangannya di depan dada."Bentar Tang. Ini gue masih baca materinya. Lo mau baca? Ini tuh materinya lengkap banget. Siapa tahu dengan lo baca buku ini lo bisa kerjain tugas lo sendiri," ucap Vanka sembari tersenyum."Ogah. Ngapain juga baca buku? Gak bakal masuk ke otak gue," ucap Lintang."Tapi, Tang ini tuh bagus banget bukunya. Lo harus baca.""Enggak," tolak Lintang. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari perpustakaan."Eh, Lintang! Tungguin gue!" Vanka segera menaruh kembali buku paket ke rak dan berlari mengejar Lintang.Ia langsung menggengga
Hari ini Lintang terlambat ke sekolah. Bukan hanya Lintang, melainkan Vanka juga.Sebenarnya, Vanka tidak terlambat ke sekolah, tapi karena ia menunggu Lintang untuk menjemputnya jadilah ia ikut terlambat. Dan, sekarang mereka sedang menjalani hukuman mereka. Yaitu, berlari memutari lapangan sebanyak sepuluh kali."Capek banget," keluh Vanka."Lemah banget sih jadi cewek. Baru satu putaran aja udah ngeluh," ejek Lintang."Ih Lintang! Ini semua juga gara-gara lo tahu. Coba aja kalau lo jemput gue cepat, pasti kita gak bakal telat kayak sekarang," omel Vanka."Bisa diem gak lo? Salah lo sendiri, gue kan udah nyuruh lo berangkat duluan. Lo aja yang ngotot mau nunggu gue. Jadi, jangan salahin gue kalau sekarang lo dihukum," ucap Lintang masih terus berlari.Vanka terdiam. Ia kembali berlari, tapi tidak bersuara lagi. Hal itu membuat, Lintang menoleh ke belakang memastikan apa Vanka baik-baik saja atau tidak."Kenapa diam?" tanya Lintang masih te
Lintang menatap bosan Vanka yang sedari tadi sedang memilih-milih novel yang ada di rak buku. Sekarang mereka sedang berada di toko buku. Vanka meminta Lintang untuk menemaninya ke toko buku. Meskipun, Lintang sedang kesal dengan gadis itu mengingat kejadian di kantin antara Dean dan Vanka, namun ia tetap menuruti permintaan Vanka. Karena ia sudah berjanji akan menemani gadis itu."Tang, kira-kira gue beli novel yang mana ya?" tanya Vanka pada Lintang sembari menunjukkan dua novel yang ada di tangannya pada Lintang."Beli aja yang lo suka," jawab Lintang singkat."Tapi gue suka dua-duanya.""Ya udah, beli dua-duanya aja.""Tapi, uang gue gak cukup kalau beli dua-duanya. Gimana dong?""Ck! Buruan! Gue gak punya banyak waktu buat nunggu lo di sini. Lo pikir gue gak ada kerjaan lain apa?" ketus Lintang.Ia sudah sangat bosan menunggu Vanka di sini. Karena sudah hampir dua jam mereka berada di toko buku. Salah satu alasan Lintang malas menemani
Vanka berdiri di depan Lintang yang sedang menatapnya. Pagi ini, Vanka berangkat sekolah sendiri. Ia tidak menunggu Lintang. Cowok itu tidak tahu kalau Vanka sudah berangkat duluan. Ia tadi sempat ke rumah Vanka, namun gadis itu sudah tidak ada. Dan, sekarang Lintang sedang berada di depan kelas Vanka."Kenapa lo berangkat duluan? Kenapa gak chat gue dulu?" tanya Lintang."Gue gak mau telat kayak kemarin," jawab Vanka singkat."Telat dari mana? Ini aja masih jam setengah tujuh. Gue aja gak telat.""Gue cuma gak mau berangkat sama lo aja."Lintang menatap Vanka bingung. Kenapa gadis ini terlihat jutek padanya? Apa kesalahannya?"Lo kenapa sih? Lo marah sama gue? Emang gue salah apalagi?" tanya Lintang."Harga novel yang lo beliin buat gue berapa? Biar gue ganti uangnya," ucap Vanka tanpa menjawab pertanyaan Lintang."Gak usah ganti uang gue. Gue ikhlas kok beliinnya," tolak Lintang. Tapi ucapannya tidak dipedulikan o
Lintang dan Vanka sedang berada di cafe. Mereka kini sedang menikmati ice cream. Bahkan, Vanka sudah dua kali memesan ice cream.Lintang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan pacarnya."Doyan banget lo," ucap Lintang.Vanka tersenyum kecil. "Iya lah. Soalnya ice cream di sini enak banget. Makasih ya atas sogokannya."Lintang mengernyitkan keningnya bingung. "Sogokan? Maksud lo?" tanya Lintang tidak mengerti."Iya sogokan. Lo nyogok gue biar gue gak marah lagi sama lo, kan?""Gue gak nyogok. Gue emang mau traktir lo aja," jawab Lintang seadanya.Sebenarnya, ia memang sengaja mengajak Vanka untuk makan ice cream, agar gadis itu tidak marah lagi padanya. Lintang tahu Vanka sangat menyukai ice cream.Setiap Vanka marah padanya, ia pasti akan berusaha membujuk Vanka dengan ice cream, dan hal itu berhasil. Walaupun, kadang-kadang gagal."Oh gitu." Vanka kembali menyuapkan ice cream coklat kesukaannya ke dalam mulutnya.
"LINTANGGG!" teriak Vanka memenuhi ruang kelas Lintang. Hal itu membuat seisi kelas menatap tajam ke arahnya.Vanka tersenyum kikuk. Ia segera meminta maaf pada mereka, karena telah mengganggu mereka.Lintang menatap kesal ke arah Vanka. Ia langsung berjalan menghampiri Vanka yang sedang berada di depan pintu kelasnya."Ngapain lo ke sini?" tanya Lintang."Gue mau minta tolong boleh?""Minta tolong apa?""Temenin gue ke perpus. Mau ya?" pintanya."Enggak. Minta tolong sama temen-temen lo aja," tolak Lintang cepat.Ia sangat malas menemani Vanka ke perpustakaan. Ia tidak mau menunggu Vanka berjam-jam di tempat memuakkan itu.Vanka mengerucutkan bibirnya."Kenapa gak mau temenin gue?" tanya Vanka mencoba menahan rasa kesalnya."Ya gue gak mau. Udah sana pergi. Ganggu gue aja.""Tang," panggil Lisa yang sudah berada di samping Lintang."Kenapa Lis?" tanyanya."Temenin gue ke kantin dong. Gue haus mau be
"GUYS!" teriak Lia memenuhi ruang jelas. Ia sama sekali tidak peduli dengan teman-teman kelasnya yang tengah menatap tajam ke arahnya."Kenapa sih, Ya? Datang-datang bukannya salam malah teriak-teriak," ucap Vanka."Lo berdua tahu gak---""Enggak," potong Vanka dan Sela."Ish. Kalau gue belum selesai ngomong jangan dipotong dulu."Mereka berdua tertawa kecil. "Ya udah buruan ngomong," suruh Sela."Hari ini, satu sekolahan pada heboh karena ada anak baru," ucapnya antusias."Anak baru? Terus kenapa? Gue gak peduli kali," ucap Sela acuh. Ia kembali sibuk dengan ponselnya."Anak barunya cewek apa cowok?" tanya Vanka."Cowok, Van. Gila dia ganteng banget. Bahkan, dia lebih ganteng daripada Lintang," heboh Lia.Sela hanya geleng-geleng kepala mendengar Lia yang begitu antusias menceritakan anak baru itu."Masa sih dia lebih ganteng daripada Lintang? Menurut gue yang paling ganteng itu cuma Lintang seorang," ucap Vanka kemu
Revan dan Vanka sedang berdiri di depan kelas Vanka. Mereka sedang mengobrol mengenai materi pelajaran yang telah diajar di kelas mereka masing-masing.Lintang yang hendak ke kantin melirik mereka berdua. Ia langsung berjalan mendekati mereka."Ngapain lo di sini?" tanya Lintang pada Revan.Wajahnya terlihat tidak suka karena Revan yang begitu akrab dengan Vanka."Gue cuma nanya Vanka materi pelajaran doang kok.""Lo bisa tanya ke temen-temen di kelas. Ngapain sampai harus tanya ke Vanka?" ketusnya."Udah lah, Tang. Revan cuma nanya materi pelajaran doang, gak usah marah-marah deh," sahut Vanka.Lintang beralih menatap Vanka. "Lo belain dia?""Udah deh gak usah bikin masalahnya tambah panjang. Gue mau masuk kelas," ucap Vanka kemudian berjalan masuk ke kelasnya.Lintang yang hendak pergi ke kantin, langsung dicegat oleh Revan."Lo mau ke mana? Bentar lagi kan Pak Doni masuk kelas," ucap Revan."Gue mau ke m