Hari ini adalah hari dimana Sera mulai bekerja dikantor. Perempuan berambut abu-abu itu berada didalam mobil, ia duduk dikursi bagian belakang sedangkan 2 orang asistennya berada didepan. Didepan, kanan, kiri dan belakang mobil Sera, banyak sekali mobil-mobil besar yang diisi oleh bodyguard. Masing-masing mobil diisi oleh 4 orang bodyguard.
"Paman, apa kegitanku hari ini?" tanya Sera kepada dua orang asistennya itu.
Anton, selaku asistennya dari kecil menoleh. "Hari ini, nona hanya melihat berkas-berkas saja," jawabnya.
Sera mengangguk sekilas, ia memang memanggil dua orang itu dengan sebutan paman karena karena mereka seumuran dengan sang papa. Mereka bersama Sera sejak ia masih kecil. Entah mengapa Rama memilih asisten laki-laki untuknya. Namun Sera juga bersyukur karena kedua asistennya ini tak banyak bicara.
"Paman, bisa tolong suruh mereka untuk mengikuti dari belakang saja?" tanya Sera.
"Memangnya kenapa nona?" Bukan Anton yang menjawab, melainkan Rudi yang tengah menyetir. Rudi seumuran dengan Anton.
"Aku hanya ingin melihat jalanan saja," ucap Sera, ia bosan selalu melihat mobil berwarna yang sama setiap hari.
"Baik nona," ucap Anton lalu dirinya menghubungi bodyguard yang menyetir dimobil itu supaya berada dibelakang.
Sera melihat kesamping, perlahan-lahan ia bisa melihat pemandangan jalanan yang sangat indah karena mobil para bodyguard memelankan laju kendaraannya. Perempuan berambut abu-abu itu ingin sekali membuka kaca mobil dan menikmati semilir angin, namun itu mustahil ia lakukan. Takutnya ada musuh yang mematai-matai dirinya, walapun mobilnya sekarang aman akan bahaya namun tetap saja harus waspada.
"Apa nona ingin sesuatu?" tanya Anton, karena perjalanan dari mansion kekantor cukup jauh.
Sera mengangguk. "Bisa tolong berikan aku iPad?" tanyanya.
Anton mengangguk dan memberikan iPad Sera yang semula ia bawa. Sera bermain game supaya tak bosan, kaca mobil sudah ia tutup. Sesekali perempuan itu menyeruput minumannya yang telah ia bawa dari rumah. Sebenarnya Sera itu tak manja, ia bisa saja mandiri namun selagi ada yang membantu mengapa tidak?.
"Paman, tolong berhenti ditoko Es krim, aku ingin kesana," ucap Sera, perempuan itu sekali menerapkan 3 kata didalam hidupnya yaitu maaf, Terima kasih dan tolong. Sera sudah terbiasa mengatakan itu semua semenjak kecil karena dididikak orang tuanya.
Kini Sera sudah sampai ditoko, mobilnya terparkir apik ditempat parkiran. Mobil para bodyguard berada dibelakangnya. Perempuan berambut abu-abu itu menunggu Anton yang sedang memesankan dirinya Es krim. Mata Sera tak sengaja melihat kearah sampaing, sepertinya ia kenal mobil siapa yang terpakir tepat disamping mobilnya. Sera menurunkan kaca mobilnya perlahan-lahan.
****
Sementara Arsya, lelaki itu juga berada didalam mobilnya. Seperti biasa ia akan pergi ke perusahaan yang ia kelola sendiri, dan jangan lupakan 2 orang asistennya yang setia mengikuti dirinya kemana saja. Hari ini pula, ia akan membuat sebuah proyek besar yang untung nya sangat banyak. Arsya belajar tentang dunia bisnis semenjak ia berumur 17 tahun.
"Apa kakek akan bekerja hari ini?" tanya Arsya.
Niko menoleh kearah majikannya itu. "Iya. Beliau sudah sembuh," jawabnya sopan.
Arsya meminum matcha yang berada dibotol minumannya. Menikmati angin pagi hari sembari menyantap kue buatan sang bunda dengan rasa matcha tentunya. Arsya akan pergi kesuatu tempat terlebih dahulu, ia ingin membeli sesuatu sebelum sampai kekantor.
5 menit kemudian Arsya sampai ditempat yang ia inginkan. Mobil yang ia tumpangi sudah terpakir apik didepan toko yang bertuliskan, "ice cream shop". Ya.. Arsya ingin sekali makan eskrim rasa matcha. Lelaki penyuka matcha itu menyuruh sang asisten untuk membelikannya. Sementara Arsya, dia menunggu dimobil namun matanya melihat sekeliling mengapa banyak sekali mobil berwarna hitam bercampur dengan mobil Jeep milik para bodyguardnya.
"Kenapa banyak sekali mobil hitam disini?" gumam lelaki penyuka matcha itu. Dia menoleh, tepat disamping mobilnya terparkir mobil mewah dengan warna tosca.
Arsya memencet salah satu tombol, seketika kaca mobilnya terbuka dengan perlahan-lahan. Orang yang berada dimobil berwarna tosca turut membuka kaca mobilnya. Kini kaca mereka sama-sama terbuka bebarengan. Kini setengah wajah mereka sama-sama terlihat.
"Jadi yang ada didalam mobil butut itu Sera?" batin Arsya tertawa remeh.
Kaca mobil mereka sama-sama terbuka full, bahkan asisten mereka masing-masing sudah mencegah namun mereka tetap bersikeras untuk tetap membuka kaca. Kini mata Arsya dan Sera bertemu, mereka saling melemparkan tatapan tajam.
"Mobil butut dibawa-bawa," batin Arsya tertawa remeh.
"Bocah ingusan gila. Miskin aja belagu," batin Sera yang berada didalam mobil.
"Lihat aja cewek tengil, suatu saat nanti kau akan miskin!" batin Arsya, entah mengapa setelah mengucapkan itu langit seketika menjadi mendung. Bail Sera mauapun Arsya, mereka menutup kaca mobil masing-masing.
Ya.. Mereka bisa berbicara lewat batin. Entah apa yang membuat mereka bisa seperti itu. Tak ada yang tau jika mereka bisa seperti itu, bahkan kedua asisten mereka. Setiap mereka bertemu selalu berkomunikasi pakai mata batin.
Awal mereka tau jika mempunyai semacam kekuatan? Disaat mereka berumur 4 tahun sewaktu menghadiri pesta besar. Waktu itu mereka berjanji untuk tidak memberitahu keluarga masing-masing tentang hal itu. Namun mereka masih bermusuhan hingga sekarang.
Setelah pertemuan dengan Arsya kini Sera sudah berada didalam kantornya. Niat hanya ingin membeli es krim ternyata malah ketemu manusia gila kayak Arsya. Apakah mata lelaki itu buta? Mobilnya mahal dengan entengnya dia bilang jika mobilnya butut."Arsya, awas aja kalau kita ketemu," batin Sera, andai dia bisa bicara pakai batin dengan jarak jauh.Pasalnya jika berbicara dengan batin bersama Arsya harus berjarak maksimal 10 meter. Untung saja hanya Arsya yang bisa mendengarkan batinnya, apakah keluarganya akan marah jika dia mempunyai kekuatan yang (misterius?)."Nona, apakah pekerjaan anda sudah beres?" ucap asistennya yang tiba-tiba saja masuk.Sera hanya mengangguk menanggapinya. "Apa aku bisa beristirahat 15 menit?" tanyanya, jujur saja pekerjaannya hari ini sangat melelahkan."Tentu saja, Nona bisa beristirahat selama 1 jam. Tuan Fikri sudah meng
Seorang perempuan tengah berdiri dengan cemas dihadapan layar besar yang menampilkan grafik sesuatu. Perempuan itu adalah Sera, air matanya turun begitu saja sebab beberapa jam yang lalu dirinya telah melakukan perbuatan fatal.Asistennya datang dan langsung menghampiri dirinya yang kini berada diruang kerjanya."Nona tak apa?" tanya Anton, ia khawatir melihat nonanya yang cemas seperti ini.Anton menuntun Sera untuk duduk disofa, Sera pun menurut. Perempuan itu mengusap wajahnya kasar. Anton yang melihat itu langsung mengambil air di dispenser."Silahkan diminum." Sera minum."Sebenarnya apa yang terjadi dengan nona?" tanya Anton."Aku bingung, paman. Semua ini salahku." Sera terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Anton duduk didekat Sera dan mengelus tangan perempuan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu. 
Kini tertua dari keturunan Louwen tengah marah besar. Semua barang yang ada disekitarnya dirinya banting. Sedangkan Sera hanya mampu menangis dipelukan Citra sang mama. Sera sudah menceritakan tindakan bodohnya kepada keluarganya, dan sekarang Opa dan papanya marah besar. "Maafin, Era Opa," ucap Sera disela tangisannya. "KESALAHAN KAMU SUDAH FATAL, SERA," bentak Fikri. Laki-laki berusia lebih dari setengah abad itu sangat marah dengan cucu satu-satunya yang lalai. Akibat dari perbuatan Sera perusahaannya kini terancam bangkrut karena dana masuk kedalam nama Giory. "Pa, jangan bentak anak aku." Citra ikut menangis lantaran tak tega melihat Sera seperti ini. Dia tau anaknya berbuat salah, ibu mana yang tega melihat putrinya menangis ketakutan seperti ini?. "Diam Citra." Fikri menatap tajam menantunya itu. Sera bangkit dari duduknya dan bersuj
Sera terbangun, perempuan itu mengerjapkan matanya. Dia sudah sadar sepenuhnya namun kepalanya masih pusing, Sera berada didalam kamarnya yang bernuansa tosca. Perempuan itu menoleh, tepat disebelahnya ada Citra yang tertidur dengan posisi duduk dikursi. Perempuan itu baru ingat jika sebelumnya dia pingsan karena terlalu lama menangis dan ia belum makan dari pagi. Sera menoba untuk duduk dan bersender dikepala ranjang. Papanya juga tertidur disofa, Sera tak bisa melihat pemandangan seperti ini. "Maa," panggil Sera, ia mengelus tangan Citra yang kini tengah menggengam tangan miliknya. Mendengar suara sang anak, Citra terbangun dan terkejut mendapati Sera yang sudah duduk bersender. Perempuan hampir berumur setengah abad itu bangkit dari kursinya dan duduk ditepi ranjang Sera. Tangan Citra masih mengengam kuat telapak tangan Sera. "Kamu udah enakan?" tanya Citra lembut.&
Fikri berjalan dengan langkah panjangnya menuju kamar Sera dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam kantung celana. Lelaki berusia lebih dari setengah abad itu langsung menemui cucunya setelah bertemu dengan Arsya. Perlahan-lahan pintu itu terbuka olehnya, bisa Fikri lihat jika Sera tengah duduk dihadapan meja riasnya. Hati Fikri seolah ditikam benda berat, ia menampar cucunya sendiri. Fikri menyesal telah menampar Sera apalagi menjelek-jelekannya, ia berjalan menuju tempat dimana Sera berada. Fikri mengelus rambut, Sera dan membuat Sera kaget. "Kakek," ucap Sera, perempuan itu langsung berdiri agak menjauh dari posisi Fikri. Sera bingung mengapa Fikri berada di kamarnya. Sementara, Fikri ia termenung melihat sikap Sera. Dulu cucunya itu selalu memeluk dirinya, dan sekarang dia berdiri dengan posisi yang jauh darinya. "Sera, ngak mau peluk Opa?" tanya Fikri mencoba untuk
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya. Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra. "Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya. "Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak. Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya. Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana. "Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana. "Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya. "Aku akan dijemput oleh Arsya," ucap Sera. Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia seger
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga." Degg Degg Sera terpaku ditempat, berharap ia salah dengar. Otaknya seakan tak berfungsi, hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. Semua diam dengan posisi masing-masing, Sera dengan wajah polosnya menatap Arsya. Sedangkan Arsya, lelaki itu menatap Sera dengan pandangan yang sulit diartikan. "Jawab peryataanku Sera," ucap Arsya geram. "Ha?" tanya Sera dengan mulut terbuka. Arsya mengulangi ucapannya dengan menggunakan batin. Benar, Sera tak salah dengar lelaki itu mengajaknya menikah. Entah ucapannya benar atau hanya tipuan belaka. "What? Kita musuh dan kau mengajakku menikah?, yang benar saja?!" maki Sera setelah ia sadar apa yang diucapkan Arsya tadi. "Itu pernyataan bukan pertanyaan," tutur Arsya tersenyu