***
Pagi itu, terpaksa aku harus membawa Tiara ikut bersamaku. Ia tidak bisa memberikanku jaminan pasti kalau dia tidak akan memberikan pernyataan tersebut. Alhasil, semua rencana yang sudah kususun sejak awal tak berjalan lancar.
“Kamu membawa lagi orang kemari?” tanya Nathan, pria itu datang menghampiri tatkala melihatku berjalan seraya menggendong seorang wanita, Tiara di dekapanku.
“Kamu pasti mengenalnya,” ujarku.
Pria itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, wajahnya menegang dan kedua bola matanya membulat tajam. Ia melihat kehadiran Tiara yang tak sadarkan diri di hadapan wajahnya, ia mengingat betul kalau aku tidak ingin bertemu dengan Tiara secara langsung.
“Apa dia mengetahui identitasmu?” tanya Nathan, kesal menatapku tajam.
“Ya begitulah, aku perlu melakukannya untuk membungkan mulut Tiara,” jawabku, lirih.
“Apa kamu gila?! Dia bisa saja membocorkan keberadaan Pres
“Kenapa aku harus pergi dari sini?” tanya David, bingung.“Aku tidak ingin orang-orang mengira kamu masih hidup. Aku akan memalsukan kematianmu dan kamu bebas hidup dengan identitas yang baru,” balasku. David terdiam mendengar penjelasanku, hanya itu satu-satunya pilihan yang kuberikan padanya jika dia ingin tetap hidup.Aku ajak dirinya keluar dari ruang tersebut dan berjalan menuju meja makan yang berada di lantai dasar. Namun, ketika hendak menuruni tangga, ia menolak ajakanku dan meminta waktu untuk memikirkan itu sendiri.Itu yang ia pinta dan aku menghargai keputusannya, lagi pula aku juga banyak berterima kasih atas pengakuannya di siaran tadi, tidak banyak orang berani yang mampu melakukan dan mengakui kesalahannya sendiri.Ia berjalan ditemani seorang pengawal yang sudah kutugaskan untuk tetap bersama David. Ketika aku tengah fokus memandang pria tua itu dari bawah, Nathan tiba-tiba mengejutkanku dengan ditemani beberapa o
“Mengorbankan hidup kalian untuk orang lain? Apa semudah itu kalian menyerahkan nyawa pemberian dari tuhan?!” bentakku.Aku benar-benar marah saat ini, tak hanya keluarga David tetapi Tiara juga ikut memohon ampun untuk nyawa pria tua penjahat tersebut.Aku berpikir, apa bagusnya dia dibandingkan dengan nyawanya? Dia juga tidak akan mengingat Tiara yang sudah menyelamatkan nyawanya.Sungguh sia-sia.Tiba-tiba kepalaku begitu pusing, telingaku berdengung dan pandanganku mulai berat. Tanganku bertumpu pada sudut meja untuk menahan agar badanku tidak ikut terjatuh.Sontak aku melepaskan senapan dari genggamanku dan langsung diraih oleh Tiara, wanita yang tadi memohon ampun kepadaku, kini berbalik mengacungkan senapannya padaku, mengancamku atas kejahatan yang jauh lebih banyak dibandingkan David.“Semua kejahatan di negeri ini berawal darimu. Aku tidak akan keberatan membunuhmu saat ini juga,” ancam Tiara.Wanita
***Sudah dua hari aku terbaring di kasur rumah sakit. Dokter yang memeriksaku sudah melakukan CT-scan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkiraan dokter pribadi yang kupanggil tempo hari.Tukak lambung, penyakit yang terjadi karena adanya infeksi di dinding lambung akibat bakteri. Ia menjelaskan penyebab terjadinya penyakit tersebut, salah satunya adalah konsumsi minuman beralkohol.Aku sadar. Belakangan ini, aku banyak minum-minuman beralkohol, aku kira aku baik-baik saja hingga kejadian ini terjadi.Untuk menjaga kesehatanku agar semakin membaik, Violet terus menemaniku di ruang perawatan ini, terkadang Nathan yang berjaga menggantikannya.“Parlemen sedang sibuk-sibuknya saat ini,” ucapku tatkala melihat pemberitaan di tv yang banyak mengulas seputar penunjukan Presiden pengganti David.Hingga saat ini, mereka masih belum menemukan keberadaan pria tua itu. Jika pun mereka berhasil, mereka hanya akan menemukan jasadnya y
*** Satu minggu kemudian Pergantian kepemimpinan di Cincin Hitam terjadi. Tanpa hadirnya aku, dewan komite yang sudah kubentuk mengesahkan Violet sebagai penerus organisasi Cincin Hitam yang terselubung sebagai organisasi masyarakat pembela rakyat kecil. Mereka katanya menyambut dengan baik pergantian kepemimpinan tersebut, bersuka cita dan membuat pesta meriah untuk merayakannya. Itulah yang kudengar dari Nathan yang belakangan sering mengunjungiku, lebih sering ketimbang Violet. “Baguslah. Keadaan pemerintah juga semakin membaik, meski Yudha tidak naik menjadi Plt Presiden, tetapi ia tetap memegang kendali parlemen menggantikan Stefano,” balasku. Perkembangan tubuhku semakin membaik dari hari ke hari, Dokter sudah memperbolehkanku makan-makanan keras dengan syarat harus dikunyah secara halus. Bahkan dengan kondisiku yang seperti ini, dalam beberapa hari ke depan aku mungkin diperbolehkan untuk pulang. Pagi itu, udara hangat m
Kamis, 21 Oktober 2021 Setelah menghabiskan kurang lebih lima bulan menulis –terkendala tugas perkuliahan dan sebagainya. Serial PARTNER IN CRIME resmi tamat kemarin malam, rasanya begitu lega dan menyenangkan bisa memberikan hasil akhir yang sesuai dengan keinginanku. Namun, cerita ini masih menyimpan beberapa kekurangan dan plothole di berbagai sisi. Oleh karena itu, penulis meminta maaf sebesar-besarnya jika ada cerita atau scene yang tidak dijelaskan secara detail. Tentu hal ini berkaitan dengan alur cerita agar tidak melenceng dan tetap di jalur utama kisah Revan dan Tiara. Dasar dari ide saya membuat cerita perselisihan ditambah dengan romansa antara Mafia dan Polisi tak lain adalah nuansa yang baru, menciptakan kisah baru yang segar dan anti mainstream di kalangan pembaca yang banyak didominasi oleh cerita-cerita CEO, silat, dan sebagainya. Saya memang tipikal orang yang menyukai perbedaan dalam suatu perkumpulan, platform membaca online adalah perkum
Singapura, 28 Oktober 2031Di salah satu sudut tersembunyi di Singapura, kawasan yang terkenal dengan perkampungan kumuh di tengah daerah industri megah dan gedung pencakar langit. Di tempat itu terlaksana pertemuan rahasia antar pemimpin organisasi dunia gelap se-Asia Tenggara.Aku datang bersama dengan ajudanku, Reno Zagreb dan beberapa pengawal yang sengaja kubawa karena tingkat kerawanan daerah tersebut. Kupijakan kaki di tanah kotor, berlumpur dan tergenang tersebut dengan pasrah.“Seharusnya mereka sudah berada di sini, kan?” tanyaku.Reno yang berada di sampingku hanya bisa mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Kulihat waktu mulai bergulir dengan cepat dan belum ada satu kepala yang datang untuk menyambutku. Sungguh penghinaan yang besar!Aku melanjutkan langkahku menyusuri setiap gang sempit dan gelap di daerah tersebut. Sesekali pandanganku tidak bisa lepas dari bayang-bayang kehidupan suram warga yang menetap di
***Pertemuan para pemimpin mafia se-Asia Tenggara itu berakhir ketika Pemimpin Perhimpunan Mafia Asia, Dong Yon Ji, pergi meninggalkan ruangan tersebut.Kuarahkan pandangan mata ini ke jam dinding besar yang berdetak dengan suara nyaring, waktu menunjukan pukul 7 malam waktu Singapura.Kaki ini langsung menopang tubuhku yang berdiri berbarengan dengan para pemimpin lain. Nyonya Missa sedari tadi terus saja melirikku dengan tatapan vulgarnya, kurasa ia terus melakukannya ketika Dong sedang berbicara selama pertemuan.“Apa kita akan pergi malam ini atau besok saja, Tuan Revan?” tanya Reno.Ia berjalan dan berdiri tepat di sampingku. Aku masih memerhatikan gerak dari Nyonya Missa yang sungguh menggoda batin. Harus kuakui dia memang wanita menarik, tapi kepribadiannya membuatku muak melihatnya.“Apa aku mengganggumu, Tuan Revan?” tanya Reno, wajahnya menyadariku yang sedari tadi terus menatap Nyonya Missa.“
Landing di Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa orang berpakaian bebas mendatangiku yang baru saja keluar dari garbarata. Mereka semua menundukan kepalanya ketika aku memandang satu persatu wajah dari mereka. Seorang wanita datang memberikan laporan terbaru selama aku tidak berada di Indonesia. Aku bisa melihat hasil dari laporan tersebut, saham yang dimiliki oleh beberapa petinggi Cincin Hitam jatuh dengan drastis. Kuduga ini pasti akan terjadi, karena kejadian pembunuhan yang menimpa Anggota Dewan Lukman sangat mempengaruhi harga saham. Kubanting dokumen tersebut dengan kesal, kuperhatikan wajah seluruh orang di depanku, mereka tidak bisa berkata apa-apa selain diam dan mematung. Kupijat pelipis kanan seraya memejamkan mata, “Sudahlah, biar aku yang memikirkannya nanti. Kalian boleh pergi.” Mereka dengan sigap langsung membalikan badan, berjalan meninggalkanku dan dua orang di sampingku. “Siapa sebenarnya yang bermain-main denga