Pintu terbuka. Senyum manisnya mengembang saat Darren menoleh ke arahnya dengan tatapan mata yang begitu tajam."Pak Darren? Pak Darren ngapain di sini?" tanya Natasha menutup pintu."Darimana? Bagaimana bisa ponsel kamu tinggalkan begitu saja di sini?" Darren menenteng ponsel milik natasha yang tergeletak di atas meja tamu."Hehehe, iya, Pak. Tadi, mama ayu ngajak saya pergi. Eh, tak taunya ponsel saya ketinggalan. Sesampai di tujuan, saya gabut sekali, Pak. Karena ponsel saya ketinggalan," cerita natasha duduk tepat di depan Darren. Meraih ponsel miliknya yang dekat dengan atasannya tersebut."Lain kali, jika kamu pergi di saat cuti kerja. Setidaknya, kamu bisa bilang padaku, Natasha!" ucap Darren menegaskan.Natasha mendongak. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat pernyataan itu keluar dari mulut Darren."Bukankah bapak sendiri yang bilang, untuk tidak saling mengganggu di saat cuti?" "Tapi, kenapa kamu melanggarnya?" tanya balik Darren yang tak mau di salahkan.N
"Dia benar-benar melindungiku!" lirih Natasha yang diam-diam ingin mencium kening Darren. Namun, tak sampai menempel di kening, Darren sudah terbangun dari tidurnya."Apa masih kurang ciumanku semalam?" tanya Darren yang membuat tubuh Natasha seakan kaku.gshshshhs"Aduh, bagaimana ini? Aku harus jawab apa?" tanya natasha dalam hati."Apa kamu menginginkannya lagi?" tanya Darren membuat tawa natasha pecah."Haha, apaan sih, Pak! Saya tuh mau membenarkan alisnya bapak doang. Ih, bapak mah mulai baper, ya?" ucap Natasha mengelak. Raut wajahnya memerah seketika saat darren menatapnya dengan tatapan yang begitu dalam." Ingat lho, Pak! Bapak sendiri yang bilang untuk tidak baper di antara kita!"Darren tersenyum tipis. Ia sangat suka dengan ekspresi natasha yang salah tingkah. Sangat lucu!"Bukankah kamu yang sudah mulai baper duluan?" tanya Darren seraya menangkupkan kedua tangan di dada."Heh, Saya?""Heem.""Mana mungkin saya baper, Pak! Bapak kali yang ba-per. Argh, sudahlah! Daripada b
"I love you bei .... Haaaaaaaaa!" teriak Natasha spontan duduk sembari menutup tubuhnya dengan kedua tangannya."Pak Darren, kenapa pak Darren masih ada di sini? Bukankah, aku bilang untuk keluar jika sudah setengah jam berlalu?" Darren berpaling sejenak. Alih-alih tak mau mendengar ocehan natasha, ia bergegas keluar tanpa sepatah kata pun yang terucap.KlekPintu kamar tertutup. Natasha menghela nafas berat seraya menahan rasa malu yang seakan berkumpul menjadi satu dalam tubuhnya. Berlari dan mengunci pintu kamarnya segera.Perlahan, ia menunduk menatap dirinya yang begitu seksi. Tubuhnya seketika meremang ketika teringat tatapan Darren kepadanya beberapa menit yang lalu."Sumpah! Malu banget aku," gumam natasha menghela nafas berat.Drt ...Drt ...Natasha melangkah. Ia meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. "Satu jam lagi, kita ke Bogor! Aku tunggu kamu di rumah!"Natasha mendongak. Tatapan matanya beralih ke arah jendela kamarnya yang terbuka. Terlihat begitu jela
"Yang pasti, panggilan itu tak terucap untuk mantan kekasihmu!" pinta Darren dengan tegas.Natasha merapatkan bibirnya. Tangannya mengepal, menopang di dagu seraya berpikir.",Ehmmmm, bagaimana kalo aku memanggil ba ... eh ... kamu dengan panggilan honey, baby, atau ...." kata Natasha terhenti."Mas, panggil saja mas Darren. Itu jauh lebih baik daripada panggilan yang kau sebutkan barusan," ucap Darren dengan pasti."Mas? Haruskah aku memanggilnya mas Darren?" tanya batin natasha seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Tidurlah! Kumpulkan tenagamu untuk berakting di depan para klienku nanti," kata Darren membuat natasha terkejut."Kenapa saya harus berakting di depan klien? Bukankah dalam kontrak, aku hanya bersandiwara di depan ....""Kata siapa? Apa kamu tidak membacanya sampai selesai? Aku juga mencantumkannya dengan jelas, jika kamu akan menjadi kekasihku di depan semua orang," kata Darren mengejutkan natasha.Lentik indah bulu mata natasha tak berhenti mengerjap. Bibirnya me
Natasha mendongak menatap ke arah mall yang berdiri kokoh di hadapannya. Sebuah perusahaan yang mungkin bisa menerimanya untuk bekerja."Semoga saja aku mendapatkan pekerjaan di sini. Entah itu menjadi apa, aku akan menerimanya. Meskipun gajinya sedikit sekalipun, tak apa. Yang penting aku mempunyai pemasukan untuk makan sehari-hari. Sungguh, rasanya sangat lelah tubuhku ini, hampir satu minggu mencari pekerjaan, tak ada satupun perusahaan yang mau menerimaku. Apalagi, uangku sudah menipis," gumam batin natasha seraya mengerucutkan bibirnya.HuftHelaan nafas mulai keluar dari hidung dan mulutnya. Sudut bibirnya mengembang dan mulai melangkah memasuki mall tersebut."Semangat natasha semangat! Kamu pasti di terima!" ucap Natasha mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri.Sesaat, langkah kakinya terhenti ketika melihat lelaki yang begitu tak asing baginya. "Bukankah itu om Angga?" Natasha berjalan mendekat. Memastikan orang berseragam serba hitam itu pamannya atau bukan
Satu bulan kemudianKring ... Kring ...Dengan mata yang masih terpejam, Natasha meraih jam weker yang masih berbunyi tepat di sampingnya. Sejenak, dua bola matanya menyipit melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Waktu dimana ia harus pergi bekerja satu jam lagi."Hah! Rasanya lelah sekali!" Dua bola matanya mengerjap sembari menghela nafas panjang. Seakan mengumpulkan tenaga yang telah hilang akibat mimpi yang datang. "Huft! Rasanya tulangku remuk semua. Ternyata begini rasanya menjadi seorang security. Aku kira hanya duduk manis sambil melihat orang-orang belanja. Ternyata tidak!" gumam Natasha seraya merapatkan bibirnya."Tapi, seru juga sih! Setiap kali ada pencuri, tangan dan kakiku seakan tak mau diam untuk menghajarnya. Seperti yang ada di film-film," ucap natasha tersenyum senang. Ia mulai berbalik meraih guling, mendekap dan menatap ke arah boneka kecil yang terpajang di atas meja. Sebuah boneka yang telah menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. Sesaat, ia
Alis Darren bertaut seketika. Dahinya mengernyit menatap wanita yang begitu berani menuduhnya sebagai seorang pencopet."Hah, aku tak habis pikir. Melihat orang berpenampilan layaknya kerja kantoran seperti Anda, tapi sangat hobi dalam mencopet. Apa Anda tidak malu dengan semua itu?" Pertanyaan Natasha yang seketika membuat semua orang di sekitar menoleh ke arahnya.Darren menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, ia di permalukan oleh orang yang tidak di kenal tepat di depan semua orang. Sungguh, suatu hal yang sangat memalukan dalam kehidupannya. Sejenak, dua bola manik matanya beralih menatap Natasha dari bawah ke atas."Apa kamu security baru di sini?" tanya Darren memastikan.Natasha tersenyum sinis. Kedua tangannya menopang di dada, menatap lelaki yang harus segera ia tangkap."Apa jawaban itu sangat penting bagi Anda?" Natasha mulai melangkah dan dengan cepat memelintir tangan Darren dan memborgolnya."Apa-apaan ini!" "Sekarang, Anda tak bisa lari lagi!" ketus Na
"Bukan dia?" tanya batin Natasha berpaling. Bibirnya merapat mengimbangi lentik bulu matanya yang tak berhenti mengerjap. Seolah-olah masih tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut pak Angga."Serius, Pak? Bapak sedang bercanda, kan?" lirih natasha memastikan. Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancung natasha saat pak Angga menggelengkan kepala."Lepaskan borgolnya sekarang! Jika tidak, bisa-bisa pekerjaan kita yang akan jadi taruhannya!" Perkataan Pak Angga seketika membuat Natasha takut setengah mati. Bagaimana tidak, jika ia kehilangan pekerjaannya hanya gara-gara kecerobohan yang telah ia lakukan. Bisa-bisa, ia akan menjadi gelandangan di luar sana. Hal yang paling menakutkan dalam kehidupan bagi Natasha Amora."Apa konsekuensinya seperti itu?" bisik natasha memastikan. "Heem. Apalagi berhadapan dengan dia. Bisa hancur kehidupan kita nantinya," jawab pak Angga begitu meyakinkan.Natasha mengulum bibir mungilnya. Pandangan bola matanya beralih menatap ke arah