Sarah berlari untuk menemui Vinka di kamar. "Nona memanggil saya?" tanya Sarah. "Sarah apa kau tau di mana Malvin tinggal?" tanya Vinka. Sarah terdiam mencari alasan agar Vinka tidak menemui Malvin. "Sarah, kenapa?" tanya Vinka. "Nona maafkan saya, saya tidak bisa memberitahu pada anda, karena Malvin sendiri yang menyuruh saya untuk tidak memberitahu, sekali lagi maafkan saya." ucap Sarah mencoba menutupi kebenaran tentang Malvin pada Vinka. Ya, kemarin malam Malvin sendiri yang memberitahu padanya, untuk tidak memberitahu keberadaannya bagaimana caranya. Vinka terdiam menatap ke arah Sarah dengan tatapan serius, Sarah bisa melihat jelas mata majikannya itu mulai berkaca-kaca seperti menahan air matanya. "Baiklah kalau begitu, kau boleh keluar, aku ingin sendirian saja." Vinka mencoba berdiri dari duduknya, berjalan pelan menuju ranjang. "Nona Vinka, maafkan saya." ucap Sarah berjalan keluar kamar Vinka. "Jangan lupa kau tutup pintunya." pintah Vinka."Baik Nona." Sarah menurut
"Siapa? siapa orang yang harus dirahasiakan padaku?" tanya Vinka pada dirinya. Merasa langkah kaki orang itu sudah merasa menjauh, barulah Vinka keluar dari ruangan tersebut dan mencoba menemui Hans. "Paman." panggil Vinka. Hans yang sibuk dengan pekerjaannya melihat kearah pintu dan tersenyum saat mengetahui siapa yang berkunjung. Vinka mendekati Hans dan duduk di kursi khusus tamu. "Vinka, tumben." ucap Hans. Sudah lama Vinka tidak mengunjungi ruangan ini, semenjak ayah dan ibunya terbunuh di ruangan ini, bahkan Vinka masih ingat, suara pistol itu dan suara si pembunuh. "Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka, membuat Hans terdiam. Kebencian Vinka belum hilang, justru ia semakin ingin membalas dendam atas kematian orang tuanya. Itu yang ditakutkan Sarah dan Malvin. Sebaik dan seberapa mereka menolong, tetap saja Vinka akan terus menaruh rasa dendam dalam hatinya. "Kau belum menerimanya?" tanya Hans. "Tidak, tidak akan pernah, sebelum aku melihatnya mati di
DOR! Sebuah peluru menembus kepala seorang pria. Gelas yang ia genggam pun terjatuh dari tangan, membentur lantai. "Aakkh!! Papa!" Wanita itu mendekati jasad suaminya, yang sudah bersimbah darah. "Kalian!! apa yang kalian lakukan!!" DOR! Seketika wanita itu terdiam, saat peluru menembus tepat di kepala. "Berisik." Ucap seorang pria. "Bos." Panggil anak buahnya. Ia menoleh, wajahnya tidak menggambarkan kepanikan sedikit pun saat melihat seorang wanita, dengan rambut hitam sedikit coklat, panjang bergelombang terurai bebas, memakai piyama chemise berwarna putih. Ketiga pembunuh itu memandangi wanita tersebut, salah satu anak buahnya bersiap untuk menembak. Namun, Pria bernama Malvin menahan untuk tidak menembak, anak buahnya pun menurut. "Ayah, ibu?" Panggilnya berjalan pelan, menghampiri mereka, dengan tangan yang meraba-raba udara. "Dia buta?" Bisik salah satu pria. "Ah! Siapa itu!?" Wanita itu panik. "Tugas kita selesai, ayo pergi." Ucap Malvin. "Kita tidak membunuhnya?
Sebuah mobil, memasuki rumah besar gaya klasik dengan dinding berwarna putih, yang memiliki 3 lantai, memiliki halaman yang cukup luas."Wah, besar sekali." Seorang remaja wanita keluar dari mobil tersebut."Selamat datang Tuan, Nyonya Hans." Sambut pelayanan rumah."Kalian sudah taukan, kami kemari untuk apa?""Ya Nyonya, saya tau.""Kalau begitu bawakan barang-barang saya, ayo sayang."Mereka adalah adik tiri Tuan Panduwinata, Hans dan istrinya Monica, ia membawa kedua anaknya ke rumah ini, anak pertama seorang putra bernama Aldo, dan anak kedua seorang putri, Adellia.Seluruh pelayan tidak suka dengan kehadiran mereka, dan kalian akan lihat sendiri alasannya.~🥀~"Sarah? siapa yang berisik itu?""Maaf Nona, Tuan Hans dan keluarga akan tinggal di sini, untuk menemani anda.""Kenapa harus mereka?""Tuan James dan Nyonya Victoria, tidak bisa menemani anda, karena sibuk be
Malvin mencoba menghitung uang yang ia peroleh dari pekerjaannya, yaitu sebagai seorang Mafia. Tentu saja pekerjaan apapun itu, ia bisa jalankan, mau itu baik ataupun buruk, bahkan ia sanggup membunuh seseorang. Walaupun wajahnya sudah dikenali para polisi, namun mereka tidak memiliki hak, jika bukan Malvin yang menyerahkan diri kepada mereka.Tok! Tok!"Masuklah."Malvin melihat orang yang masuk ke ruangannya. Seperti ragu-ragu untuk memberitahu sesuatu."Ada apa Kevin?""Pak, boleh saya ijin keluar markas?""Kenapa kau bertanya pada ku, pergilah."Kevin melihat tumpukkan uang yang sedang di hitung. Malvin melihat anak buahnya."Berapa yang kau inginkan?"Kevin kaget "tidak banyak, hanya satu juta saja."Malvin memberikan uang yang sudah ia ikat dengan rapi, dan memberikannya pada Kevin."Terima kasih Tuan.""Pergilah, jangan pernah mengecewakan Jessie.""Ba, bagai
Remaja laki-laki bernama Zico melihat Malvin tidak percaya dengan apa yang ia lihat matanya yang terbuka lebar, saat sebuah pistol dikeluarkan dari saku celana Malvin, pria dewasa itu mengisi pistol dengan tiga peluru dan menyisakan satu tempat. kening remaja laki-laki itu perlahan mengeluarkan bulir- bulir keringat, melihat Malvin meletakkan pistol tersebut di meja. "Jika kau bersungguh sungguh ingin menjadi anak buah ku, lakukan sesuatu, agar saya tertarik dengan mu." Zico menunduk, senyuman jahat Malvin mulai terlukis dibibir seksinya. "Baiklah." Zico mulai mengambil pistol tersebut, ia arahkan ke tangan kirinya, dan tangan kanannya siap untuk menekan pelatuk tersebut, Malvin bisa mendengar detak jantung remaja laki-laki itu, itu seperti musik untuknya, matanya tidak lepas dari wajah ketakutan remaja laki-laki itu. Zico mulai menelan ludahnya dalam-dalam. Tek! Ia kaget, rasanya jiwanya akan lepas dari tubuh, ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Zico melihat Malvin tidak p
"Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya."Bagaimana, kau tau hal itu akan terjadi!?" Tanya Vinka kesal."Itu sudah terjadi, Tuan Hans jika keponakanmu bersikeras tidak menerima ku, lebih baik aku pergi.""Tunggu!"Hans melihat Vinka "baiklah, kau bisa bekerja mulai hari ini, Sarah, tunjukkan kamarnya.""Baik Tuan."Malvin mengikuti Sarah."Tunggu!" Teriak Vinka.Seluruh keluarga Hans menoleh melihat Vinka. Adellia dan Nyonya Monica memutar bola matanya dan memilih pergi meninggalkan tempat itu."A, aku ingin bicara dengan mu."Semua pandangan ke arah Malvin."Sarah, antar-kan dia ke ruang p
"Tidak mungkin." ucap Sarah tidak percaya, setelah selesai membaca isi dari surat itu.Malvin mengeleng "kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya kedalam saku jasnya. Sarah melihat Malvin."Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran."Aku tidak tau pasti, pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka, dan saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."===============FLASHBACK================Dia adalah Tuan Panduwinata, Bos di sebuah perusahaan swasta dalam bidang pakaian, ia turun dari mobil, mengendong putrinya yang berusia 5 tahun, istrinya pun menyusul suaminya, berjalan menghindari jalanan yang penuh dengan kubangan."Permisi, apa anda tau alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata pada salah satu warga yang sibuk melas kayu.Warga tersebut melihat lembaran kertas yang diberikan Tuan Panduwinata."Jalan luru