Benedict baru saja memulai hidup barunya setelah keluar dari penjara. Mencoba hidup seperti orang-orang pada umumnya, tapi takdir membawanya bertemu dengan seorang gadis dari keluarga kaya yang memaksanya untuk menjadi bodyguard. --------------------- Bekerja di keluarga Softucker adalah impian semua orang, meski hanya sebagai tukang kebunnya. Namun, Ben mendapatkan keberuntungannya dengan menjadi bodyguard putri keluarga terkaya di kota Rotterfort. Semuanya berjalan baik, hingga akhirnya satu per satu rahasia kelam di kota "terkutuk" Rotterfort dan keluarga Softucker terbongkar. Rahasia yang bisa menjungkir balikkan seluruh kehidupan di kota itu. --------------------- MATURE AND EXPLICIT CONTENT! SEMUA TOKOH, TEMPAT, DAN KEJADIAN HANYA FIKSI BELAKA! READERS DISCRETION IS ADVISED!
View MoreElla tidak benar-benar bisa mengingat bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Bau menyengat disinfektan, terakhir ia mencium aroma yang sama adalah saat ia meninggalkan rumah sakit tempat Nana dan Rosaline dirawat. Hal terkahir yang ia ingat adalah wajah seorang pria dan suaranya yang terus berteriak di dekat telinga Ella agar ia tetap membuka mata. Namun, bukan pria itu, pria yang berdiri yang saat ini berdiri di dekatnya hanya diam menatapnya. Sedetik kemudian, ia segera berlari—entah ke mana. Ella mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan seketika ia menyadari di mana dirinya berada saat ini. Sedikit nyeri di bagian perutnya, membuatnya meringis dan memaki dengan suara kecil. Ella berusaha bangkit, tapi kepalanya masih terasa sedikit pening dan entah mengapa tubuhnya terasa lelah sekali. “Radella Softucker? Atau kau lebih suka dipanggil dengan nama Radella Loshen?” Ella menoleh ke arah pintu dan melihat seorang pria—dan Ella yakin, bahwa itu adalah pria yang sama, yang berteria
Kening Ben mengerut saat ia mendapati gudang James sudah dikepung oleh banyak polisi. Lebih dari lima mobil dan puluhan polisi menggrebeknya. Selain itu, puluhan, bahkan mungkin ratusan orang—dan mungkin dari seluruh penjuru dunia dan segala umur—yang terlihat kebingungan ada di sana. Namun, wajah-wajah bingung itu, perlahan berubah menjadi penuh kelegaan dan tangis bahagia. Berulang kali beberapa dari mereka mengucapkan terima kasih pada para polisi. Sedikit demi sedikit, mereka diangkut oleh mobil polisi dan ambulans meninggalkan tempat itu. Melihat kekacauan ini, Ben segera menghubungi Prince dan Grace, meminta mereka untuk menyusul. “Apa yang terjadi?” tanya Ben pada salah seorang polisi yang berjaga. Bukannya menjawab, polisi itu malah meminta identitas Ben dan menginterogasinya. Melihat dan mendengar tingkah serta jawaban Ben yang mencurigakan, polisi itu hendak menggiring Ben ke mobil polisi dan memborgolnya. “Nicholas? Apa yang kau lakukan di sini?” “Jensen, apa yang ter
“Bukankah itu Grace?” tanya Prince, matanya menyipit untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. “Sedang apa dia?” Begitu Ben menepikan mobilnya, Prince langsung turun menghampiri Grace. Di belakangnya, Ben pun menyusul, setelah mengantongi sebuah senapan di saku mantel kirinya. Sedangkan Grace hampir terkena serangan jantung saat melihat dua pria itu muncul di sebelahnya. “Apa yang kau lakukan di sini, Grace?” tanya Prince. “Aku …” “Dan di mana Ella?” lanjut Prince. “Kenapa kau sendirian?” “Dia—” “Apa temanmu itu nekat melakukan hal bodoh?” sergah Ben. “Apa dia pergi ke gudang James sendirian?” Grace mengangguk. “Aku sudah memintanya untuk tidak pergi, tapi Ella tetap bersikeras ke sana. Bahkan aku juga menyuruhnya untuk lapor ke polisi, tapi—” “Nic!” teriak Prince saat melihat Ben tiba-tiba berlari. “Kau mau ke mana?” “Aku akan menyusul si Bodoh Ella!” “Tunggu!” “Sebaiknya kalian tunggu di sini,” ucap Ben. “Kalau aku tidak kembali dalam waktu setengah jam, kalian h
Prince menyambar jaketnya, lalu mengendari motornya seperti orang gila. Ia terus memutar tuas gas di tangannya dan fokus pada kondisi jalan di depannya. Malam ini, Rotterfort masih terasa hidup, karena ada festival tahunan untuk merayakan keberhasilan panen warga. Orang-orang masih asyik mengobrol dengan teman-temannya di kafe, membeli camilan di toko-toko, bahkan pawai hasil pertanian baru saja lewat di depan Prince. Namun, saat ini ia benar-benar tidak tertarik untuk turut berpesta dengan warga, karena ia sedang mengkhawatirkan istrinya yang mungkin saja sekarang sudah tewas! Prince benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Ella yang liar—kalau tidak ingin dibilang gila dan ceroboh. Kesabaran yang dimiliki Ella benar-benar tipis, karena ia tidak bisa menunggu Prince menyelesaikan beberapa urusan di kantor sebelum memenuhi janjinya untuk menemui Ben. Kesabaran Ella yang habis itu, membuat Prince panik seperti sekarang, ketika Grace meneleponnya dan menyadari posisi
Entah sudah berapa lama mereka melaju, Ella tidak tahu, karena sepanjang perjalanan ia memejamkan matanya, terlalu takut untuk melihat kegilaan yang dilakukan Ben. Berkali-kali Ben menekan klakson, diiringi putaran setir yang membuat tubuh Ella terdorong ke samping berulang kali. Pada akhirnya kegilaan itu baru benar-benar berhenti, ketika Ben membuka pintu di sisi Ella. “Turun!” Takut-takut Ella membuka matanya, ia memperhatikan keadaan sekitar dan terkejut saat menyadari di hadapannya berdiri kokoh pagar besi dan bebatuan yang terlihat sudah tidak terawat. Bahkan jalanan yang seharusnya nampak, tertutup oleh tumpukan dedaunan kering yang gugur. Perlahan, Ella menuruti perintah Ben, dan begitu ia menjejak tanah, tangannya langsung bergerak merapatkan mantelnya. Selain sepi, embusan dingin angin musim gugur membuat tubuh Ella merinding dan kedinginan. “Di mana ini?” Ben tidak menjawab, tapi dia menggandeng tangan Ella dan mengajaknya melangkah memasuk
“Kau baik-baik saja?” tanya Ella saat ia dan Prince sudah keluar dari penjara. “Kau yakin?” ulang Ella saat melihat Prince hanya mengangguk dalam diam. Pria itu jadi lebih pendiam dari sebelum mereka datang ke penjara pagi ini. Matanya bengkak—entah berapa lama ia menangis di dalam tadi, tapi Prince tetap berusaha menyakinkan Ella bahwa dirinya baik-baik saja. Ella tidak lagi bertanya, ia melajukan mobilnya menuju kedai Vernon. Hari ini, setelah dari penjara Blackford untuk mendapatkan pengakuan Arian, rencananya mereka akan bertemu dengan Ben di kedai. Begitu sampai, Prince dan Ella langsung turun dan masuk. Ella menyapa Peter sebentar sebelum akhirnya mengajak Prince menuju meja yang berada di pojok paling dalam. “Bagaimana?” tanya Ben tanpa basa-basi. “Apa kau sudah mendapatkan yang aku mau?” Ella menggeleng. “Aku tidak bisa tiba-tiba bertanya pada James di mana lokasi operasinya.” “Kalau begitu kau tidak berguna untukku dan lebih baik aku melakuka
Kedua mata Ella membelalak mendapati Ben sudah berdiri di depannya. Rahang pria itu mengeras dan matanya menatap tajam penuh amarah pada Ella, seolah siap melahap dirinya hingga tak bersisa. Entah bagaimana, pistol yang semula ada di tangan Ella, kini berpindah ke tangan Ben dan tanpa berpikir dua kali, pria itu langsung melemparkannya ke danau.“Apa pedulimu?” sungut Ella. “Kau urus saja tunanganmu.”Tanpa sepatah kata pun dan mengabaikan penolakan Ella, Ben menyeretnya menuju pondok. Ben membuka paksa pintu pondok dan menarik masuk Ella. Ia mendorong Ella menuju sofa, lalu menyusul dengan duduk di hadapan wanita itu. Tatapan nyalangnya berhasil membuat nyali Ella menciut.Semenit, lima menit, dan untuk menit-menit selanjutnya, tidak satu pun dari mereka mulai berbicara. Suasana menjadi semakin canggung dan membuat Ella tidak nyaman. Takut-takut, ia melirik Ben, lalu buru-buru membuang muka. Berada sedekat ini dengan orang yang kau cinta
Ella tidak peduli lagi dengan jarum speedometernya yang sudah menunjuk angka 100. Ia masih terus menekan pedal gas dalam-dalam untuk sampai di kantor James. Begitu gedung tahta keluarga Softucker itu terlihat, Ella mulai mengurangi kecepatannya dan berhenti tepat di depan lobi. Ia segera turun dan berjalan masuk, tapi dua orang penjaga lebih dulu menghadangnya. “Kalian tidak tahu siapa diriku?” Dua orang bertubuh besar itu saling menatap, lalu salah satunya menjawab, “Kami tahu siapa Nona. Namun, Tuan James Softucker sedan gada tamu dan berpesan untuk tidak diganggu.” “Jadi menurut kalian, aku adalah gangguan?” tanya Ella kesal. “Aku adalah Radella Softucker, anak dari Ernest Softucker, pemilik sah gedung ini! Bahkan aku bisa langsung memecat kalian!” Namun, dua pria itu tetap bergeming dan semakin membuat Ella kesal. “Di mana Lucas dan Dave?! Kalian harus belajar dari mereka!” “Dua pengawal Nona sudah tidak lagi bekerja di sini.” “Sej
“Kau sudah tahu tentang diriku?” Ella mengangguk dengan mata yang menerawang jauh. “Ini,” ucapnya seraya mengambil lembaran foto yang ia bawa dari rumah Ben. “Aku tahu siapa ayahmu dari foto-foto di rumah Ben. Ayahmu—maksudku Arian, Max, dan Sam adalah teman. Mereka merencanakan perampokan malam itu.” Prince menatap lembar demi lembar foto yang diberikan Ella. Wajah-wajah yang sama, yang ia lihat di berkas yang diberikan James padanya. “Aku turut prihatin, Prince.” “Kenapa?” bingung Prince. “Maksudku, Arian juga menjadi penyebab kau kehilangan orang tuamu.” “Ya, ucapanmu benar. Tapi, kau dan aku, kita sebenarnya adalah korban dari kebiadaban orang dewasa.” Ella menghela napas. “Mendengarmu berteriak pada ibumu, membuatku sadar bahwa kau tidak jauh berbeda denganku. Kau terjebak dalam situasi ini dan kau ingin membuktikan pada keluarga Loshen seberapa pantas dirimu, tapi semuanya terlihat konyol, saat kebenaran tentang masa lalu kita terbongkar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.