“Kalian pulanglah, aku dan istriku akan menginap di hotel,” kata Alex kepada Lily dan Frans.Lily yang duduk di kursi dalam ruangan Frans itu terkejut. Dia sama sekali tidak berani tidur di rumah itu sendirian, Randy tidak mesti pulang ke rumah itu setelah hubungannya dengan nyonya Rima membaik. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah barunya.Sementara di rumah itu selain Lily tidak ada lagi asisten yang lain. Tidur di rumah besar itu sendirian, sama seperti uji nyali. Lily tidak berani melakukannya terlebih hanya berdua saja dengan baby Ryu.“Tuan, mana aku berani,” aku Lily dengan raut takut. Belum apa-apa dia sudah ketakutan.Rumah baru Alex memang sangatlah besar. Tiga kali lipat dari apartemennya. Pembelian rumah baru itu dilakukannya supaya tidak diungkit lagi oleh saudara tiri mendiang ayahnya, tuan Harry Fernando, orang yang selalu saja mencari celah untuk bisa menguasai peninggalan tuan August.“Frans, kamu temani dia.”Frans langsung menunjuk hidungnya dengan ekspresi
Laut yang begitu tenang adalah suatu pertanda badai besar akan datang. Begitupun dengan kehidupan, semuanya mempunyai gelombangnya, semuanya mempunyai rintangannya.Di Aulin Company.Alex terdiam membaca caption pada sebuah postingan. Dahinya mengerut berkali-kali. Otaknya menegang, seperti mencerna dengan begitu sulit setiap apa yang dibaca.Alex ingat betul bagaimana ketika dirinya mendatangi Lyra dengan tujuan ingin memperbaiki hubungan mereka. Lyra, justru sedang bersama dengan pria yang usianya lebih tua darinya. Dia menganggap Alex seperti angin lalu, bahkan setelah keributan terjadi pun matanya seolah enggan untuk melirik walau hanya sedetik.“Biarkan, dia mau mati atau apa paun itu sama sekali bukan urusanku. Aku sudah selesai dengannya. Jangan pernah kamu hadirkan lagi dia di dalam hidupku Frans!” tegas Alex memperingatkan.Dia berbalik menghadap ke jendela luar. Tatapan penuh kemarahan yang berpendar membuatnya gusar. Kedua tangannya saling bertaut namun rahangnya gemeretak.
“Iya, kamu memang anak kandung dari tuan Andreas.” Nyonya Rima mengakui hal itu di meja makan saat dirinya dan keluarga barunya duduk di sana.Randy, dia mengatur nafasnya, berusaha untuk tidak menggebrak meja. Kepalanya terasa mendidih. Desirannya terasa sampai ke ubun-ubun.Kedua tangannya mengepal di atas meja, dengan rahang yang mengeras, dia menahan amarah. Menatap dua orang yang duduk di hadapannya sambil berpegangan tangan dan sesekali bertukar pandang dengan romantis.“Jadi aku ini anak hasil perselingkuhan?” tanya Randy dengan tatapan nyalang.“Tidak sepenuhnya seperti itu, Harrison juga berselingkuh, dia bahkan sampai mempunyai Derina Randy. Dan kita terlantar gara-gara itu. Lalu apa salah kalau ibu mencari kebahagiaan ibu?” tanya nyonya Rima tanpa rasa bersalah sama sekali.“Ibu juga manusia Randy, selama ini ibu hanya terbuka tentang sikap Harisson kepada kakakmu. Tapi, kakakmu juga tidak tahu kalau kamu adalah darah daging suamiku ini,” kata nyonya Rima sambil menatap waj
“Apa sudah mengering Dude?” tanya Alex kepada sahabatnya yang baru saja memeriksa dan melepaskan perban di perut Renata setelah 3 bulan pasca melahirkan.“Sudah, baik sekali. Hanya tinggal rajin mengoleskan salep ya. Tapi meski begitu tetap harus diperhatikan untuk gerak dan juga angkat-angkat barangnya. Jangan terlalu memaksakan Rena,” kata Dude memberikan nasehatnya.Renata mengangguk pelan, dia duduk bersandar di headboard sementara Alex yang menggendong baby Ryuga. Ayah satu anak itu begitu perhatian kepada istri dan buah hatinya.“Dengarkan itu Sayang, jangan suka memaksakan. Kamu itu suka sekali membantah kalau diperingatkan.” Alex menimpali.“Siapa yang keras kepala, aku hanya merasa aku bisa ya sudah aku kerjakan. Ke sinikan Ryu, aku rasa dia haus.” Renata mengulurkan tangannya meminta Ryuga dari sang suami.“Baiklah, ikut ibumu ya. Ayah akan bicara dengan Dokter.” Alex memberikan Ryuga setelah sebelumnya mencium hangat kening buah hatinya.Alex dan Dude keluar meninggalkan k
“Kamu?”Pertanyaan dan sorot mata terkejut Rena pendarkan. Justin yang menariknya menarik senyuman. Pria yang jauh di dalam lubuk hatinya masih sangat mencintai Renata itu rupanya tak bisa pergi begitu saja dari bayang-bayang manisnya masa lalu mereka.“Iya, ini aku Rena. Aku ingin bicara denganmu.”“Bicara apa lagi Justin, semuanya sudah selesai di antara kita.” Renata menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Dia sama sekali tidak terlihat tegang. Dia terlihat santai menyikapi Justin.Hanya saja, pria di sebelahnya itu sedang berpacu kencang jantungnya, ingatan akan hubungan mereka yang begitu indah kembali. Seperti semuanya kompak bersorak dan membuatnya merasakan ledakan kebahagiaan.Justin mengira, Renata akan membalas cintanya. Dia mengira Renata akan kembali dalam pelukannya. Sayangnya ....“Rena, aku ingin minta maaf tentang malam itu. Seharusnya aku tidak percaya begitu saja pada Derina. Seharusnya aku mencari tahu lebih banyak kebenarannya.”Renata tersenyum, dia lalu meno
Berpeluh keringat, kedua tubuh manusia yang terbuka tanpa sehelai benang yang menutupinya. Keduanya sibuk menahan rasa berat di kepala dengan manik yang saling memicing seakan berusaha mengingat sesuatu namun tidak bisa. Renata, anak dari seorang Harisson, salah seorang pengusaha kaya ternama itu terbaring dengan tubuh polosnya memunggungi seorang pria.Masih samar dalam ingatannya tentang apa yang baru saja dilakukannya semalam. Lalu kini dia belum menyadari jika ada seorang pria yang berada di atas ranjang yang sama dengannya. Dia masih terus memijat kepalanya yang terasa berdenyut.“Ah! Sakitnya kepalaku.” Renata mengeluh sakit sambil memijat pelipisnya dan sebuah suara lain menyahut.“Sama.”Sahutan suara itu seketika membuat gadis berkulit putih mulus itu terperanjat. Dia terbelalak dan dengan cepat meraih bantal untuk menutupi tubuh polosnya. Semua itu beriringan dengan suara jeritan.“A ...!” jerit Renata memecah keheningan. “Siapa kau?” imbuhnya lagi sambil menendang si lelaki
“Sekarang aku harus bagaimana Lex? Sebenarnya semalam apa yang terjadi?” Renata bertanya dengan tatapan mata yang menerawang hampa. Dia menatap ke jendela luar dan terlihat pucat. Alex, dia mencoba mengingat kejadian semalam. Namun, ingatannya hanya berhenti pada saat dia mengantar Renata memesan kamar hotel. Setelahnya, yang dia ingat adalah kejadian pagi tadi di mana dia dihajar oleh tunangan nona majikannya. “Sshh ....” Alex mendesis memegangi sudut bibirnya yang terasa begitu perih dan ngilu. “Aku juga sama sekali tidak tahu, yang aku ingat semalam di acara pesta itu semuanya baik-baik saja. Kita memang minum, tapi aku tidak minum sebanyak itu sampai bisa mabuk dan hilang kesadaran.” Renata melirik sinis pada pengawalnya itu lalu memukul kepala Alex dengan tas tangannya. Satu-satunya benda yang ia miliki saat itu. “Argh! Semua ini gara-gara kau!” Rena melampiaskan kemarahannya. “Aduh! Hentikan! Apa kurang puas melihatku dihajar oleh tunanganmu tadi hah?” sembur Alex sembari m
Melangkah kaki wanita cantik yang masih tertatih dan sangat hati-hati. Renata bahkan sesekali mendesis merasakan sensasi pedih di bagian inti miliknya. Dia tidak mengira akan sesakit itu efeknya. “Apa sakit sekali Nona?” tanya Alex dengan polosnya memicu kemarahan seorang Renata. Gadis manis nan anggung yang nyatanya bisa marah juga. “Jelas saja ini sakit. Kau tahu aku sampai menahan buang air kecil dari tadi,” desis Rena sambil menahan rasa sakitnya. Alex yang juga tidak mempunyai pengalaman tentang hal seperti itu pun hanya bisa melongo. Entah apa yang dipikirkannya, namun dia terlihat kosong dan tetap tidak mengerti apa-apa. “Apa iya sesakit itu? Aku biasa saja,” lirih Alex berbicara merasakan apa yang dirasakannya sisa semalam yang sama sekali tidak terasa sakit sama sekali. Rena yang kesal akan kepolosan Alex itu pun menampol kepala pengawalnya dengan tangan kosong. Alex sama sekali tidak merasakan sakit, akan tetapi Renata yang merasakan sakit dibagian tangannya. Alex sudah