Share

Perginya Istriku
Perginya Istriku
Author: Goresan Pena93

Bab 1

TAK DIANGGAP

"Mas, kenapa duduk di sana?" tanya Indri saat mereka tengah berada di kamar. Indri menunggu lelaki itu sejak satu jam terakhir. "Sini, dong, sama aku." 

"Nanggung." Rasya menjawab tanpa menoleh. Ia duduk di sofa kamarnya. Sibuk dengan benda pipih di kedua tangannya.

"Bagaimana aku bisa menjadi istri yang baik, Mas, kalau kamu mengabaikanku setiap aku mengajak." Indri lama-lama kesal.

Rasya masih diam. Dia tidak menoleh. Entah tak dengar atau sengaja karena geram dengan ucapan Indri yang mulai berani.

"Mas, aku mau pulang." Kalo ini Indri ingin mengutarakan isi hatinya.

"Pulang-pulang! Memangnya kamu punya uang? Pulang ke rumah Ibumu itu perlu banyak uang. Ibumu kan mata duitan."

Indri mendelik. "Mas!" Napas Indri tersengal-sengal. Sesak dadanya mendengar ucapan Rasya barusan. "Kalau kamu mau menghina, hina saja aku. Jangan Ibu!" Indri meletakkan kembali baju-baju kecil milik Angga yang baru saja kering.

"Memang pada kenyataannya begitu." Rasya mengakhiri pertandingan seru dalam ponsel miliknya. Ia memasang wajah kesal dengan bibir mengatup rapat. Lalu, pergi ke luar dari kamarnya.

Bagai ditampar petir, Indri terisak dalam dekapan malam. Bisa-bisanya sang suami menghina Ibu mertuanya sendiri. Ada rasa penyesalan setelah empat tahun menikah dengan Rasya.

"Allah tidak tidur, Mas! Kau akan mendapat balasan atas setiap ucapanmu. Juga sikapmu yang selalu mengabaikanku."

Bagaimana menurut kalian, bila seorang istri yang meminta haknya tetapi malah diusir serta dimaki oleh suaminya. Hancur bukan? Tuhan menciptakan bibir lelaki bukan untuk memakai apalagi seorang istri. 

Tak ingin diganggu dan menelantarkan hak istri dan anak. Lebih senang bersama benda pipih miliknya tanpa peduli orang-orang yang membutuhkan kasih sayangnya. Sosok pemimpin yang diharapkan, sudah tak ada lagi di diri Rasya. Lelaki berumur 30 tahun itu, sejak mengenal Game Online dia betah berjam-jam memainkannya. Bahkan hingga menjelang subuh.

Walaupun jatah kebutuhan dapur terpenuhi, istri dan anak membutuhkan sosok pemimpin dan pembimbing. Ia tak jarang bermain tangan dengan anak dan istrinya bila merasa terganggu ketika sedang bermain Game. Emosi yang tak dapat ia kendalikan membuatnya sering mengeluarkan kata-kata menyakitkan.

Tak jarang ia menolak ajakan istrinya--- Indri. Mungkin memang wanita bisa sedikit menahan gejolak itu. Tetapi sampai kapan? Wanita butuh kejelasan dan tanggung jawab.Tidak sekadar memberi makan, jika lelaki telah berani berikrar di hadapan kedua orangtuanya untuk menjaga dan bertanggung jawab, seharusnya ia menjalankannya.

Akan tetapi berbeda dengan Rasya, dia sudah tak ingin tahu lagi apa tugas dia sebagai seorang pemimpin rumahtangga. 

Belum lagi Indri mengalami Baby Blues pasca melahirkan anak pertamanya, mertua yang tak mau membantu mengurus bayinya yang masih merah, semakin membuat Indri makan hati setiap hari. Wanita pasca melahirkan butuh dukungan untuk tetap kuat dan menjaga kewarasan karena kondisi yang masih lemah serta kepayahan yang dialami.

Sebenarnya sudah sejak lama Indri meminta izin kepada Rasya agar melahirkan ditempat Mamanya. Akan tetapi ego Rasya melarang Indri hingga terjadi percekcokan setiap kali Indri mengajak pulang.

Kondisi belum begitu pulih, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Setiap kali mendengar tangisan Angga, anak pertamanya ia merasa stres tak jarang ada fikiran untuk memb**uh bayinya. Agar ia terbebas tanpa beban lagi. Namun, Indri berusaha sadar dan membuang jauh-jauh fikiran itu.

Hari demi hari, bulan berganti bulan Indri tengah mengandung anak keduanya. Kini Angga telah berumur 2 tahun dan 3 bulan lagi menjelang persalinan anak kedua mereka. Hingga saat ini wanita yang kerap disapa 'Ndri', itu masih bertahan di hiruk pikuk rumah tangga yang terasa dingin tanpa warna. Hambar.

Berusaha mengalah tanpa menyakiti hati Rasya, sebab dia adalah lelaki pilihannya sendiri. Indri adalah sosok wanita yang taat agama, dia tahu betul jika menolak ajakan suaminya akan ada dosa besar yang akan ia tanggung di akhirat.

Berharap Rasya berubah menjadi lebih baik dan sadar. Tak lupa setiap selesai sholat ia selalu mendo'akan suaminya agar mendapat Hidayah.

"Mas, makan dulu yuk!" ajak Indri dengan menata piring di meja makan. Sedangkan Rasya masih berkutik dengan kesenangannya.Tanpa menoleh ia menggeret kursi dan mulai melahap makanan yang telah disiapkan oleh istrinya. Lagi-lagi tatapannya hanya terfokus pada benda pipih di tangannya.

"Mama mana?" tanya Rasya kemudian.

"Tadi sudah kupanggil tetapi masih--"

Terdengar hentakan kaki dari belakang mereka tak lain adalah Alma--mertua Indri yang terkenal pedas perkataannya. Mereka menoleh bersamaan.

"Mari Ma...!" Indri menggeretkan kursi untuk ibu mertuanya.Tanpa berkata apapun, Alma membalik piring dan Indri segera menyendokkan nasi untuknya.

Raut wajah garang Alma selalu membuat Indri berkecil hati. Selama menikah dengan Rasya, Alma tak pernah bersikap selayaknya orangtua yang menganggap Indri sama seperti anaknya sendiri.

"Ma...mamam mamam!" Angga kecil mencoba memanggil Indri, menginginkan makan seperti nenek dan Papanya.

Indri menoleh kepada Angga yang sedang duduk dibawah lantai. Ia segera mengulas senyum dan menggendongnya. Dengan perut besar, ia menyuapi anaknya serta mengajaknya duduk di depan televisi.

Rasya tak begitu merespon dengan Angga kecil, ia segera menyambar tas dan kunci mobil serta berangkat ke kantor tanpa pamit kepada Indri. Hanya kepada Mamanya saja.

*

"Ndri, habis ini KB aja deh! Repot ngurus anak masih kecil-kecil gitu. Nanti, siapa yang bakal urus Rasya sama rumah ini?" 

Indri menoleh segera pada wanita yang kini terlihat rapi dengan rambut disanggul. Namun, dia tak bisa menjawab apapun. Kalau ketahuan suaminya, jelas bahaya akan mengancamnya.

"Tolong, Ndri, setrika-in baju ini. Mama mau pergi sepuluh menitan lagi." Alma melempar bajunya tepat di hadapan sang menantu. Dalam hati Indri mati-matian menahan amarah seraya meremas kuat-kuat gagang setrika di ruangan itu.

Selang beberapa detik selanjutnya, Alma pergi meninggalkan Indri yang masih terdiam membisu. 

"Buruan, Ndri!" teriak Alma saat sudah berada jauh.

Indri kesal. Ia sengaja menekan kuat-kuat benda panas di tangannya menempelkan pada kain bertabur manik-manik yang tadi dilempar padanya.

Aroma kebakaran pun tercium jelas. Indri menyeringai tajam. "Sudah cukup, Ma. Kalian membuatku menahan semuanya."

#bersambung

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Bunga Melvina
Kerrn bngt
goodnovel comment avatar
D'naya
Cuss baca marathon
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Kasihan Indri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status