Pagi yang sangat indah. Kanaya terlihat enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Semalam, Yogi memeluk erat dirinya. Meskipun sampai saat ini, mereka belum melakukan malam pertama sebagai suami istri.Kanaya belum tersadar kalau sebelahnya sudah tidak ada Yogi. Melainkan guling yang ditutup selimut."Mbak Naya. Mbak ...," panggil ART sembari mengetuk pintu."Ya ... sebentar!"Kanaya segera beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu."Ini, Mbak, sarapannya. Tadi Mas Yogi yang meminta saya untuk mengantar sarapan buat Mbak Naya.""Mas Yogi? Lha. Mas Yogi 'kan masih tidur."ART yang mengantar sarapan tersenyum. "Mas Yogi sudah berangkat ke kantor dari tadi, Mbak Naya.""Terima kasih ya, Mbak." Kanaya segera mengambil nampan dari tangan Mbak Minah dan meletakkan di atas meja. Lalu balik lagi ke tempat tidur dan menyibak selimut. "Guling? Aku pikir Mas Yogi masih tidur." Drrttt drrrttt drrtttPonsel di atas nakas bergetar. Kanaya pun langsung mengambilnya."Mas Yogi, VC? Tumben."K
Sudah sore, tapi Yogi belum pulang dari kantor. Dia masih sibuk menyelesaikan masalah yang terjadi di perusahaan selama dipegang oleh Zein.Kanaya yang sudah selesai membantu Dina memasak. Dia langsung mandi dan dandan begitu cantik. Malam ini Kanaya ingin menyambut kepulangan Yogi dengan penampilan spesial. Tidak berapa lama, terdengar suara mobil Yogi. Kanaya merasa senang sekali. Akhirnya yang dia tunggu pulang juga.Yogi pun langsung masuk ke dalam kamar. Dia meletakkan tas kerja dan langsung merenggangkan dasi."Ekhem ...." Kanaya berdehem kecil.Yogi hanya diam. Dia sama sekali tidak menanggapi Kanaya. "Mas, kamu capek, ya?" tanya Kanaya dengan mendekatkan wajahnya agar Yogi melihat dia yang sudah dandan cantik.Lagi-lagi Yogi mengabaikan Kanaya.'Ini orang kenapa, sih? Apa karena masalah di kantor? Ya ... percuma dong aku dandan cantik begini. Kalau Mas Yogi saja cuek,' Kanaya pun duduk di sampingnya."Kamu kenapa, Mas? Apa karena masalah kantor yang kemarin?" Kanaya ingin me
Setiap mata kini memandangku. Gunjingan demi gunjingan dari para tamu undangan yang datang dalam resepsi pernikahanku dengan Pak Yogi terdengar begitu jelas di telinga.Bagaimana tidak, Kanaya yang hanya seorang office girl tiba-tiba menjadi istri direktur dari perusahaan besar.Semua tak seindah yang kalian bayangkan. Karena aku dan Pak Yogi memiliki perjanjian. Bahwa pernikahan ini hanya akan berlangsung selama enam bulan. Dan setelah itu aku harus siap diceraikan.Pernikahan macam apa ini?Aku terpaksa menerima tawaran dari Pak Yogi hanya demi mendapatkan uang. Bukan karena aku perempuan matre, tapi semua itu aku lakukan agar bisa membayar hutang orang tuaku dari rentenir.Aku sudah bingung harus mencari pinjaman pada siapa lagi. Gajiku sebagai office girl hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.Sedangkan Pak Yogi sendiri melakukan pernikahan ini agar bisa mendapatkan harta warisan dari kakeknya. Karena menikah
Sebenarnya aku masih sangat mengantuk. Tapi berusaha membuka mata karena mencium bau parfum yang begitu menyengat di hidung.Saking nyamannya tidur di sofa empuk, sampai membuatku enggan bangun dari rebahan.Dengan pandangan masih sedikit samar-samar, aku melihat Pak Yogi sudah berdiri di samping sofa."Pak Yogi?" seruku dengan langsung bangun. "Pa - Pak Yogi kenapa berdiri di sini?" tanyaku pada laki-laki yang sudah terlihat rapi dan tampan serta bau wangi parfum yang melekat di tubuhnya.Tiba-tiba dia memberikan dua amplop cokelat di tanganku."Itu uang enam puluh juta dan dua puluh juta," terangnya langsung beranjak pergi begitu saja."Tunggu!" Pak Yogi langsung menghentikan langkahnya. "Saya cuma butuh tiga puluh juta. Kenapa Bapak memberikan sebanyak ini?" Aku langsung mendekati Pak Yogi dan mengembalikan yang lima puluh juta padanya."Kenapa kamu kembalikan?" tanya Pak Yogi dengan memandangku yang masih
"Pak Yogi, saya belum selesai makan, Pak," terangku dengan menahan diri dari tarikan tangan Pak Yogi."Kanaya, cukup!" jawabnya sembari menutup bibirku dengan jari telunjuknya.Aku langsung terdiam dengan tatapan yang terarah pada laki-laki tampan tersebut. Ih ... apa-apaan sih, Kanaya? Ingat ya, nikah enam bulan saja. Jadi kamu harus benar-benar bisa mengontrol perasaan! ucapku sendiri dalam hati."Sudah, memandang saya?"Pak Yogi terus menggandeng tanganku dan mengajak masuk ke dalam kamar.Ya ampun ... kamar lagi, kamar lagi. Emangnya ngga ada tempat lain apa? Secara rumah sebesar ini.Pak Yogi langsung duduk di sofa tempatku tidur dengan masih tetap menggenggam tanganku.Dia terlihat seperti memikirkan sesuatu yang sangat serius. Aku masih berdiri dengan tangan yang digenggam Pak Yogi, berusaha untuk melepaskan.Bukannya terlepas, tapi justru tubuhku terjatuh di atas tubuh Pak Yogi yang seket
Mobil Pak Yogi berhenti di depan sebuah salon. "Ayo turun!"Aku pun mengekori langkah Pak Yogi. Kami masuk ke sebuah salon yang begitu mewah. "Pak. Bapak mau nyalon di sini?" Pak Yogi hanya diam tanpa menghiraukan pertanyaan dariku.Terlihat beberapa karyawan salon yang sangat cantik. "Pantes nyalon di sini. Karyawannya saja cantik-cantik begitu." Pak Yogi menghentikan langkahnya dan menatapku serius."Kamu bisa diam ngga?"Segera kututup bibirku dengan tangan."Saya minta, kalian rubah perempuan aneh ini menjadi cantik!" pinta Pak Yogi pada karyawan salon."Eh, Yogi. Ada yang bisa kami bantu?" tanya perempuan cantik dengan rambut berwarna cokelat dan postur tubuh yang semampai."O - oh. Aku nganter istriku nyalon."Perempuan tersebut menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Di - dia istri kamu, Gi? Aku denger sih, kamu udah nikah. Tapi ....""Maaf. Pernikahan kami memang dipercepat. Jadi banyak tema
Kakek Jaya tersenyum melihat perubahanku."A - aneh ya, Kek?""Bukan aneh, tapi kamu sangat cantik, Nay. Pantes cucu Kakek terpikat."Aku tersenyum malu menanggapi pujian Kakek Jaya. Sedangkan Pak Yogi, seperti biasa, dia hanya diam dengan sikapnya yang kaku."Kamu betah 'kan Nay, tinggal di rumah ini? Kalau kurang nyaman karena ada Kakek, kalian bisa tinggal di rumah yang satunya lagi. Kakek tidak keberatan. Kalian 'kan sudah menikah."Sebenarnya enakan tinggal di rumah Bapak dan Ibu. Bisa nyantai. Rumah sebesar dan semewah ini tak menjamin rasa nyaman. Apalagi ... punya suami nyebelin, kaku dan sombong, ucapku dalam hati dengan melirik Pak Yogi yang duduk di sampingku.Seketika Pak Yogi menatapku. Dia menggeser duduknya lebih dekat. "Kamu membatin saya?"Aku melihat ke arah Kakek Jaya dengan senyum yang dibuat-buat."Kalian ini. Sudah dekat hampir satu tahun. Tapi masih terlihat kaku."
Pagi ini aku joging dengan Kakek Jaya di depan rumah."Kakek tiap hari joging seperti ini, ya?" tanyaku dengan menggerakkan tangan ke kanan dan ke kiri."Iya, Nay. Sudah jadi rutinitas wajib untuk Kakek. Dulu Yogi selalu menemani Kakek. Sekarang dia terlalu sibuk dengan kerjaannya.""Iya tuh, Kek. Di kamar saja sibuk dengan laptopnya."Kakek Jaya tersenyum dengan pandangan tetap ke depan. "Tapi kamu cinta 'kan Nay dengan cucu Kakek?""Cinta? Pak Yogi itu bukan type Nayla, Kek. Jadi mana mung ... kin." Astaga. Keceplosan. Aduh, Nay ... to*ol banget sih, kamu, ucapku dalam hati dengan menepuk bibirku sendiri.Kakek Jaya langsung menghentikan gerakan jogingnya. "Apa, Nay?"Ma*pus. Tamat riwayatmu, Nay.Belum sempat aku menjawab. Pak Yogi tiba-tiba datang di situasi yang begitu menegangkan."Kek. Besok Yogi sudah mulai berangkat ke kantor lagi." Kakek Jaya tidak menjawab ucapan Pak Yogi. Beliau masih teru