Mentari tidak pernah menyangka kehidupan pernikahan akan serumit dan tidak dipenuhi canda tawa seperti yang dialaminya. Postingan teman-temannya yang sudah menikah di media sosial terkesan bahagia dan menyenangkan. Ternyata semua itu hanya topeng. Di balik topeng kebahagiaan postingan foto-foto dan status yang dilihatnya, terdapat luka, tangis dan ratapan. Mampukah Mentari melanjutkan pernikahannya ataukah harus berakhir pada perceraian?
View MoreSemester baru akhirnya dimulai, semester tujuh, menjelang wisuda. Kesibukan Mentari meningkat. Selain harus mulai menyelesaikan beberapa mata kuliah terakhir, dia juga harus mulai menyusun skripsi.Banyak waktu yang dihabiskannya di perpustakaan kampus, seperti yang sudah diduganya saat mulai berkuliah. Bedanya, sekarang dia sendirian. Namun dia menikmatinya.Dia berusaha fokus pada tujuannya, yaitu memberikan kehidupan yang layak bagi Feliz dengan berhasil wisuda dan bekerja di perusahaan besar.. Tapi, halangan dan godaan untuk menyerah terkadang menghampirinya.Skripsi menguras tenaga dan pikirannya. Dia akan lebih memilih mengurus Feliz sehari semalam daripada mencari referensi dan melakukan penelitian untuk skripsinya.'Pakai bantuan AI aja, Tari,' usul Gempita menggodanya saat Mentari mengeluh dia bertemu jalan buntu lewat Whatsapp.'Bagaimana kalau ketahuan?''Jangan salin mentah-mentah apa yang dikerjakan AI, improvisasi."Mentari pun termakan godaan Gempita. Dia membuka bukan
Fakta yang disembunyikan Argan selama ini menyebabkan kemarahan dalam hati Mentari. Namun dia tidak akan membiarkan kemarahan itu menghancurkan hidupnya. Biarlah hidup Argan saja yang hancur, Mentari akan bangkit sendiri, tanpa memerlukan bantuan keluarga Argan."Bekerja di perusahaan kenalan Papa Argan? Tidak, terima kasih. Dengan usahaku sendiri, aku bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar," ucap Mentari saat mengoleskan krim penangkal nyamuk di tangan dan kakinya.Akhir-akhir ini nyamuk berkeliaran tanpa henti di rumah Mentari. Sekarang di pertengahan tahun, seharusnya adalah musim kemarau, namun beberapa minggu terakhir, cuaca tidak menentu, hujan lebih mendominasi.Saat akan beranjak tidur, dia memandangi Feliz yang terlelap di sampingnya dengan kedua tangan terangkat. Mentari mencium dahinya dan berjanji dalam hati, bahwa dia akan memberikan hidup yang layak bagi buah hatinya itu.Mentari pun memejamkan mata. Peristiwa tadi siang di kantin kembali berputar di kepalanya. S
Berdasarkan penuturan Gempita, keluarga Argan benar-benar bangkrut. Semua aset Papanya disita, bahkan masih meninggalkan hutang berjumlah besar. Itulah alasan sebenarnya keluarga Argan pindah dari Jakarta. Gempita pun baru mengetahuinya beberapa waktu lalu saat acara arisan keluarga besar. Beberapa saudaranya dengan senang hati menceritakan semuanya, tentu saja dengan bumbu-bumbu penyedap dan pemanis."Kenapa bisa bangkrut?" tanya Mentari dengan dahi berkerut."Setelah aku konfirmasikan kembali ceritanya pada Bapakku, kata Bapak, Om terlibat investasi saham dan properti sejak lama, namun keduanya tidak berjalan mulus. Menurut saudaraku, Om kurang paham dunia saham, tidak mengerti cara main yang tepat. Sudah pernah diperingatkan, tapi Om tidak mendengarkan."Tatapan Mentari yang belum puas dengan penjelasan Gempita membuat Gempita menceritakan lebih banyak lagi,"Berdasarkan desas-desus yang aku dengar," Gempita maju mendekati Mentari dan berbisik, "Om pakai dukun."Mata Mentari membel
Akhirnya magang kerja Mentari selesai. Dia mempoleh sertifikat magang dengan predikat baik. Tidak seperti yang diharapkannya, namun itu sudah cukup, setidaknya dia memiliki sertifikat yang bisa memudahkannya melamar pekerjaan nanti.Dia tidak menunggu lama untuk mencari pekerjaan. Dia telah mulai mengirimkan lamaran dengan referensi sertifikat yang didapatnya. Tinggal selangkah lagi untuk wisuda, setahun lagi.Setiap lamaran yang dikirimkannya, tidak mendapat respon baik, bahkan beberapa tidak menanggapi sama sekali. Mentari berpikir untuk melamar kembali setelah memiliki ijazah tahun depan."Bu, bagaimana kalau aku bekerja sambilan?" tanya Mentari saat makan malam."Untuk apa?""Untuk kebutuhanku dan Feliz.""Ibu masih sanggup membiayai kalian, Tari." Ibu meyakinkan Mentari, juga dirinya sendiri."Feliz semakin besar, Bu. Kebutuhannya semakin banyak."Ibu tersenyum mengambil sepotong ikan lagi. "Habiskan ikannya, besok rasanya tidak enak lagi."Ikan balado di mangkuk besar masih bany
Ucapan Cahya yang tidak bisa menahan kemarahan di dalam hatinya, sangat menyinggung Argan.Argan memandangi Cahya dengan emosi meluap. Kedua tangannya terkepal. Andai saja Cahya itu pria, Argan pasti telah menghajarnya. Dia meninggalkan rumah."Selalu melarikan diri seperti itu. Benar kata Kakak, dia memang anak manja," ucap Mentari menatap kepergiannya. Beban di hatinya sedikit berkurang setelah melampiaskannya pada Argan."Tari, kenapa Argan tidak melanjutkan kuliahnya?" tanya ibu yang telah kembali duduk."Itu tadi, Bu, karena mereka sedang kesulitan keuangan sekarang.""Bukankah dia sebentar lagi selesai?" Ibu tidak habis pikir. Pikirannya sama seperti Mentari, relasi mereka banyak, jalan terbuka lebar bagi Argan.Dengan judes Cahya menanggapi, "Dia saja yang malas, Bu. Dia sudah terlambat beberapa semester, kan?""Oh, ya?" Ibu tidak paham tentang perkuliahan dan sistemnya."Iya, Bu, seharusnya dia sudah lulus kuliah tahun lalu," terang Mentari yang menghela napas panjang."Kenapa
Tidak biasanya Argan berada di rumah sore ini. Mentari menemukannya sedang duduk memegang ponsel di teras depan."Tumben kamu di rumah jam segini," tanya Mentari."Kamu ga dengar kata Papa kemarin?" Jawaban Argan membuat emosi Mentari bergejolak."Kalau tidak lanjut kuliah, lalu kamu mau apa?" Suara Mentari terdengar ketus."Menurutmu apa lagi? Di rumahlah."Jawaban yang salah. Mentari hendak menanggapinya, namun ibu terlanjur keluar bersama Feliz di gendongannya."Ibu sudah pulang," bisik ibu di telinga Feliz. Feliz menggeliat meminta dipeluk Mentari."Sebentar ya, Sayang, Ibu cuci tangan dulu."Setelah mencuci tangan, Mentari mengambil Feliz dari ibunya dan kembali ke teras depan, akan berbicara dengan Argan."Kalau kamu hanya di rumah saja, urus Feliz."Mendengarnya, Argan bersungut tak jelas dengan pandangan masih tertuju pada permainan di ponselnya."Kalau begitu cari kerja."Argan berdiri dan meninggalkan Mentari. Mentari mengejarnya ke ruang tamu."Kamu tidak lagi kuliah, tidak
Keluarga kecil itu tiba di rumah orang tua Argan hampir jam dua belas siang. Argan sengaja mengendarai mobilnya lebih cepat dari biasanya untuk mengejar waktu makan siang."Keluargaku tepat waktu. Makan siang selalu jam dua belas pas," pamer Argan dalam perjalanan."Kalau demi mengejar itu dan kita kecelakaan, tidak ada artinya!" seru Mentari yang tidak menyukai cara mengemudi Argan yang asal-asalan melambung kendaraan lainnya.Telah beberapa kali Mentari menegur Argan setelah dia dan Feliz hampir terjungkal ke kaca mobil depan, karena Argan melakukan rem mendadak. Tapi, seolah tidak menganggap Mentari, dia terus melaju dengan kecepatan semaksimal yang dia bisa.Kekesalan membuncah dalam dada Mentari ketika mobil telah tiba, namun dia harus bersikap baik pada keluarga Argan. Bagaimanapun mereka telah menjadi keluarganya juga.Ayah Argan menyambut kedatangan mereka dengan hangat. Dia memeluk Mentari."Bagaimana kabarmu, Tari? Sehat?""Iya, Pak. Tari sehat."Argan menatap Mentari tajam
Argan sesekali pulang dan tidur di rumah, namun tak sekalipun Mentari mengajaknya bicara. Jika Argan bertanya, Mentari hanya menjawab sekedarnya, lalu meninggalkannya. Dia tidak ingin diperlakukan seperti orang bodoh yang bisa diperdayai lagi.Meskipun diperlakukan seperti itu, Argan tidak merasa canggung. Dia malah akan mengajak ibu, Cahya atau Winar bercakap-cakap. Terkadang dia akan melirik Feliz dan mengajaknya bicara sebentar. Saat melihat itu, Mentari hanya menahan emosinya, padahal dalam hati dia ingin meneriaki Argan yang tidak bersikap layaknya seorang bapak."Papa dan Mama ingin bertemu Feliz," ucap Argan saat mereka sedang makan malam suatu hari."Silakan. Mereka bisa mengunjungi Feliz," ucap Mentari datar. Mentari semakin pintar menyembunyikan perasaannya di depan Argan. Kata Cahya, Mentari menjadi semakin dewasa dan sabar. Itu sebuah pujian yang disukai Mentari, karena dia tahu, usahanya sedang membuahkan hasil.Argan meletakkan sendok dan garpu di piring, lalu menatap Me
"Kamu sudah tidak berhubungan lagi dengan si pria itu?" tanya Argan saat Mentari akan beranjak tidur. Berputar kembali video Mentari dan Adrian dalam benaknya."Kami hanya teman, bukan seperti yang kamu pikirkan," jawab Mentari ketus masih sakit hati. Karena ulah Argan, kini dia tidak memiliki teman bicara lagi. Dia berbaring menghadap dinding, membelakangi Argan."Bukan itu pertanyaanku. Kalian masih bertemu?" suara Argan terdengar kesal."Tidak," jawab Mentari datar. Matanya masih terbuka memandangi lubang di dinding. Dia ingin segera tidur."Baguslah." Argan menurunkan punggungnya yang bersandar di dinding hendak berbaring dan tidur."Bagus untukmu, tidak untukku." Mentari membalikkan badannya menatap suaminya yang balas menatapnya. Punggung Argan berada pada posisi canggung, antara bersandar di dinding dan ranjang.Mendengar jawaban Mentari, pikiran-pikiran curiga mulai merasuki benak Argan, "Apa maksudmu?""Apa pernah terpikir olehmu kalau aku tidak lagi memiliki teman sejak meni
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.