# Bab 5
"Ya sudah, ayo mah temani aku, kita ke rumah mbak Rina sekarang, aku mau bertemu dengan mas Roni, agar dia tahu diri bahwa dia sudah tak berarti lagi di mata mas Roni," ucap Kartika yang langsung menggandeng tangan ibuku.
"Percuma saja jika kamu mencari mas Roni ke rumahku, ia tak akan ada," ucapku sambil tersenyum kecil ke arahnya.
"Hah tak ada ? Kamu kemanakan dia ?" Tanya Kartika, karena ternyata Kartika tak mengetahui kepergian mas Roni dari rumahku semalam.
"Aku tidak tahu, cari saja sendiri sampai ketemu, dan untuk mamah aku sangat kecewa ya mah karena mamah terlalu membela anak mamah yang manja ini, dan terimakasih sudah mau menjaga Nadia di saat aku bekerja dan mulai sekarang mamah tak perlu menjaga Nadia lagi, karena aku akan menyewa baby sister untuk menjaganya selagi aku bekerja, aku pamit pulang ma," ucapku dengan nada yang tegas, dan tanpa menunggu mereka berdua berbicara lagi aku pun langsung melangkahkan kaki ku ke arah teras luar untuk mengajak Nadia pergi bersamaku.
Karena sudah terlalu kesal aku pun langsung melangkahkan kaki ku untuk segera keluar dari rumah ibuku ini, aku keluar melalui teras depan rumah sekalian aku akan mengajak Nadia pergi sekarang juga dari rumah ini.
"Eh anak mamah lagi main ?" Sapaku dengan ceria, karena aku tak mau menampakan ke kesalanku kepada putriku ini.
"Iya mah, mamah mau kemana lagi ?" Tanyanya yang melihatku sudah menenteng tas Nadia yang berisi baju dan barang barang milik Nadia dan keluar dari rumah ibuku.
"Mamah mau ajak kamu pulang, yuk kita pulang sekarang !" Ajakku kepada Nadia.
"Ayo mah, tapi bentar ya mah aku mau pamitan dan salim dulu ke nenek dan juga tante Kartika," ucapnya seraya ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah ibuku.
"Eh gak usah sayang, nenek sama tante Tika di dalam lagi sibuk, nanti kamu malah ganggu lagi," ucapku beralasan untuk mencegah putriku masuk ke dalam rumah.
"Oh gitu ya mah, ya udah yuk kita pulang," ucapnya sambil meraih tanganku seraya ingin di tuntun.
"Iya sayang ayok," jawabku sambil tersenyum, karena aku harus sesempurna mungkin berakting bahwa aku sedang baik baik saja.
Aku pun langsung menuntun Nadia untuk berjalan sedikit ke depan, karena sebelumnya aku sudah mengechat Riri rekan kerjaku untuk menjemput kami di pinggir jalan di dekat rumah ibuku.
Tak menunggu waktu lama akhirnya Riri datang.
"Maaf ya kalau nunggu lama, tadi di jalan macet banget soalnya," ucap Riri mungkin merasa kasihan karena melihat Nadia putri kecilku menunggu ke panasan.
"Iya gak apa apa Ri, gak terlalu lama juga kok," ucapku.
"Ya udah yuk masuk," ucap Riri.
Aku dan Nadia pun mengangguk lalu segera masuk ke dalam mobilnya Riri.
"Kita mau langsung pulang ke rumah atau mau kemana dulu nih ?" Tanya Riri setelah aku dan Nadia berada di dalam mobil.
"Kita cari baby sister dulu aja kali ya ke yayasan, setelah itu kamu harus bantu aku buat anter aku kesana kemari," ucapku sengaja aku tak menyebutkannya secara detail karena ada Nadia di sini.
Dan tampaknya Riri pun paham.
"Oke siap bu bos," ucapnya sambil tersenyum.
Aku sangat beruntung mendapatkan sahabat seperti Riri, dia selalu ada untukku dan selalu membantuku dalam segala hal.
Riri pun langsung melajukan kendaraannya ke arah yayasan yang ku katakan tadi untuk mencari seorang baby sister untuk anakku Nadia.
* * * *
Setelah mendapatkan baby sister kami pun langsung pulang ke rumahku untuk mengantarkan Nadia dan baby sisternya ke rumah, karena aku masih akan menyelesaikan permasalahan ini terlebih dahulu.
"Sayang kamu tungguin di rumah sebentar ya sama suster Mirna dan bi Minah, mamah ada urusan sebentar, kamu mau di bawain apa nanti kalau mamah pulang ?" Tanyaku menawari putriku Nadia agar ia tak memaksa untuk ikut denganku.
"Aku mau boneka beruang yang besar mah, beliin ya mah ?" Ucapnya dengan antusias saat ku tawari barusan.
"Oke siap princesnya mamah, kamu main yang anteng ya mamah berangkat dulu," pamitku kepada Nadia.
"Iya mah," sahut Nadia sambil tersenyum.
"Bi Minah tolong jaga Nadia ya, kalau ada mas Roni kesini kunci aja pintunya jangan di bukain," perintahku tegas kepada bi Minah saat Nadia telah pergi ke kamarnya bersama suster barunya untuk tidur siang.
"Iya siap nyonya," jawab bi Minah sambil mengangguk.
"Makasih ya bi sebelumnya, saya pamit dulu, assalamu'alaikum," ucapku mengucap salam lalu bergegas keluar dari rumah ini sambil mengajak Riri untuk mengantarku.
"Mau kemana Rin kita sekarang ?" Tanya Riri kepada ku.
"Kita ke notaris Rin, aku mau bikin balik nama sertifikat tanah dan rumah ini, serta semua tanah pesawahan dan perkebunan ku dan sekalian aku mau balik nama rumah ibuku," ucapku dengan pasti karena dahulu aku terlalu malas untuk melakukan balik nama tanah dan rumah dan nama di sertifikat itu masih nama orang yang dulu menjual tanahnya padaku, aku akan membalik nama semua tanah yang ku punya termasuk tanah dan rumah yang sekarang di tempati oleh ibuku, semuanya aku yang memberikannya, sedangkan rumah yang ku tinggali sekarang belum ada sertifikatnya karena dulu aku hanya membeli tanahnya saja dan aku yang membangunnya sendiri dengan hasil kerja kerasku tanpa bantuan dari mas Roni, maka kali ini aku akan mengurusnya dan membuat sertifikat rumah mewah itu atas nama ku sendiri, agar rumah itu tak akan jaruh kepada mas Roni atau pun Kartika karena aku tahu bahwa Kartika mendekati mas Roni karena menginginkan harta dan rumah yang sekarang ku tempati ini.
Aku harus mengamankan semua harta dan aset ku karena aku tak ingin hasil jerih payahku selama ini di rebut dan di ambil alih oleh orang orang bodoh dan munafik seperti mas Roni, Kartika dan juga ibuku yang terus saja membela Kartika walaupun ia salah sekalipun, dari dulu ibuku selalu memanjakan Kartika dan selalu membanding bandingkan aku dengan nya, dari kecil hingga dewasa setiap perilakuku selalu di nilai salah oleh ibuku entah mengapa aku pun tak tahu, padahal kami itu sama sama lahir di rahim yang sama tapi entah mengapa ibuku selalu bersikap tak adil kepadaku, ia mulai bersikap sedikit lembut dan baik ketika aku telah sukses dan menikah dengan mas Roni hingga aku bisa membelikan ibuku tanah sekaligus rumahnya yang ia tinggali saat ini, dari situlah ia mulai sedikit lembut dan aku menjadi dekat dengan ibuku namun di saat sekarang aku menjadi kecewa terhadap ibuku karena ternyata ibuku tak berubah, ia masih saja tak perduli dan tak mengerti perasaan ku.
# Bab 6Tak menunggu waktu lama akhirnya aku sampai juga di tempat yang aku tuju, kini semua aset dan harta milikku telah aman semuanya dan kini aku tak perlu khawatir dengan apa yang ku punya, karena aku ingin kelak harta itu jatuhnya ke tangan anak ku bukan ke tangan orang orang munafik seperti mas Roni dan Kartika juga ibuku, bagiku semuanya sama saja mereka hanya baik ketika ada maunya saja, apalagi jika mereka tau di hari kemarin aku di angkat menjadi manager dan di fasilitasi mobil yang akan di kirimkan ke rumahku hari ini sebagai inventaris dari kantor untuk ku.Awalnya di hari kemarin aku ingin memberi tahu suamiku dan hari ini jika nanti mobilnya datang aku ingin mengajak mas Roni dan Nadia untuk berjalan jalan, namun rencanaku tak sesuai dengan harapanku karena sepulang kerja kemarin aku malah menyaksikan kejadian yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya."Rin kita mampir dulu yuk ke rumah mbahku ?" Ajak Riri membuyarkan lamunanku."Oh iya boleh Ri," sahutku dengan sedikit t
# Bab 7Aku semakin aneh dengan mbah Suminten, mengapa ia bisa berkata seperti itu, apakah ia seorang paranormal atau dukun sehingga ia bisa tahu segalanya."Emm.. baik mbah nanti sepulang dari sini saya langsung periksa," ucapku mengiyakan saja.Saat kami sedang mengobrol tiba tiba Riri muncul dari arah dapur dengan membawa teh manis hangat yang berada di atas nampan yang ia pegang."Nih Rin di minum dulu biar relaks," ucap Riri sambil tersenyum ke arahku."Iya Ri, makasih ya." Aku pun langsung menyeruput teh manis yang di bawakan Riri."Habis ini loe mau di anter kemana lagi Rin ?" Tanya Riri.Aku berpikir sejenak, namun aku merasa penasaran dengan apa yang di katakan oleh mbah Suminten barusan."Anter gue ke dokter kandungan ya Ri, habis itu kita langsung pulang aja," ucapku yang sepertinya membuat Riri sedikit terkejut karena saat ia sedang menyeruput teh manis nya ia langsung terbatuk."Uhukk... Hah ke dokter kandungan ? Mau ngapain ?" Tanya Riri spontan.Namun belum aku menjawab
# Bab 8Ternyata hasilnya garis 1."Huh.. akhirnya aku tak hamil," lirihku sembari bernafas lega."Rupanya apa yang di ucapkan mbah Suminten itu tak benar hingga aku bisa dengan secepatnya menggugat cerai lelaki berengsek tersebut," gumamku dalam hati.Aku pun langsung segera keluar dari kamar mandi dengan wajah yang mulai berseri.Dan aku pun langsung duduk kembali di tempat duduk ku tadi."Bagaimana mbak, apakah hasilnya sudah jelas ?" Tanya dokter muda tersebut."Sudah dok, dan hasilnya negatif," ucapku dengan penuh semangat sambil memberikan hasil testpeck tersebut.Ia pun lalu meraihnya dan melihatnya dengan seksama."Coba saya lihat dulu ya mbak.""Silahkan dok.""Saya rasa mbak memang positif hamil," ucap dokter tersebut secara tiba tiba hingga membuatku menjadi heran karena ku lihat memang garisnya hanya garis 1."Sini coba mbak perhatikan dengan seksama, ini terlihat seperti ada 2 garis namun yang satunya terlihat masih sangat samar, jadi untuk meyakinkan mbak sedang hamil at
# Bab 9Aku dan Riri pun langsung segera pulang dan tak lupa kami mampir terlebih dahulu ke toko boneka untuk membeli boneka beruang besar pesanan putriku Nadia.* * * *Tok tok tok"Assalamu'alikum."Setelah sampai di depan rumah dan setelah Riri langsung berlalu pulang kembali ke rumahnya aku pun langsung mengetuk pintu dan tak lupa mengucap salam."Waalaikumussalam," sahutan dari dalam rumah dengan serempak dan bersemangat.Dan tak lama kemudian pintu pun terbuka dan Nadia langsung menyambutku dengan penuh semangat."Yey mamah udah pulang dan bawa boneka yang aku mau," ucapnya dengan sangat bersemangat dan gembira"Iya sayang, yuk masuk," ajak ku kepada anakku yang tengah berlari dan kini berada di luar menyambut kedatanganku."Iya mah yuk," sahut putriku dengan cerianya.Namun saat aku akan menutup pintu rumah ini tiba tiba ku lihat seseorang dari arah sebrang jalan sana sedang memperhatikanku.Orang itu tak lain dan tak bukan adalah mas Roni, suami yang telah menghianatiku dan ju
# Bab 10Ku buka secarik kertas itu dan ternyata isinya.."Sayang, maafkan mas. Mas khilaf, sekarang mas sadar mas telah berlaku dzolim, mungkin memang sulit untuk memaafkan kesalahan besar yang telas mas lakukan, namun mas mohon tolong terima mas kembali, mas janji gak akan membuat mu kecewa lagi, bila kamu mau memaafkan mas dan kita kembali sama sama lagi maka mas tunggu kamu di taman komplek depan pukul 4 sore nanti." Tulisnya dalam secarik kertas tersebut.Sebenarnya sangat sulit untuk memaafkan suamiku yang telah menghianatiku itu, namun harus bagaimana lagi aku begitu bingung karena aku sedang mengandung."Apa kata orang nanti jika aku bercerai dan nanti aku melahirkan anak ini tanpa adanya seorang pendamping bisa bisa aku di tuduh yang tidak tidak oleh warga karena janin yang ada di dalam rahim ku ini masih sangat kecil dan orang orang belum mengetahui kehamilanku ini." Pikirku dalam hati karena aku harus benar benar matang memikirkan ini semua.Setelah aku berpikir sejenak dan
# Bab 11Tak menunggu waktu lama ku lihat mas Roni langung berjalan cepat sedikit berlari ke arahku."Ran," teriaknya dengan semangat sambil terus menghampiriku dengan langkah yang cepat.Namun anehnya setelah mas Roni masuk gerbang aku tak melihat mobil pick up masuk mengikuti mas Roni.Aku melihat ke sekeliling melihat mobil pick up yang mengangkut sofa ku namun tak ada ku lihat sama sekali.Setelah ia menghampiriku, sebelum ia berkata apapun aku langsung saja bertanya kepadanya."Mas sofaku mana ?" Tanyaku dengan pikiran yang sudah mulai negatif.Dia lalu mendekatiku dan berdiri di hadapanku."Emm.. anu i.. itu.." ucapnya dengan gugup."Anu itu apa ? Yang jelas dong ngomongnya ?" Ucapku yang tiba tiba ingin marah kepadanya.Sejak aku telat haid dan di nyatakan hamil aku menjadi lebih sensitif, mudah marah dan juga mudah menangis.Mendengar bicaraku yang langsung mendampratnya mas Roni tampak kaget karena mungkin di dalam pikirannya Karina yang dulu pendiam dan penyabar telah sirna
# Bab 12"Dek, maafin mas ya, mas salah, tapi mas sudah tak berhubungan lagi dengan Kartika kok," ucapnya seraya bersimpuh di hadapanku yang sedang duduk di atas ranjang kamar kami."Ya sudah jangan di bahas lagi," jawabku ketus."Tapi kamu mau maafin mas kan ?" Tanya kembali."Heemm," jawabku yang hanya bergumam karena aku tak mau menimpali pertanyaan pertanyaannya lagi.Capek ku rasa jika terus terusan memikirkan hal yang membuat dada ini terasa sakit dan sesak.* * * *Keesokan harinya tanpa ku duga Kartika datang ke rumah ku.Tok.. tok.. tok..Pintu di ketuk dengan sangat kencang.Bi Minah segera ke depan untuk membukakan pintu dan kemudian ia kembali lagi dan menemuiku."Maaf nyonya, ada adik nyonya di depan," ucap bi Minah dengan menundukan kepalanya.Tanpa menjawab apapun aku langsung saja berjalan ke depan untuk menemui Kartika."Ada apa lagi kamu kesini ?" Tanyaku dengan nada yang tinggi."Ya mau ketemu sama mas Roni lah," kali ini ia terlihat sangat berani menjawab ucapan da
# Bab 1310 bulan telah berlalu, aku telah melahirkan seorang anak laki laki yang kini usianya baru akan menginjak 1 bulan.Karena melahirkan bayi, kini aku berhenti bekerja untuk sementara waktu."Sayang kan sekarang kamu sudah melahirkan, sebaiknya kamu istirahat saja di rumah dan fokus mengurus bayi kita, lebih baik kamu berhenti kerja," usul mas Roni."Tapi mas, kalau aku berhenti kerja, gimana dengan kebutuhan sehari hari kita ?" Tanyaku karena selama ini aku yang mencari nafkah untuk makan dan untuk menggaji baby sister juga asisten rumah tangga di rumah ini."Sudahlah jangan di pikirkan, kalau untuk makan sehari hari mas kan kerja, walau cuma tukang cukur rambut tapi lumayanlah penghasilan mas bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan kita," ucapnya terlihat meyakinkan.Awalnya aku percaya saja, karena ku lihat ia sudah banyak berubah dan aku tak pernah lagi melihat suamiku dekat dengan perempuan lain, namun selama aku bekerja ia masih tak memberiku nafkah, tapi setelah ia berkata se