Share

BAB 6

Anggoro masih saja tidak percaya. Bagaimana mungkin, Satria akan meminta hal itu kepada wanita yang jelas-jelas sudah merusak masa depannya!

"Satria! Dia yang menyebabkanmu lumpuh," ucapnya pelan dengan pandangan tajam.

"Hahaha," tawa Satria mendadak kencang, semakin mengejutkan Anggoro. Tawa itu terhenti ketika Sera kembali menatap dan menggelengkan kepala.

Sera mengusap wajah anak itu dan semakin tersenyum.

"Satria, kau anak yang sangat baik. Aku akan menemani ayahmu. Itu tanggung jawab seorang istri. Hmm, besok aku akan menemanimu seharian. Bagaimana?"

Sera mencium kening Satria, seperti seorang Ibu pada anaknya.

Dan … putranya itu tak memberontak?

Melihat itu, Anggoro semakin tak percaya karena Sera berhasil “mengendalikan” Satria.

Terlebih, kala melihat Satria kembali tertidur sembari tersenyum.

Anggoro lantas meninggalkan kamar Satria begitu saja. Dia tak bisa berkata apa pun dengan drama mengejutkan barusan.

Tentu saja, Sera mengikuti suaminya itu.

Anehnya, Anggoro mendadak berhenti—membuat jantung Sera berdetak cepat. Langkahnya pun terhenti tidak jauh dari posisi suaminya.

Terlebih, pria itu mendekat, hingga jarak keduanya hanya beberapa senti saja.

"Apakah kau memang memiliki rencana mendekati keluargaku?” ucapnya mendadak, “kau dan Bima juga saling mengenal, kan?"

Napas Sera semakin sesak ketika nama Bima kembali disebut. Akan tetapi, dia tak tahu harus membalas apa. Hal ini jelas membuat Anggoro semakin salah paham. Hanya saja, pria itu menepis pikirannya yang terus saja tertuju pada wanita di hadapannya ini.

Sesuatu yang selama bertahun-tahun tidak pernah dia rasakan entah mengapa kembali muncul, setiap melihat mata wanita ini.

Bahkan, air mata Sera yang menuju leher putih yang sangat mulus–juga menarik perhatiannya. Tubuh lelaki itu seketika tergelitik cukup hebat. Bulu kuduknya merinding, semakin membuat dia tidak bisa berpikir jernih.

Anggoro menghela napas. Dia sedikit menjauh untuk mengatur dirinya sendiri. "Besok acara pelantikan Bupati. Sedikit kesalahan saja yang kau lakukan, aku tidak akan pernah memaafkanmu," tegasnya.

Tak lama, pria itu pun membalikkan tubuh dan segera menuju ranjangnya–menahan sesuatu yang menegang di kedua pangkal pahanya.

****

Sementara itu, Sera terkejut dengan tingkah Anggoro. Hanya saja, dia tak mau memikirkannya lebih lanjut dan memilih kembali merebahkan tubuhnya di lantai. Satu hal yang harus dia lakukan adalah, bertahan.

‘Semoga semua berjalan lancar.' Dia sedikit melirik punggung kekar Anggoro, sebelum akhirnya terlelap.

Tanpa disadari Sera, pagi kembali datang. Sinarnya matahari membuat dia perlahan membuka kedua matanya.

"Ah, aku kok berada ..."

Namun, dia segera duduk ketika melihat suaminya sudah memakai seragam kebesaran pejabat berada tepat di hadapannya. Menatap tajam seolah-olah siap menghakiminya.

Tak hanya itu, Sera pun menyadari dirinya berada di atas sofa ….

Bukankah ...?

Seolah tahu pertanyaan dalam diri Sera, Anggoro tiba-tiba berkata, "Jangan berpikiran apa pun. Waktumu hanya sebentar untuk menyiapkan diri."

Perempuan itu jelas terpaku. Dia masih bingung. Tak mungkin, seorang Anggoro menyentuhnya, kan?

"Nduk!"

Teriakan Mbok dari luar kamar menyadarkan Sera dari lamunan.

"Ya, Mbok. Mohon bantu aku, ya. Kata Tuan Anggoro, waktuku sedikit," ucapnya sembari menarik Mbok.

Mereka pun menuju ruangan yang biasanya dipakai untuk berdandan.

Untungnya, Mbok sangat profesional dan Sera sudah cantik sejak awal.

Tak butuh lama, perempuan itu pun selesai bersiap.

Penampilannya sungguh sempurna dan seperti istri-istri pejabat. Sera pun berusaha terbiasa dengan busana mahal yang kini dia harus pakai. Apalagi batik Parang Kusumo kini menghiasi tubuhnya.

Mbok mengangguk puas dan mengantarkan Sera ke mobil–tempat Anggoro menunggu.

"Maafkan Mbok terlambat membangunkan kamu, Sera,” ucap Mbok tiba-tiba, “aduh, kamu tidak sempat sarapan. Padahal pelayan sudah menyiapkan." Mbok menepuk jidatnya.

"Kalau kamu pingsan bagaimana?" cemasnya.

Sera tersenyum. Dipegangnya kedua pundak Mbok. "Doakan saja aku bisa pulang dengan tersenyum," ucapnya pelan, “itu yang terpenting sekarang.”

Mbok mengangguk dan keduanya saling tersenyum.

Hanya saja, Sera terkejut kala tak sengaja melihat Satria yang berada di sebelah Simbah. Entah mengapa, perempuan itu merasa harus berjalan mendekati sang anak sambung. Diusapnya pipi kanan Satria dan tersenyum. "Aku akan menemanimu setelah ini.”

Anak laki-laki di atas kursi roda itu pun terperanjat. “Hah? Aku–”

“Iya, tunggu aku, ya. Tapi, kuharap kamu tersenyum saat aku pulang nanti," tambah Sera lalu melambaikan tangan ke arah Satria yang terkekeh pelan.

"Sepertinya, aku menemukan mainan baru di sini," gumam bocah tersebut seketika.

"Dia bukan mainan, Satria," potong Simbah menggerakkan tongkatnya dan berdiri di hadapan anak itu.

"Tapi, jika itu bisa membuatmu tertawa—"

"Hahaha … lucu sekali," potong Satria lalu tertawa sinis. "Sejak kapan kalian memperhatikan aku? Selama ini, memangnya di mana kalian?"

Selang beberapa detik, tawa itu kembali hilang–digantikan ekspresi dingin.

"Aku lumpuh pun sebenarnya karena ulah kalian. Bukan wanita itu!" teriak Satria.

Ditatapnya Simbah dengan tajam. "Sungguh, keluarga yang luar biasa,” lanjutnya kemudian memutar kursi rodanya–meninggalkan Simbah yang hanya bisa menghela napas.

"Simbah," bisik kepala pengawal tiba-tiba sambil menyodorkan ponselnya.

“Ada apa?” tanya wanita tua itu cepat.

"Saya menemukan Ibu kandung Den Satria," imbuhnya sambil menunduk.

Mendengar itu, Simbah segera menerima ponselnya.

Kedua matanya melotot tajam mendengar informasi lanjutan dari sang penelpon.

**

Sementara itu, mobil dinas sedan hitam mewah berplat nomor pejabat yang ditumpangi Anggoro dan Sera telah berhenti di depan alun-alun.

Warga tampak tumpah ruah di sana, seolah bersiap untuk menyambut kedatangan lelaki yang mereka pilih menjadi memimpin.

Melihat itu, Sera meremas kesepuluh jemarinya. Itulah kebiasaannya ketika cemas.

Belum lagi, perutnya berbunyi karena lapar.

Tanpa kata, Anggoro tiba-tiba saja menyodorkan satu roti yang dibungkus tisu.

"Makanlah," titah singkat Anggoro.

"Tu–tuan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status