Selama makan malam. Ilena tidak bisa mengatakan yang sesungguhnya ingin ia katakan pada Danish. Danish mengantar Ilana sampai di pintu gerbang rumahnya. Pria itu sudah membuka sabuk pengamannya dan bersiap turun guna membukakan pintu untuk Ilana. Namun, ketika Danish melihat Ilana yang tengah cemberut. Ia langsung mengurungkan niatnya untuk turun.
Pandangannya mengarah pada gadis itu. Gelagat Ilana saat ini sedikit gelisah. Pastinya karena ia ingin mengatakan sesuatu pada Danish, tapi tidak tahu cara untuk mengatakannya. Ragu-ragu Ilana melirik Danish, lalu memalingkan tatapannya. Begitu seterusnya, hingga lima menit telah berlalu dan mereka masih berada di dalam mobil.
“Kamu mau bilang sesuatu?” Danish akhirnya bersuara.
Ilana mengangguk lembut. Menggigit bibirnya seraya mendaratkan tatapannya pada mata Danish. Ia tengah berpikir bagaimana memulai menyampaikan pada Danish, bahwa sebenarnya Ilana ingin mengejar Danish secara terang-terangan. Bahkan, ingin menikah dengan pria itu.
Jika Ilana mengatakan itu pada Danish, apakah Danish akan terkejut dan langsung mengusirnya? Sebelumnya Ilana tidak pernah memikirkan bagaimana reaksi Danish jika berkata ingin menikahi Danish. Mengatakan hal itu pada Danish lebih sulit daripada mengatakan pada keluarga. Saat ini Ilana lebih memilih masuk ke kandang harimau daripada harus mengatakan hal itu pada Danish.
Setelah berbicara dengan Kania hari ini, Ilana menjadi sadar bahwa, selama ini perasaannya pada Danish hanya sepihak. Memikirkan hal itu membuat Ilana tidak bertenaga.
“Kenapa bengong?”
Suara Danish menyadarkan Ilana. Buru-buru ia memalingkan wajahnya. Melepas sabuk pengaman lalu turun dari mobil. Danish mengerutkan kening, keheranan melihat tingkah Ilana. Merasa bahwa Ilana gagal fokus selama makan malam tadi, lalu ia turun mengejar Ilana.
“Ilana,” panggilnya.
Sontak Ilana menoleh.
Danish berjalan mendekat. Ia tidak tahu ada apa dengan Ilana. Jadi Danish berpikir mungkin saja Ilana sakit. Ia menaruh tangannya di kening Ilana. “Tidak panas,” gumamnya.
Di sisi Ilana, wajahnya terasa panas berkat perlakuan Danish. Ia menjilat bibirnya sendiri, napasnya semakin memburu dan entah dari mana datangnya keberanian gadis itu. Ilana berjinjit agar tingginya menyamai Danish. Ia tidak tahu apakah tindakannya sebentar lagi akan membawanya pada penyesalan atau tidak. Yang jelas hati Ilana tergerak untuk mengecup pipi Danish.
Kecupan itu sangat singkat. Jika dihitung mungkin hanya satu detik. Debaran jantung Ilana membuat dirinya tidak canggung. Danish tertegun dengan kecupan itu. Ia menatap Ilana dengan mata sepenuhnya terbuka, serta kening yang terlipat menandakan ia heran dengan tingkah Ilana.
Dalam kecanggungannya, Ilana bertambah gugup. Harusnya tidak begini. Ia mengambil tindakan impulsif hanya karena dukungan hatinya. Danish pasti akan menganggapnya gadis tidak baik karena mencium laki-laki begitu saja. Bibir Ilana bergerak-gerak ingin menjelaskan pada Danish, tapi mau menjelaskan apa?
Sekalian saja Ilana mengungkapkan keinginannya yang tidak bisa ia katakan sebelumnya. “Kak Danish,” tatapannya tidak lepas dari wajah Danish.
Danish menaikkan sebelah alisnya. Masih dalam keadaan terkejut dan tidak tahu harus mengatakan apa pada gadis itu, karena Ilana sudah berinisiatif untuk berbicara, Danish pikir gadis itu akan menjelaskan. Namun, ia tidak pernah menduga akan mendengar hal ini dari Ilana.
“Aku mau mengejar Kak Danish, karena … karena ….” Ilana salah tingkah. Menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir. Setelah itu kembali mendongak, “Kak Danish pasti mengerti maksud aku kan? Aku udah dewasa, dan … dan—”
“Saya mengerti,” balas Danish yang membuat Ilana bungkam. “Tapi Ilana, kamu baru berusia 20 tahun, sedangkan umur kita terpaut 10 tahun. Apa kamu enggak masalah?”
Ilana cepat-cepat menggeleng, menyiratkan kalau perbedaan umur mereka tidak jadi masalah untuk Ilana karena ia sangat menyukai Danish. Ilana tersenyum senang, mengira kalau Danish sudah setuju dikejar olehnya.
“Jadi aku boleh kejar Kak Danish?” Ilana bertanya terus terang.
“Kamu boleh mengejar siapa pun karena kamu punya hak untuk itu,” ucap Danish.
Ucapan Danish tampaknya membuat Ilana bingung. “Maksud Kak Danish?”
Danish menampilkan wajah datar, laku berbalik menuju mobilnya. Ia tidak memberikan jawaban yang pasti untuk Ilana. Jadi apakah Ilana boleh mengejar Danish atau tidak?
🍁🍁🍁
Merasa gelisah tidak berdaya, Ilana mondar-mandir di kamarnya. Bukan hanya itu saja, tapi ia juga melompat-lompat. Bukan karena ia merasa senang, melainkan merasa dirinya bodoh telah mengungkapkan perasaan pada Danish apa lagi ia mengungkapkannya dengan tiba-tiba. Ia juga berkata akan mengejar Danish. Mengingat semua yang ia katakan tadi, membuat kepala Ilana serasa ingin pecah.
“Aku harus gimana sekarang?”
Setelah panik selama beberapa menit. Kemudian ia memutuskan untuk menelepon Kania. Mengambil ponselnya laku mencari nomor Kania. Akan tetapi, Ilana mengunci ponselnya lagi lalu meletakkannya di depan dada.
“Enggak bisa. Aku enggak bisa kasih tahu Kania. Dia pasti bakal ngomel.”
Lagi-lagi Ilana mondar-mandir di kamarnya sambil memandangi layar ponselnya yang menyala. Ia sangat ingin bercerita pada sahabatnya, tapi takut diomeli oleh Kania.
“Aku telepon Kania aja.”
Sebelum menekan nomor Kania, pertama-tama Ilana menarik napasnya dalam-dalam. Sedang mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan omelan dari sahabatnya.
“Ada apa, Na?”
Tangan Ilana mengipas-ngipasi wajahnya yang mulai panas, bahkan sebelum ia mulai bercerita pada Kania.
“Begini,” kata Kania pelan-pelan. “Aku udah bilang ke Danish kalau aku bakal mengejar dia,” Ilana berucap lancar tanpa tekanan. Setelah itu ia merasa napasnya hampir habis lalu buru-buru menghirup oksigen agar paru-parunya terisi kembali.
“Ah!”
Mendengar teriakkan dari seberang telepon, buru-buru Ilana menjauh ponselnya. Bisa-bisanya Kania sampai berteriak. Tega sekali gadis itu membuat telinga Ilana berdengung.
“Jangan terlalu heboh. Kalau mau ngomel, ngomel aja.” Ilana pasrah.
“Enggak! Kamu hebat Ilana.”
Hening. Ilana memutar bola mata heran. Bisa-bisanya sahabatnya itu mengatakan ia hebat. Hebat dalam hal apa? Apakah karena mengungkapkan perasaan pada Danish?
“Kamu hebat, Na. Hebat kenapa? Karena kamu seorang gadis berani mengakui perasaan sama pria yang lebih tua 10 tahun dari kamu.”
“Apanya yang hebat? Aku lihat teman-teman yang lain juga nyatain perasaan mereka.”
“Beda.” Sanggah Kania. “Bedanya mereka itu seumuran dan usia mereka enggak beda jauhlah. Terus gimana tanggapan Danish?”
Ilana terdiam ketika ia mengingat ucapan Danish padanya. Masih tidak mengerti apa yang pria itu maksudkan.
“Aku enggak mengerti dia ngomong apa,” jawab Ilana polos.
“Ha? Dia bilang apa?”
“Dia bilang, aku boleh mengejar siapa pun karena aku punya hak. Jadi aku enggak tahu apa aku boleh mengejar dia atau enggak. Dia langsung pergi gitu aja.” Rengeknya manja.
“Tunggu, tunggu, biar aku mikir dulu.”
Ilana menunggu beberapa saat seraya mondar-mandir lalu duduk lagi setelah mendengar suara Kania.
“Dia enggak marah sewaktu kamu kecup?”
“Enggak,” jawab Ilana.
“Kalau Danish enggak suka, dia pasti udah marah kan. Nah, itu tandanya kamu ada harapan, Na.”
“Harapan? Danish ngasih harapan?” Ilana berjingkrak-jingkrak. Hatinya sungguh bahagia. Walaupun tadi ia melakukan tindakan impulsif, setidaknya ia merasa Danish telah memberikannya harapan.
“Pagi semua.” Ilana dengan penuh semangat menyapa keluarganya di ruang makan. Arion menatap adiknya sampai-sampai berhenti mengunyah sarapan. “Pagi,” balasnya. Ilana segera duduk, tidak lupa melirik Arion lalu tersenyum mengejek. “Buruan kunyah sarapannya, Kak.” “Selamat pagi, Ilana,” ujar kedua orang tuanya. Ibunya mengambil sarapan untuk Ilana lalu menaruh piring di yang sudah berisi telur orak-arik—di depan Ilana. “Kamu semangat sekali pagi ini. Ada kabar gembira?” tanya ibunya. Ilana hanya tersenyum. Setelah itu memasukkan sarapan ke dalam mulutnya. Barulah ia menjawab pertanyaan ibunya, “Cuma senang aja, Ma.” Lantas ia menoleh pada ayahnya. “Pa, gimana kalau malam ini kita undang Kak Danish makan malam?” “Undang Danish?” Ilana buru-buru mengangguk. Entah rencana apa lagi yang ia pikirkan dengan mengundang Danish makan malam. Ia begitu yakin kalau Danish sudah memberikannya harapan untuk mengejarnya. “Oke, n
“Ilana, saya mau bicara serius dengan kamu,” kata Danish. Menatap Ilana dengan mata gelapnya yang terlihat serius.Ilana menajamkan pendengarannya. Matanya terfokus hanya pada wajah Danish. Gadis itu menunggu dengan sabar.“Saya tidak mencintai kamu. Jadi, Ilana, tolong lupakan saja saya,” ujar Danish.Runtuh semua harapan dan penantian Ilana selama ini. Dengan beberapa kata yang Danish ucapkan padanya, berhasil membuat bibir Ilana melengkung ke bawah.Gadis itu masih termangu di depan Danish. Ia seolah tak tahu bagaimana harus menanggapi. Apakah Ilana baru saja mendapatkan penolakan cinta?“Ilana, kamu enggak apa-apa?” Danish masih bisa bertanya, sedangkan hati Ilana sangat hancur sampai tak bisa berkata-kata.Teganya Danish langsung menolak Ilana begitu saja. Pria itu sekarang merasa bersalah karena sudah terlalu jujur pada Ilana.“Ilana, saya—”Ilana tiba-tiba berdiri dan
Ketika Danish beranjak dari ranjang, pecahan momen tadi malam mengusik pikirannya. Ia terduduk di tepi ranjang sembari mengusap wajahnya. Ilana menyebabkan Danish tak bisa tenang, bahkan dalam tidur pun ada Ilana dalam mimpinya.“Ilana seharusnya enggak berkata begitu,” gumam Danish. Ia beranjak dari tepi ranjang menuju kamar mandi. Kalau bisa untuk sementara waktu Danish tidak ingin bertemu Ilana. Semoga saja harapan Danish itu tidak dikecewakan oleh takdir.Setelah ia selesai mandi, mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja—Danish menerima telepon masuk. Ia menoleh pada ponselnya di atas nakas. Ekspresi Danish memperlihatkan keterkejutan yang luar biasa. Raihan—ayah Ilana meneleponnya—sepagi ini.Danish menelan ludah dalam-dalam dan banyak sekali pikiran aneh bermunculan. Tangan Danish menyambar ponsel tersebut menekan ikon hijau lalu menempelkan benda itu ke telinga dan setelahnya terdengar suara Raihan.Danish memohon dalam hatinya; semoga Raihan belum mengetahui percakapannya de
Satu bulan kemudian Danish mendapati hal tak terduga karena Ilana mengikuti wawancara kerja di perusahaannya, dan gadis itu berhasil menempati posisi pegawai magang. Ada tiga orang yang diterima sebagai pegawai magang, dua orang itu akan bekerja sama dengan Ilana.Danish memijat pelipisnya. Setelah sebulan tidak diganggu oleh Ilana, rupanya inilah rencana Ilana. Malam itu sebulan yang lalu Danish sempat merasa sedih, tapi kini rasanya percuma merasa sedih. Danish tahu Ilana sudah menyusun rencana untuk mendekatinya. Lagi.Bagaimanapun juga dia harus berterima kasih pada gadis itu karena memberinya ruang selama satu bulan. Dan rasa pusing menghadapi gadis itu telah hilang.Danish kembali fokus pada pekerjaannya. Setidaknya pegawai magang tidak berhubungan langsung dengan Direktur, jadi Danish tidak mungkin diganggu, ‘kan oleh Ilana? Namun, Danish meragukan hal itu karena Ilana punya banyak cara.Misalnya sekarang gadis itu membawakan kopi ke kantornya. Danish langsung mencari sekretar
Wanita itu mengulurkan tangan ke depan Ilana, sembari memasang senyum ramah. “Kenalin, namaku Vela.”Tanpa berpikir aneh-aneh Ilana menjabat tangan Vela. Meski sebagian karyawan sudah Ilana kenal, tapi wanita di hadapannya ini terlihat asing.Mereka saat ini berada di atap gedung perusahaan tersebut. Padahal masih jam kerja dan seorang karyawan senior membawa anak magang ke atap gedung di jam kerja?“Aku dari divisi perencanaan,” kata Vela, lalu melanjutkan setelah jeda beberapa detik, “katanya kamu sering datang ke perusahaan, bahkan sebelum bekerja di sini?”Ilana sedikit mengernyitkan kening. Hanya wanita ini yang berani bertanya seperti itu padanya. Dengan nada percaya diri Ilana menjawab, “Iya. Aku sering datang ke sini.”Kini gilaran Vela yang mengerutkan1 kening. “Menemui Pak Danish?” Tanpa basa-basi Vela langsung menebak. “Kalau kamu kenalan Pak Danish dan akhirnya bekerja di sini—”Ilana memotong ucapan Vela, “Enggak usah berpikir macam-macam. Aku ke terima di sini kare
Tika dan Gagan pulang lebih dulu, sedangkan Ilana menunggu Arion di depan restoran. Ternyata makan malam dengan orang-orang yang baru dikenalnya itu cukup mengasyikkan. Kalau saja sahabatnya—Kania bisa ikut makan malam. Sayangnya gadis itu mengatakan sudah punya janji.Beberapa saat kemudian mobil Arion berhenti di depan restoran. Ilana segera mengambil langkah menuju mobil Arion, membuka pintu mobil putih itu lalu masuk ke dalam.Arion menatap ke arah Ilana. Mengetahui adiknya langsung bersandar pada sandaran kursi mobil, lelaki itu menggeleng. Arion membantu Ilana memasangkan sabuk pengaman."Kerja di kantor Danish bikin kamu kecapean? Padahal baru hari pertama," ledek Arion. Seketika Arion menerima tatapan jengkel Ilana."Aku kekenyangan tahu! Rekan kerja aku pesan banyak makanan. Kan, sayang kalau enggak habis," balas Ilana.Arion hanya tersenyum menanggapi. Sesekali Arion melirik Ilana sembari mengemudikan mobil. "Kamu enggak merencanakan sesuatu, kan?""Enggak." Ilana menjawab s
Danish membantu wanita itu mengeluarkan belanjaan dari mobil dan menaruh benda itu di depan pintu. Sejak tadi pikirannya terusik oleh pertemuan tanpa sengaja dengan Ilana."Danish, dari tadi kamu diam aja. Apa ada yang menganggu pikiran kamu?" tanya wanita itu.Danish menggeleng pelan lalu membalik badan bersiap menuju mobilnya, tetapi lengannya ditahan oleh tangan wanita itu. Wanita itu enggan membiarkan Danish pergi. Jemari Danish menyentuh tangan wanita itu guna melepaskan genggaman tangan wanita itu di lengannya."Saya harus pulang sekarang.""Apa enggak bisa kita ngobrol sebentar lagi?""Saya sudah menemani kamu sejak tadi sore. Menemani makan malam, bahkan berbelanja. Apa itu enggak cukup?"Wanita itu tanpa berkata lagi akhirnya membiarkan Danish pergi. Jika wanita itu memaksa menahan Danish, sepertinya dia akan dianggap tamak oleh Danish.Danish tidak repot-repot melirik wanita itu yang masih berdiri di depan pintu rumahnya. Sorot mata wanita itu memperlihatkan kekesalan terhad
Ilana tak mampu menahan senyumnya. Mata gadis itu berbinar ketika tatapannya bertemu dengan Danish. Kini mereka berada di atap gedung perusahaan tersebut.Danish tersadar masih menggenggam tangan Ilana, dan segera melepaskan genggamannya. Kemudian Danish bertanya, "Kamu mengikuti saya tadi malam?"Mendengar pertanyaan itu senyum Ilana perlahan menjadi datar. "Mana ada aku ngikutin Kak Danish. Aku dijemput Arion tadi malam, terus dia ngajak aku ke super market. Siapa yang sangka bakal ketemu Kak Danish," terang Ilana.Danish mengamati wajah Ilana. Sepertinya Danish tidak melihat Arion semalam, sehingga ia menyimpulkan Ilana membuntutinya."Nah, sekarang giliran aku bertanya. Kenapa aku dicuekin semalam? Padahal Kak Danish udah lihat aku, 'kan?" Ilana tak mau kalah. Manik matanya penuh harap akan jawaban Danish.Selama beberapa saat Danish tidak memberikan jawaban pada Ilana. Mulut lelaki itu terkunci rapat. Sementara Ilana menggerutu di depannya."Biar enggak merusak suasana." Akhirnya