Marren seorang Mahasiswi di salah satu universitas, bertampang cantik nan cerdas dan pandai bela diri, sedang menghadapi cobaan hidup yang datang silih berganti. Memasukkannya ke jurang dimana terpaksa menikahi seorang pria yang tidak dia kenal karena hutang mendiang Ayah dan kakeknya di masa lalu. Arsan Ryzadrd adalah seorang pria yang sangat di kagumi oleh para wanita serta dincar untuk mendapatkan sang pria. Namun, ketika Sang istri didekati pria lain yang tidak lain adalah kakak nya sendiri, mengubah dirinya menjadi sosok yang posesif.
View More"Arsan, sudah, ini... ini di taman......" pekik Marren dengan terengah. Arsan merengkuh pundak ramping Marren agar mendekat dalam pelukannya dan menempelkan keningnya pada kening Marren yang menyisakan engahnya."Saya ingin menyentuhmu lebih dari ini," bisik Arsan dengan tatapan yang dalam pada Marren. Marren mengecup bibir suaminya sepintas, "Saya tahu, tapi tidak sekarang," sahut Marren seraya menjauhkan wajahnya. Namun dengan cepat, Arsan membalas kecupan Marren dengan ciuman yang kuat dan menggebu-gebu, bahkan begitu dalam dan menuntut. Baru saja Arsan ingin menjelajahi leher dan kedua puncak Marren, mereka di kejutkan oleh deringan ponsel dari saku celana Arsan. Dengan terengah mereka menghentikan kegiatan itu dan Arsan segera membuka saluran telepon dengan kesal saat melihat nama Arland terpampang di layar ponselnya. Namun, rasa amarahnya berubah menjadi kaget setelah mendengar alasan Arland menelepon. ''Ada apa Arsan?" tanya Marren seraya merapikan blusnya walau tidak te
"Saya tanya sekali lagi apanya yang belum selesai?" ulang Arsan dengan wajah memerah menahan marah, apalagi melihat Arland berdiri tidak jauh di belakang Marren, dan memperlihatkan Marren sedang berlari dari kejaran Arland. "Arsan, kami hanya sedang berbicara. Ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan," ucap Marren dengan gugup. Suasana pun terlihat semakin canggung. "Memangnya, kamu tahu apa yang sedang saya pikirkan?" sela Arsan tisak menutupi kemarahannya. Mendengar jawaban sarkasme Arsan membuat Marren sangat kesal. "Kalian berdua kakak beradik sama saja! Sini kalian! Saya sedang bingung tentang Mommy, tapi ada saja sikap kalian yang selalu seperti ini! Benar-benar menyebalkan!" Pekikkan Marren sangat kesal, lalu bergegas meninggalkan kedua pria kakak beradik yang bersitegang itu kini saling pandang karena terkejut dengan sikap Marren yang tidak biasanya dan begitu lepas kendali.Arsan segera mengejar Marren yang berlari menuju taman belakang tanpa menghiraukan Arland yang ha
Menjelang sore, Marren mendapatkan kabar mengenai hasil tes darah Madya yang menyatakan normal, tanpa ada tanda-tanda gejala sakit fatal yang di derita. Namun, sang Dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh di rumah sakit. "Baik Dok, nanti saya akan berbicara dengan Mommy saya, ya. Terima kasih. Dokter," ujar Marren mengakhiri pembicaraannya.Wanita cantik itu menutup telepon milik sang Mommy yang menungguinya di atas ranjang. "Ada apa, Marren? Memangnya Dokter Brian bilang apa, kenapa kamu begitu murung?" tanya Madya menatap putri semata wayangnya itu. ''Sebaiknya Mommy melakukan general check up, Mom. Karena tes darah Mommy tidak memperlihatkan ada gejala sakit apa pun. Ya, maksud Marren, Marren sangat bersyukur Mommy tidak sakit seperti yang Marren takutkan. Tetapi tetap saja untuk memastikannya 'kan kita harus ke rumah sakit," papar Marren dengan nada lembut seraya duduk di samping ranjan
Sepeninggal Arsan, Marren merebahkan dirinya di samping ibunya yang masih terlelap. Wanita cantik itu mengamati wajah sayu ibunya. ''Kenapa Mommy sampai kena asam lambung? Apa ada yang sedang dipikirkannya? Harusnya Mommy tinggal bersama Saya, tidak peduli saya punya anak atau tidak. Toh rumah itu juga masih terlalu besar untuk kami. Andai saat itu Saya tidak mengalami keguguran, mungkin. Mommy sudah tinggal bersama Saya," keluh Marren lirih. Air mata mulai meleleh di kedua pipi Marren. Wanita itu menahan isaknya, apalagi setelah melihat Sang Asisten rumah tangga ibunya datang membawakan makanan dan minuman untuknya. "Nona jangan sedih, semoga Nyonya Madya segera sembuh. Mari, sebaiknya kita mengobrol di sini" ajak Sang Asisten seraya meletakkan dua teh hangat dan kue-kue di atas meja yang ada di salah satu sudut kamar. ''Tapi saya sedang tidak ingin makan apa-apa, Bi," elak Marren walau ia bergerak mendatangi wanita itu dan duduk bersebelahan di sofa yang ada di pojok ruangan it
"Tidak, Marren. Maksud saya bukan seperti itu. Dengar poin pembicaraan Saya, yang saya maksud Arland. Arland selalu berlebihan dalam menghadapi sesuatu, apa pun itu. Terkadang sikapnya terlalu merepotkan orang lain," papar Arsan mencoba memberi alasan. "Arsan, dia Kakakmu dan dia sedang menolong Mommy Saya, Mama mertuamu juga, Arsan," tegur Marren menatap Arsan tisak percaya dengan ucapan Arsan."Saya paham, Sayang. Bukankah sudah saya bilang ini tentang Arland yang harusnya bersikap lebih dewasa. Lagi pula, seharusnya dia tidak perlu meminta izin padamu jika ingin membawa Mommy ke rumah sakit. Jika memang itu diperlukan, harusnya segera bawa saja. Agar tidak membuatmu lebih khawatir lagi," imbuh Arsan berargumen. "Cukup, Saya tidak mau dengar apa pun," sahut Marren membuang muka membelakangi Arsan, wanita cantik itu lebih memilih memandang pemandangan pagi yang dingin. Walau Arsan merengkuhnya dari belakang, Marren hanya diam tidak bergem
Marren menggeliat dari tidurnya, ia terbangun karena mendengar suara dering ponsel di atas bantal dan kepalanya berdenyut seketika.Wanita cantik itu membuka mata dengan berat dan mencari-cari arah sumber suara. la meraih benda kotak yang terus berdering dan bergetar-getar untuk mematikannya. Namun, belum sampai ia meraihnya tiba-tiba suara dering itu lenyap dan herganti dengan bunyi pesan masuk. 'Oh iya, ini kan ponsel Arsan. Ponsel saya masih ada di kantor Polisi sebagai barang bukti. Besok Saya akan bicara pada Arsan, supaya ponsel Saya bisa kembali. Tapi siapa yang menelepon di pagi buta begini?' Batin Marren dengan wajah mengernyit saat menatap angka 03.12 terpampang di layar ponsel suaminya.Belum selesai Marren bertanya-tanya tiba-tiba sebuah pesan masuk terpampang di layar ponsel Arsan dan membuat Marren membelalakkan mata karena terkejut. 'Apa? Mommy sakit? Arland mengirim pesan Mommy sakit?' pekik Marren dalam hati dengan panik. Marren bangkit dari rebahnya seraya meraih
"Cukup Arsan, tidaaakk..." pekik Marren terengah masih menyisakan tawanya karena ulah Arsan yang menggelitik pinggangnya.Kini keduanya rebah dan tertawa bersama. Arsan bangkit menghadap Marren dengan bertelekan tangannya. "Apa kamu tahu sayang, kenapa tadi Saya melarangmu menyela ucapan Kakek, saat Kakek tidak mau menginap di sini?" tanya Arsan dengan tatapan serius. ''lya, Saya lupa karena Kakek selalu punya kenangan buruk tentang rumah ini. Karena itu, 'kan? Begitu juga Arland," balas Marren mengernyit seolah mengingat sesuatu."Saya hampir saja lupa hal itu. Padahal dengan kakek datang berkunjung saja itu sudah sangat berat baginya," imbuhnya dengan wajah murung. "Ya, kamu benar. Tapi ada yang lebih penting, seperti yang Kakek bilang tadi bahwa Kakek tidak mau mengganggu kita," sela Arsan seraya memainkan rambut Marren yang tergerai berantakan di ranjang, dengan tatapan pria mesum itu dengan teduh.Marren spontan bangkit, "Tapi Arsan, Saya tidak akan merasa terganggu, sama sekal
"Kenapa setiap kali aku jauh dari kalian, ada saja yang terjadi?" tanya Kakek Ryzadrd, Devan Ryzadrd sore itu di hadapan Arsan dan Marren. Mereka bertiga sedang berbicara di ruang kerja di rumah Arsan, ''Entah, Kek, tapi yang jelas semua ini terjadi memang seperti di rencanakan jauh-jauh hari," sahut Arsan setelah menyesap kopi susu kesukaannya. "Bajingan itu benar-benar tidak tahu diri. Harusnya Saya sudah menyingkirkan semua keluarga Vandroid saat perbuatan Arthur waktu itu," lanjut kakek Ryzadrd dengan menggeram. Orang tua itu memukul meja dengan keras, "Ini benar-benar menjengkelkan!" lanjutnya memekik marah. "Kakek, jangan terbawa emosi, nanti sakit kakek kambuh lagi, Kek," sela Marren bangkit dari duduknya di sebelah Arsan karena melihat kakek Ryzadrd terbatuk-batuk dengan tiba-tiba, bergegas duduk di sofa sebelah pria tua itu. "Terima kasih, menantu, kamu memang sangat perhatian pada kakek," sahut pria tua itu setelah berdehem dengan susah payah dan Marren mengelus elus pun
"Marren berjanjilah pada Saya mulai sekarang jangan pernah percaya pada siapa pun selain Saya. Jika kamu ada berita apa pun tentang kejadian kali ini dan orang-orang yang terlibat di sini, bicarakan semua pada Saya," ujar Arsan tiba-tiba. ''Arsan, sebenarnya ada apa ini? Apa maksudnya?" sela Marren terlihat khawatir. ''Entahlah, Saya merasa ada seseorang di balik semua kejadian ini. Ada peran seseorang di balik layar yang mengendalikan semua ini. Dan Saya merasa James atau keluarga Vandroid hanya pion garis depan yang sengaja di tumbalkan," papar Arsan seraya mendesis hampir tidak terdengar. ''Apa maksudmu, Arsan? Lalu, siapa dia? Kenapa dia bisa sejahat itu?" tanya Marren tergagap. "Saya tidak tahu. Yang jelas semua rencana ini sangat baik. Tapi kamu jangan takut, kita akan menghadapinya bersama-sama, kamu akan aman bersama Saya, ujar Arsan yakin, menarik Marren dalam pelukannya. Marren membalas pelukan Arsan dan membenamkan wajahnya di dada bidang Arsan sebagai jawabannya. ''l
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.