Rachel pikir, pria yang datang menghampirinya di tengah masalah adalah sosok malaikat yang Tuhan kirimkan untuk dirinya dan membantu ia melewati semua ini. Namun, pria itu adalah iblis yang sangat membenci wanita.
Seorang pria menyeret Rachel kala itu untuk dijual karena tidak sanggup membayar hutang yang diwariskan oleh mendiang ibunya. Jika biasanya anak mendapat warisan berupa harta, maka Rachel mendapat warisan berupa hutang yang jumlahnya tidak sedikit. Bagi dirinya yang berusia 27 tahun dan merupakan karyawan biasa di sebuah perusahaan, tentu bukan perkara gampang dalam urusan membayar hutang.
Namun, ada pria dengan setelan jas rapi, bertubuh tinggi dengan tatapan mata dingin datang membantu Rachel. Tanpa berbasa-basi pria itu langsung membayar utang Rachel, membuatnya tidak jadi dijual sebagai wanita murahan.
“Terima kasih sudah membantu saya. Saya pasti akan mengembalikan uang Anda. Tapi, Anda siapa? Kenapa tiba-tiba menolong saya?” Rachel bicara dengan sangat sopan dan penuh hormat.
“Aku sudah lama memperhatikanmu. Ikut aku.” Hanya ini yang keluar dari mulut Marcus Cho, pria berusia 33 tahun dan merupakan pria mapan dengan segala bentuk kegilaannya. Psycho. Kata itu cukup untuk menggambarkan seorang Marcus Cho.
••••
Terlalu cepat menganggap seseorang yang baru dikenal beberapa saat yang lalu sebagai orang baik adalah kesalahan besar. Setidaknya itu yang Rachel pikirkan saat ia tiba di rumah Marcus. Wanita malang ini langsung diseret masuk ke sebuah kamar. Awalnya Marcus tidak terlihat seperti orang jahat, walau memang tatapannya memang tidak enak dilihat, tapi saat ini pria itu terlihat seperti iblis.
Marcus menyudutkan Rachel ke tembok, menaikkan kedua tangan wanita itu dan memegangnya dengan sangat erat, agar wanita yang sudah menjadi hak miliknya tidak bisa kabur. “Kau harus membalas kebaikkanku,” ucap Marcus dalam jarak sangat dekat dengan Rachel.
“Saya sudah mengatakan akan mengganti uangnya. Kenapa Anda melakukan ini? Tolong biarkan saya pergi.” Rachel sangat memohon, tapi Marcus malah menertawakannya.
“Kau seharusnya tidak sebodoh ini. Jangan mudah menerima kebaikan seseorang yang tidak kau kenal. Kau tahu kenapa? Karena kau tidak tahu apa yang orang itu rencanakan untukmu.” Marcus sedang membicarakan dirinya sendiri.
“Apa maksud Anda? Saya pikir Anda melakukannya dengan tulus.”
Mendengar ucapan Rachel membuat Marcus lagi-lagi tertawa. “Tulus? Aku sangat benci pada wanita, karena wanita sangat merepotkan bahkan menjijikkan. Jadi, kenapa aku harus melakukannya dengan tulus?”
Rachel ingin diselamatkan dari pria psycho di hadapannya. Marcus membenci wanita, tapi malah membantunya yang sudah jelas seorang wanita. Rachel tidak tahu siapa yang ia ajak bicara saat ini, apa rencananya, dan kenapa bisa menyebut wanita sebagai sosok menjijikkan. Pria di hadapannya seakan menyebut bahwa semua wanita di dunia ini sangat hina.
“Saya tidak tahu apa yang Anda inginkan. Tapi tolong lepaskan saya. Saya berjanji akan mengganti uang Anda secepatnya.”
“Dengan gaji sekecil itu, kau bisa berbuat apa? Kau harus membalasnya dengan rahimmu. Berikan aku anak laki-laki. Harus laki-laki!”
Seumur hidup Rachel, baru kali ini ia bertemu pria seperti Marcus. Mengatakan menginginkan anak seolah anak adalah sesuatu yang tidak berharga yang bisa dihadirkan begitu saja bahkan harus berjenis kelamin laki-laki. Bagi Rachel, memiliki anak bukanlah lelucon, bukan pula barang yang bisa kau minta dengan gampangnya.
“Aku bahkan tidak mengenalmu dan kau seperti orang gila yang meminta rahimku. Jika kau membenci wanita, maka seharusnya jangan meminta sesuatu pada wanita!” gaya bicara Rachel mulai berubah. Ia yang tadi bicara sangat sopan pada Marcus, kini bicara dengan agak kasar pada pria itu.
Marcus membenci siapapun yang berani melawan ucapannya, hingga membuatnya tanpa rasa ragu menampar keras pipi kiri Rachel sampai ada bekas tangan berwarna merah di sana. “Kau pikir, aku sudi melakukan ini? Kalau bukan karena wasiat sialan itu aku tidak akan pernah sudi berurusan dengan wanita. Aku memang gila dan kalian, wanita sialan yang membuatku seperti ini!" Marcus bicara dan di saat bersamaan tangannya mencengkram erat dagu Rachel.
“Aku tidak mau mengandung anakmu! Aku tidak mau anakku memiliki darah pria gila sepertimu!” Rachel mendorong tubuh Marcus dan ia mendapat kesempatan untuk lari.
Marcus hanya menyeringai saat melihat Rachel lari. Tidak peduli seberapa keras usaha Rachel untuk pergi dari sini, pada kenyataannya tidak akan ada jalan untuk pergi dari penjara mewah ini. Itulah alasan kenapa ia menyeringai. Tidak sampai satu menit Rachel sudah diseret kembali oleh pengawal Marcus, lalu dilempar ke ranjang.
Dengan langkah santai Marcus mendekati Rachel yang kembali ingin lari, hanya saja kali ini semakin tidak ada kesempatan. Marcus menarik tangan Rachel, lalu kembali menghempaskan wanita itu ke ranjang. Marcus kembali mencengkram dagu Rachel dengan sangat kuat.
“Kenapa harus aku? Tolong lepaskan aku.” Rachel menangis di hadapan Marcus, berharap bisa melunakkan pria gila itu.
“Kau sudah terpilih dan sudah berhutang padaku. Hidupmu akan lebih buruk tanpa bantuanku, lebih tepatnya kau akan menjadi pelacur. Jadi terima saja takdirmu sekarang.” Marcus kembali menyeringai, lalu melepaskan dasi dan beberapa kancing kemeja bagian atasnya.
“Kau mau apa?” Rachel bertanya dengan rasa takutnya. Marcus hanya menunjukkan senyuman iblisnya.
Rachel berpikir kalau Marcus akan memperkosanya, tapi saat telah berhasil menindihnya pria itu justru tertawa puas. Marcus tidak memberikan ciuman kasar seperti yang Rachel pikirkan. Ini semakin membuatnya berpikir bahwa Marcus memang pria gila. Pria itu tidak waras.
Berulang kali Marcus mengatakan bahwa ia sangat membenci wanita. Sangat-sangat benci, jadi mustahil ia mau menyentuh wanita. Marcus bisa memuaskan dirinya sendiri dengan kedua tangannya, tidak perlu dengan wanita.
“Kau pikir, aku akan menyentuhmu? Kau terlalu percaya diri. Kau bisa hamil tanpa kusentuh, jadi untuk apa menyentuh makhluk menjjikkan sepertimu?” Marcus menyeringai pada Rachel, lalu pergi meninggalkan wanita malang itu dalam keadaan pintu kamar terkunci.
Rachel lega karena Marcus tidak menyentuhnya, tapi hatinya terasa sakit ketika disebut sebagai makhluk yang menjijikkan. Tidak ada wanita menjijikkan di dunia ini. Kenapa Marcus selalu menyebut wanita menjijikkan?
Marcus berjalan menuju ke kamar sambil melepas satu persatu kancing kemeja hingga memperlihatkan tubuh seksinya. Tangan kanan Marcus kini meraih ponsel yang ada di dalam saku celananya, lalu menghubungi seseorang bernama William Jang.
“Persiapkan semuanya, lalu datang ke rumahku. Kau harus mengurus wanita itu.”
“Saya mengerti, Tuan.”
Hanya percakapan seperti itu yang dilakukan oleh Marcus dan William, setelahnya ia masuk ke kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di ranjang. Kedua mata Marcus mulai terpejam, mencoba membuat dirinya nyaman setelah seharian bekerja.
Namun, saat mata Marcus tertutup, tragedi dari masa lalu kembali muncul di benaknya, membuatnya seketika kembali membuka mata bahkan ia langsung terduduk. Marcus benar-benar benci terus mengingat dirinya yang dulu menjadi korban bully karena alasan yang sangat konyol.
*********
Bersambung ...
Sudah bertahun-tahun Marcus hidup dalam kondisi seperti ini, kesepian, penuh luka, dan trauma karena bully. Marcus sudah coba mencari pertolongan, tetapi sangat sulit untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Pada dasarnya psikiater sangat diperlukan oleh Marcus, tapi dukungan dari orang terdekatnya adalah yang terpenting. Sementara Marcus sendiri seperti menutup diri dan bersikap dingin pada siapa pun. Tidak ada seseorang yang benar-benar bisa memberikan dukungan padanya untuk sembuh. Trauma karena bully bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh, atau bisa disembuhkan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh dukungan besar dan pengobatan yang tepat agar seseorang bisa lepas dari trauma. Marcus memiliki banyak uang, ia bisa membayar psikiater mana pun untuk mengobati dirinya, tapi tidak memiliki dorongan dukungan dari keluarganya. “Aku sudah sangat menderita, kenapa Ayah harus membuat wasiat seperti itu? Kenapa aku harus punya anak a
Sudah belasan tahun, Marcus tidak pernah merasakan pelukan wanita, bahkan ia tidak pernah memeluk siapapun setelah kejadian buruk terus menimpanya. Marcus layaknya orang yang hidup sendiri di dunia ini. Karena hal itu, kini, Marcus menjadi sangat tegang ketika Rachel tiba-tiba memeluknya dan terus saja menangis. Ia benci pada wanita. Kalimat itu kembali ditekankan dalam benaknya, membuat Marcus berusaha untuk menjauhi Rachel. Tapi, pelukan Rachel sangatlah erat. Marcus tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa melakukan pemaksaan untuk yang satu ini. Keadaan terus berjalan seperti ini, Rachel terus menangis ketakutan di pelukan Marcus. Sementara Marcus tidak mempertanyakan kenapa Rachel seperti ini dan tidak juga berusaha menghilangkan ketakutan wanita itu. Marcus hanya diam dengan wajah dinginnya, membiarkan air mata Rachel terus membasahi kemejanya. Waktu terus berlalu, tangisan Rachel perlahan mereda hingga akhirnya
Begitu selesai melakukan tes dan Dokter Park mengatakan semuanya baik, Marcus dan Rachel pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka akan kembali ke rumah sakit beberapa hari lagi untuk proses selanjutnya. Setelah sampai di rumah, Rachel kembali diminta masuk ke dalam kamar. Namun, kali ini Rachel menahan pintu ketika akan ditutup oleh William. “Bolehkah aku meminta ponselku? Aku ingin menelepon adikku,” ucap Rachel yang sejak berada di tempat ini tidak memiliki akses berkomukasi dengan dunia luar. “Maaf, hanya Tuan Cho yang bisa memberikan hal itu. Istirahatlah.” “Tapi, sekarang hari ulang tahun adikku. Aku sudah berjanji sebelumnya akan ke Busan, tapi aku tidak bisa menepati janji, jadi biarkan aku menelepon adikku. Aku tidak akan mengatakan apa-apa tentang hal ini, atau tentang Marcus. Aku mohon.” Rachel kembali berusaha mendapat salah satu haknya sebagai manusia.&
Air mata Rachel menetes begitu saja ketika mendengar lagu milik Younha yang berjudul Wasted diputar pada salah satu program TV yang ia tonton. Seseorang pernah berjanji padanya, seperti dalam lirik lagu itu, dia berkata tidak akan pernah meninggalkannya walau semua orang di dunia ini meninggalkannya. Tapi pada akhirnya, orang itu tidak menepati janjinya, dia menghilang begitu saja tanpa ada kabar sampai sekarang. Rachel meremas tangannya, terutama jari manisnya tempat cincin indah melingkar di sana sejak 4 tahun yang lalu. Cincin itu tidak pernah sekalipun Rachel lepaskan karena masih berharap orang yang memasangkan cincin itu akan kembali dan memeluknya dengan erat. Marcus yang baru saja selesai mandi dan turun dengan rambut yang masih setengah basah tampak terdiam saat melihat Rachel duduk di depan TV dengan bahu yang bergetar seperti orang menangis. Tidak, bukan sepertinya, tapi dia memang menangis, ia bisa mendengar isak tangis
Masyarakat Korea kembali digemparkan oleh penemuan jasad wanita yang kondisinya sama seperti korban kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang sampai sekarang belum terpecahkan. Pipi korban dilukai, kemudian diperkosa dan setelahnya dibunuh bahkan lidahnya dipotong. Polanya sama, hingga pihak kepolisian membuat kesimpulan bahwa ini adalah pembunuhan berantai. Rachel melihat berita ini di TV. Ketakutan seketika terlihat di wajahnya. Pembunuh itu telah kembali setelah hampir 3 tahun tidak pernah membunuh. Ia yakin ini adalah orang yang sama jika melihat caranya menghabisi si korban. “Dia kembali," Rachel bicara dengan sangat pelan. Sementara di kantor, Marcus juga sudah mengetahui berita itu melalui ponselnya. Cara pembunuhan yang sama, maka pastilah dilakukan oleh orang yang sama. Entah apa yang ada di dalam pikiran pembunuh itu sampai membunuh wanita. Ia memang benci pada wanita, tapi tidak sampai pada tahap membunuh
Kedua mata Rachel membulat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pria psycho itu mengajaknya berkencan dan itu pasti hanya untuk tidur bersama. Sungguh, Marcus benar-benar tidak waras. “Aku yang punya masalah denganmu.” “Kalau begitu, lebih baik kau diam saja! Kau pikir, kepalaku tidak sakit mendengar celotehanmu? Cepat tidur!” walau pernah berjanji akan bersikap lebih baik pada Rachel, pada kenyataannya kadang sikap Marcus masih sama saja. “Aku belum mengantuk,” ucap Rachel ketus. Ia ingin keluar dari kamar, sebab sangat muak satu kamar dengan Marcus. “Kau berani ....” “Kau ingin membuatku stres, lalu keguguran? Baiklah, teruslah berteriak padaku.” Rachel menyela ucapan Marcus, hingga membuat pria itu tertegun. “Keluarlah. Aku tunggu di sini.” Marcus memperhalus nada bicaranya. Sedang
Langit musim semi terlihat cerah hari ini, udara di Nami Island juga sangat segar hingga membuat Rachel menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu menghembuskannya sembari tersenyum. Ia tahu Marcus melakukan semua ini demi calon anak yang ada di kandungannya, bukan karena pandangan pria itu telah berubah terhadap wanita. Tidak apa-apa, ia memiliki keyakinan kalau perlahan Marcus pasti bisa berhenti melihat wanita sebagai makhluk yang menjijikan dan harus dijauhi. “Nami Island sangat indah,” ucap Rachel dan terdengar sampai ke telinga Marcus, karena pria itu berdiri di sebelahnya. “Biasa saja. Bagiku, tidak ada tempat indah di dunia ini.” Dan Marcus menyahuti ucapan Rachel dengan kalimat seperti itu. Ia baru saja berbagi pandangannya tentang dunia. Wanita cantik ini berdecak pelan mengetahui begitu cara Marcus memandang dunia. Pantas saja dia tidak pernah terlihat bahagia walau hanya sekali
Bukan perkara mudah bagi Marcus untuk membuat Rachel tetap merasa aman setelah kejadian di Nami Island. Dari Nami Island hingga sampai di rumah dan sekarang sudah pukul 8 malam, wanita itu tidak pernah sekalipun melepaskan genggaman tangannya. Rachel selalu menempel padanya seakan rasa aman itu hanya ada padanya. Sedangkan Marcus tidak bisa berbuat apa-apa, selain tetap membiarkan Rachel terus menempel padanya. Ia sudah tahu apa yang terjadi, jadi bisa memahami bagaimana perasaan Rachel. Maka dari itu, ia akan melupakan sejenak rasa bencinya, sebab ini juga menyangkut anaknya. “Lebih baik kau mandi dulu, lalu tidur," ucap Marcus, tapi Rachel menggeleng. “Bagaimana jika dia tiba-tiba muncul di kamar mandi? Lalu ....” “Dia tidak akan bisa masuk ke rumahku. Aku juga sudah memerintahkan beberapa orang yang sangat ahli untuk mencari keberadaannya. Aku akan menunggumu