Share

Penghianatan seorang 'teman'

Wanita berambut panjang hitam lurus itu pun mengambil ponsel milik Zen yang sedari tadi diletakkan di meja rias miliknya yang berdekatan dengan ranjang tempatnya berada. Dengan cepat dia membuka ponsel milik suaminya itu. Zen merupakan tipikal suami yang tidak terlalu mementingkan ponsel, bahkan ponselnya itu sama sekali tidak diberi sandi seperti kebanyakan orang, jadi siap pun bisa mengaksesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Manik mata berwarna hitam milik Gaurika hanya melihat banyak panggilan tidak terjawab dan pesan darinya yang tidak di buka sama sekali. Dan terlihat panggilan masuk terakhir dari Gaurika sekitar pukul empat lewat lima puluh pagi tadi.

"Saat terakhir dia mengangkat panggilanku tadi, dia tidak mengatakan ap pun. Sampai pulang dalam keadaan aneh. Tapi di ponselnya tidak ada yang mencurigakan. Bahkan semua panggilan dan pesan masuk hanya dariku. Apa dia seperti itu hanya karena lelah bekerja? Dia bekerja sebagai warehouse staff disebuah perusahaan besar, pasti membuatnya sangat kelelahan. Mungkin aku hanya berlebihan mengkhawatirkannya," batin Gaurika.

Dia pun kembali meletakkan ponsel suaminya itu diatas meja rias, kemudian mengambil ponselnya sendiri yang diletakkan dibawah bantal miliknya. Setelah di cek, sahabatnya Alin pun tidak menjawab pesannya sama sekali padahal sudah dibaca sejak jam tujuh pagi. Untuk sesaat wanita itu hanya termenung menatap layar ponselnya.

***

Dalam ingatan Alin, dirinya itu hanya gadis biasa yang ingin menjalani hidupnya tanpa drama ap pun. Namun hari di mana dirinya harus terjerat kejadian yang sungguh mengubah hidupnya itu harus terjadi.

Kemarin sebelum semua itu terjadi, dirinya masih sempat berkomunikasi dengan Gaurika yang merupakan istri Zen. Setelah itu secara tiba-tiba Ricky yang merupakan pacar Alin setahun belakangan ini menghubunginya dan memintanya hadir dalam acara perayaan kecil-kecilan toko tempatnya bekerja yang berhasil mendapat omset melebihi target. Untuk sesaat Alin termenung saat tengah menyajikan kopi. Kemudian secara tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh rekan kerjanya yang bernama Rinny.

"Hei!" tegur wanita berumur lebih tua setahun dari Alin hingga menyebabkan menumpahkan kopi yang tengah dipegang Alin dan menyebabkan mengotori apron birunya.

"Kau mengagetkanku, Rinny!" keluh Alin sambil mengerutkan alisnya.

Rinny menaruh kedua tangannya diatas meja panjang yang berada di hadapan Alin, meja itu sebagai batas antara pelanggan yang memesan kopi dengan barista dan bertanya, "Apa yang terjadi? Sepertinya akhir-akhir ini kau terlihat murung?"

"Tidak apa," jawabnya cepat sambil membuat kembali kopi, untuk menggantikan kopi yang tumpah tadi.

"Apa karena pacarmu?"

Pertanyaan itu tepat dan cukup membuatnya kembali terkejut. Melihat ekspresi wajah Alin, Rinny pun bisa menebaknya dan kembali berkata sebelum Alin menjawab pertanyaannya.

"Apa pacarmu bosan?"

Dengan cepat Alin menoleh dan menjawab pertanyaan Rinny.

"Apa maksudmu?"

Dengan senyuman yang terlihat seolah mengejek, Rinny pun mengatakan sesuatu yang cukup membuat Alin syok.

"Bagaimana tidak? Selama setahun belakangan ini kau bahkan belum melakukan ap pun dengannya, padahal kalian pacaran."

"Memangnya harus seperti apa?"

Dengan menaikkan alis mata sebelah kanannya, Rini kembali berkata, "Jangan berlagak polos. Kalian itu menjalin hubungan lebih dari seorang teman di umur dewasa. Masa iya tidak pernah melakukan ap pun?"

Mendengar tuduhan yang cukup menjengkelkan itu, Alin menaikan intonasi suaranya sambil mengerutkan alisnya.

"Kau menuduhku melakukan hal diluar nalar?"

Dengan menatap mata Alin dalam-dalam, Rinny kembali tersenyum dengan sinis.

"Untuk apa pacaran jika kau hanya ingin berhubungan sebatas teman? Oh, ya. Pacarmu mengajakku ikut dalam acara malam ini. Apa aku boleh ikut?"

Dengan perasaan yang cukup bergejolak, Alin segera menyelesaikan kopi pesanan pelanggan. Setelah membeli art latte, dengan cepat Alin memberikannya di hadapan Rinny.

"Itu urusanmu mau ikut apa tidak, tapi tolong jangan campurkan masalah pribadi di tempat kerja!" keluh Alin.

Dengan cepat Alin meninggalkan Rinny dan segera membersihkan apronnya yang kotor. Rinny yang melihat tingkah Alin pun hanya bisa tersenyum.

'Aku tidak mengerti apa yang Rinny katakan. Lagipula kenapa Ricky selalu menghubunginya jika ingin pergi denganku? Apa mereka teman sekolah? Tapi tidak mungkin sampai sedekat itu jika mereka hanya berteman,' batin Alin.

Dada Alin masih terasa berdenyut dengan cepat dan nafasnya memburu karena kepincut emosi. Namun dia berusaha mengendalikan.

Waktu berjalan begitu cepat, jam pun menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah selesai menutup toko, manik mata Alin bisa melihat sosok wanita berambut sepundak dengan baju yang cukup terbuka karena memakai singlet crop putih terbalut jaket berwarna ungu yang seletingnya sengaja tidak ditutup dan rok payung mini berwarna senada dengan jaketnya itu tengah mengobrol dengan pria berhoodie berwarna navy dan bercelana panjang hitam. Setelah selesai, Alin melangkahkan kakinya mendekati kedua orang yang terlihat cukup akrab itu.

Rinny yang bisa mendengar langkah kaki Alin yang mendekat pun segera menoleh ke arah Alin berada sembari tersenyum, dirinya pun mengatakan, "Ayo, kita pergi."

Sontak saja hal itu cukup membuat Alin terkejut. Padahal pacar Ricky itu Alin, tapi kenapa Rinny yang orang lain justru berkata begitu? Hal itu membuat Alin cukup muak ditambah sikap Ricky yang seolah nyaman saat dekat dengan Rinny.

Tempat berkumpulnya rekan kerja Ricky tidak begitu jauh, memakan sekitar lima belas menit. Sepanjang perjalanan pun Rinny yang berjalan di antara Ricky dan Alin pun hanya terus mengobrol dengan Ricky, seolah tidak mempedulikan Alin. Setelah sampai di sebuah restoran. Ricky mengajak Rinny dan Alin masuk ke dalam restoran itu menuju ruangan private yang tertutup. Saat pintu ruangan bertuliskan VIP itu dibuka, di sana hanya terdapat empat orang pria. Sontak saja hal itu membuat Alin ragu untuk masuk. Sedangkan Rinny dengan cepat masuk ke dalam dan berbaur dengan teman Ricky.

Pria berhoodie navy yang telah duduk lesehan bersama keempat temannya yang mengelilingi meja berbentuk persegi. Rinny segera menoleh ke arah Alin yang hanya termenung di depan pintu yang terbuka.

"Ada apa? Kenapa kau membatu di sana? Ayo cepat masuk dan tutup pintunya," ucap Ricky yang berusaha membujuk pacarnya itu.

Untuk sesaat Alin hanya terdiam.

Ricky yang melihat Alin ragu untuk masuk pun hanya tersenyum sambil berkata, "Kenapa? Kau takut? Kalau takut, pulang saja."

"Bukan begitu! Aku hanya heran, kemana rekan kerja yang lain? Bukankah toko tempat kau bekerja terdapat dua orang wanita?" tanya Alin yang menyangkal bahwa dirinya takut.

Sambil mengambil sebuah botol dan menuang minuman ke dalam gelas, Ricky kembali menjawab pertanyaan Alin.

"Mereka pulang lebih dulu."

Manik mata Alin bisa melihat dengan jelas pacarnya itu justru bercengkrama dengan Rinny, bahkan mengambilkan minum untuknya.

"Ricky, sebenarnya pacarmu itu wanita yang tengah duduk bersama kita ini apa yang sedang menjaga pintu itu?" tanya seorang teman Ricky dengan tawa.

Ricky pun mengalihkan pandangannya ke arah teman-teman yang duduk berhadap-hadapan.

"Entahlah aku juga bingung. Dibilang pacar, tapi kami tidak pernah melakukan apa-apa. Rasa membosankan juga," sindir Ricky sambil mengambil gelas yang telah diisi oleh air kemudian meminumnya.

"Kenapa tidak kau putuskan saja dan berpacaran lah dengan temannya ini? Dia cukup cantik apalagi penampilannya lebih trendy daripada pacarmu itu," balas seorang temannya.

Ricky melirikkan matanya ke arah Rinny dan berkata, "Bagaimana menurutmu, Rinny? Apa kau mau berpacaran denganku?"

Melihat dan mendengar percakapan itu, cukup membuat Alin tersulut emosi.

Dengan cepat Alin mengambil langkah mendekati Ricky dan Alin dan mengambil minum yang ada di tangan kanan Rinny tadi diberikan oleh Ricky.

"Apa maksudmu berkata seperti itu?!" pekik Alin dengan tatapan penuh emosi yang bergejolak.

"Memang kenyataannya kan? Hubungan kita hanya sebatas teman tidak lebih. Toh, aku tidak pernah melakukan ap pun padamu!" seru Ricky.

"Sudahlah, Alin. Jangan bermimpi ingin terus bersama Ricky. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik daripada dirimu yang membosankan," imbuh Rinny.

Tatapan mata Alin berubah menjadi tajam, alisnya bertautan, rahangnya pun mulai mengeras.

"Apa kalian memang bermain belakang denganku?" tanya Alin yang berusaha mengendalikan emosi yang tak tertahankan.

Dengan mengembangkan sebuah senyuman, dengan rasa bangga Rinny pun mengiyakan pertanyaan Alin.

"Lantas, bagaimana jika semua itu benar?"

Alin yang penuh amarah pun hendak menumpahkan minuman itu ke atas kepala Rinny yang duduk tepat dihadapannya, tapi dengan cepat Ricky berdiri dan menahan tangan Alin.

"Berhentilah bersikap seperti anak kecil!" bentak Ricky.

Mata Alin mulai berkaca-kaca melihat sang pacar justru membela rekan kerjanya itu.

"Lebih baik kita akhiri saja hubungan ini," gerutu Ricky sambil menatap mata Alin dengan tajam 

Dengan cepat Alin mengalihkan pandangannya dan hendak pergi dari tempat itu.

Tapi seorang dari teman Ricky justru menutup pintu dan seorang lainnya menarik tangan Alin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status