Share

Bab 6 - Janji Kita

Happy Reading Semuanya!

Pergi adalah salah satu cara untuk melupakan masalah yang ada di rumah. Hati Irene sudah terlalu kacau dan sudah saatnya ia pergi melepas penat sementara waktu, sekarang yang ia butuhkan yaitu melampiaskan perasaan marahnya dengan menghabiskan waktu diluar bersama dengan teman-temannya meskipun ia hanya datang ke acara pernikahan teman sekolahnya sewaktu di SMA dulu.

Bibir Irene tersenyum manis memandang rekannya yang tampak heboh.

“Ayo! Sekarang sudah acara pelemparan bunga!” ajak Sisi

Kepala Irene hanya mengangguk dan menyusul rekannya yang sudah ada di barisan paling depan bersama yang lain menunggu bunga tersebut di lempar. Irene tidak ingin mendapatkan bunga tersebut.

"Kalau dilihat lagi, sepertinya lo ada yang aneh. Mata lo... sembab? Lo enggak apa-apa, kan?" tanya Zara 

Lagi-lagi bibir Irene hanya tersenyum memandang rekan dekatnya itu. 

"Gue baik-baik saja, biasalah capek sama urusan kantor. Biasa divisi kantor suka menyebalkan, lo tahu sendiri bagaimana mereka? Hobi buat susah orang," sahut Irene sembari menepuk pundak temannya untuk tidak terlalu mengkhawatirkannya.

"Ya... namanya juga hidup, kan? Harus ada susah dan senangnya, setidaknya lo enak. Ada sokongan Mas Rangga di kantor," Irene hanya tertawa singkat mendengar perkataan dari Zara barusan, memang apa hebatnya memiliki orang seperti Rangga. Hidupnya mendadak susah karena dia. 

“Lihat teman lo maju paling depan, padahal yang gue harapkan adalah lo lebih dulu nikah sama Mas Risky. Oh—iya dia selesai dinas hari ini, ‘kan? Jadi bisa dong habiskan waktu berdua, pasti senang banget hidup lo sekarang. Benar, kan?” tanya Zara membuat Irene hanya mengangguk

Sekarang yang menjadi ketakutannya adalah kekasih tampannya yang sudah ia jalin kebersamannya, mengetahui tentang rencana konyol keluarganya dan kakak iparnya. Lututnya mendadak lemas saat mengingat apa yang terjadi di rumahnya sekarang ini. 

Iris mata Irene membulat lebar saat melihat bunga yang dijadikan bahan lemparan tampak jatuh di atasnya dan membuatnya dengan sigap menangkapnya sebelum menjatuhi kepalanya saat ini. Semua mata tampak menatap dirinya, bukan tatapan yang Irene harapkan. Ia tidak ingin mendapatkannya karena tandanya ia akan menyusul menikah. Suara sorakan juga mendominasi seluruh tempat sekarang ini.

"Astaga!! Irene seharusnya gue yang dapat buket bunganya,” ucapan dari rekannya itu tampak membuat Eva menghela napas panjang.

"Lo bisa minta ulang sama pengantinnya kalau mau," sahut Irene putus asa.

"Kenapa lo putus asa begitu? Ambil saja bunganya gue mendadak enggak mau," ucap Sisi.

Bagaimana tidak putus asa, mendapatkan bunga ini mengingatkannya akan segera menikah. Apalagi dalam jangka waktu dekat ia akan menikah dengan seorang yang amat sangat tidak ia sukai, siapa lagi kalau bukan kakak iparnya. Orang gila. Saat ini ia benar-benar mendapatkan kesialan.

“Btw, saat masih sekolah lo bilang bakalan menikah kalau usia lo sudah 22 tahun dan sekarang sudah umur segitu. Lo mau menikah dalam waktu dekat? Apa Kak Risky sudah melamar lo?” tanya Sisi.

Irene tampak melamun. Menikah dengan Risky? Itu adalah mimpinya, tapi sampai saat ini saja sang kekasih belum melamar dirinya dan malah yang melamar Kakak iparnya.

“Belum, gue enggak tahu kapan dia ngelamar. Enggak bisa paksa juga,”

“Tapi lo sudah pernah melakukan hubungan suami istri belum sih sama kak Risky? Biasanya kan suka sudah ya—begitu, lo sudah pernah lakuin?” tanya Erika yang dihadiahi pukulan oleh Zara di sebelahnya itu.

Mata Erika membulat sembari menahan sakit akibat pukulan dari rekannya itu.

“Kenapa? Memang apa masalahnya? Hubungan suami istri itu bukan suatu kejahatan karena toh, nantinya akan menikah. Apa itu sebuah kejahatan? Terus juga, kenapa harus peduli dengan orang lain? Lagian itu normal kan? ” tanya Erika

Sisi tampak membenarkan perkataan dari rekannya, “Itu bukan kejahatan untuk anak zaman sekarang, karena sudah jadi trend di kalangan pacaran anak millenial. But, sekarang masalahnya keluarga Irene  itu sangat ketat. Bagaimana dengan lo? Apa lo pernah berhubungan kelewatan batas begitu?” tanya Sisi.

Irene  menggeleng mendengar penuturan dari ketiga temannya yang sudah menyatu dalam persahabatan mereka. Temannya begitu frontal dan lupa bagaimana caranya untuk menyaring perkataan.

“Kalian ingat enggak sih ini lagi di mana? Diam sedikit! Ini acara pernikahan orang lain!” kesal Irene

“Serius deh gue tanya sama lo, sebenarnya lo itu ada keinginan untuk melakukan itu—sama Kak Risky enggak sih? Kenapa lo harus takut? Lo sama Kak Risky jatuh cinta dan mustahil bisa menahan hasrat itu. Apa bisa seorang laki-laki dan perempuan bisa tahan dengan nafsu? Selain itu, daripada menyebutnya larangan bilang saja melakukan—“Zara menyumpal mulut Erika menggunakan buah di depannya.

“Mulut lo sudah kaya knalpot berisik! Ini acara nikahan orang bukan kamar lo sendiri,” Irene memandang teman-temannya itu lelah.

“Kayaknya gue bakalan minta tips and tricknya biar awet dalam menjalin hubungan, bagaimana bisa hubungan lo sama Kak Risky bisa awet begitu?” tanya Sisi.

Temannya mengangguk setuju, “Benar, dari kelas 1 SMA sampai sekarang. Gue cuman lihat dia gandeng tangan Kak Risky terus, kuat juga ya itu laki enggak melakukan hal senonoh sama anak gadis.” Irene  hanya terdiam mendengar penuturan dari perempuan di depannya itu.

“Padahal nih ya... pas masuk kampus banyak banget yang naksir sama Irene, tapi semua di gagalkan dengan stemple lucu dari Mas Risky si pawang cintanya Irene . Bagaimana bisa lo hidup seperti itu? Mas Risky antara posesif sama agresif jadi satu.” Irene hanya menggaruk lehernya mendengar ucapan temannya yang terus membicarakan dirinya.

Temannya kini memandangnya dalam dan tatapan curiga.

“Tapi mustahil enggak sih kalau laki-laki bisa menjaga hasrat besar yang kaya begitu?” tanya Erika

“Benar juga, gue melihat dia pasti frustasi dan nafsu nya meledak sekaligus ketika berhubungan. Bisa saja lo di selingkuhin tanpa sepengatahuan lo,” ucapan dari Sisi membuat Zara hanya menggeleng.

Pandangan mereka berdalih pada lelaki dengan seragam polisi berjalan memasuki aula pernikahan yang di lakukan oleh teman sekolah mereka. Pujaan hatinya dan orang dambaannya, bibir Irene  tersenyum manis menatap lelaki di depannya itu kini melambaikan tangannya manis pada dirinya.

“OH MY GOD! Menggairahkan sekali,” ucap Sisi.

“Sudah selesai?” tanya Risky sembari mengusap lembut kepala kekasihnya itu.

“Kangen tau! Kenapa enggak telfon dari kemarin? Aku pikir sayangnya aku selingkuh seperti kata mereka, kenapa baru datang langsung ke sini?” manja Irene sembari memeluk lelaki di depannya itu sayang.

Risky gemas pada kekasihnya itu, bagaimana bisa ada orang semanis Irene yang membuatnya jatuh cinya semakin dalam.

“Bukannya aku sudah bilang ke kamu kalau aku pindah dinas jadi di Jakarta saja, makanya dari kemarin aku sibuk mengurus surat-surat. Aku sampai Jakarta jam 8 pagi tadi dan langsung datang kemari untuk surprise kamu. Bagaimana? Aku romantis, kan?” tanya Risky yang diangguki oleh Irene begitu saja.

Tentu apa yang dilakukan oleh pasangan manis membuat rekan di sekitarnya mendadak iri. Tatapan mata mereka tidak bisa lepas dari kekasih rekan dekat mereka itu.

“Mas Risky, punya teman lain yang lebih menggairahkan dari Mas Risky enggak? Sudah lama jomblo nih!” Zara menoyor kepala Erika dan membuat sang empu mengaduh kesakitan melihat tingkah anarkis dari temannya itu.

“Boleh nanti calling saja,” Arah mata Risky menatap bunga di tangan Irene . “Kamu dapat bucket bunga pernikahan? Sepertinya aku harus mempersiapkan diri buat melamar kamu, apakah kita sudah harus membahas kapan akan ada acara lamaran?" tanya Risky sembari mengambil bunga di tangan Irene.

“Benar, aku rasa juga begitu. Waktunya sudah sangat cukup,” ucap Irene dihadiahi senyuman manis dari Risky di depannya itu.

“Ow! Romantis,” kompak ketiga orang di depan mereka itu.

“Gue bawa teman kalian dulu ya?” Ketiga temannya itu tampak mengangguk mengiyakan ucapan dari lelaki yang kini menggandeng erat tangan Irene .

Cengkraman tangan Risky masih menempel erat di tangan Irene, bahkan tidak ada niatan untuk melepas.

“Apa kamu enggak capek?” tanya Irene

“Capek kenapa?” tanya Risky

Bibir Irene cemberut, masih saja tidak peka. “Kamu datang dari Magelang dan datang kemari karena aku ada di sini. Kamu enggak keberatan?” tanya Irene

“Kenapa kamu tiba-tiba nanya kaya begitu? Apa sih yang enggak buat kekasih kesayangan aku, apa terjadi sesuatu selama aku pergi?” tanya Risky

Kepala Irene  menggeleng, “Enggak, aku sudah lama mikirin ini. Kita sudah lama pacaran selama lima tahun—tapi kita menghabiskan waktu seperti pasangan anak-anak lainnya. Terus juga aku belum pernah ke rumah dinas kamu, terus juga kita enggak pernah jalan-jalan ke tempat wisata hanya berdua saja tanpa ada gangguan dari komandan kamu. Untuk menonton bioskop saja suka enggak bisa karena kamu mendadak di telfon sama komandan kamu, kalau dipikir-pikir kita enggak pernah bersenang-senang kaya sewaktu SMA.” jelas Irene.

Risky memperhatikan kekasihnya yang terlihat sangat lucu di depannya itu, kekasihnya merajuk sepertinya. Menggemaskan sekali.

“Sayang, pernah dengar kalau kesenangan bukan satu-satunya hal yang tidak kita miliki? Sebenarnya aku memilikimu hanya itu yang aku butuhkan dan menghabiskan waktu seperti sekarang ini saja rasanya sudah sangat menyenangkan karena kita enggak perlu melakukan hal lain. Kamu sudah tahu kan risiko menjalin hubungan sama aku?”

Bibir Irene mengerucut mendengar perkataan dari Risky barusan. “Tapi, ini susah buat kamu, bukan? Aku tahu hubungan kita seperti apa dan risiko menjalin hubungan sama kamu kaya gimana, tapi tetap saja.” Risky mencubit gemas pipi dari kekasihnya itu.

“Kamu tahu sayang? Aku mengajakmu berkencan dulu saat tahu perasaanku ke kamu itu sangat serius dan aku bersedia bersanding dengan kamu apapun yang terjadi, bahkan aku bisa menunggumu siap untuk nikah sama aku. Ingat janji kita,”

Irene mendadak terdiam mendengar penuturan sang kekasih barusan. Janji mereka? Apakah Irene  bisa menepatinya? sumpah dirinya merasa tidak yakin.

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status