Pagi ini, Zahra memulai aktifitasnya didapur, karna hari ini ART nya sedang cuti pulang kampung. Namun bukan hal baru bagi Zahra jika harus memasak untuk sarapan pagi suaminya, pasalnya ada ART sekali pun selalu ia yang menyiapkan sarapan khusus untuk Roni. Dengan gerak lincah dan luwes kini Zahra beradu dengan alat alat memasaknya, memasak dengan sepenuh hati, karena baginya selain bumbu yang melezatkan makanan, tapi juga perasaan iklas dan bahagianya yang akan membuat masakan itu lebih terasa nikmat.
"Kamu lebih pantas seperti ini."Tiba tiba terdengar suara itu di dekatnya, yang membuat aktifitas tangan Zahra seketika terhenti dan dengan cepat menoleh, ia terkejut setelah ia dapati Fatimah yang saat ini sedang terfokus memperhatikannya."Ibu.""Ibu lebih suka lihat kamu seperti ini, dari pada kamu yang jadi istri Roni tapi ngga berguna," celetuk Fatimah yang membuat nafas Zahra hampir terhenti.Dipagi buta ini, ia sudah mendapat serangan yang menghujam jantung, ucapan tiap ucapan selalu membuat hatinya terluka."Maksut ibu? Ibu lebih suka liat aku jadi pembantu dari pada sebagai istri mas Roni?" tanya Zahra yang membuat Fatimah terkekeh."Jadi kamu tau maksut ibu? Baguslah. Itu artinya kamu masih sadar diri.""Terserah ibu aja, ngga papa kok kalau ibu mau anggap aku pembantu dirumah ini, toh pekerjaan itu bukan pekerjaann yang hina," jawab Zahra yang membuat Fatimah menatapnya dengan tajam."Ngga usah sok baik kamu, ngga usah sok bijak. Percuma, karna ibu ngga akan pernah suka lagi sama kamu, ibu nyesel kenapa dulu ibu sayang sama kamu dan ngizinin Roni buat nikah sama kamu, kalau akhirnya begini ibu nyesel.""Astafirullah bu, kenapa sih aku ngga pernah dianggap baik dimata ibu? Apa aku sehina itu bu? Selama ini aku berusaha sabar, aku berusaha diam menghadapi ucapan ucapan ibu semacam ini, tapi kali ini rasanya...""Rasanya apa? Kamu mau marah sama ibu? Mau ngadu sama Roni? Silahkan dengan senang hati ibu dengernya."Kali ini Zahra berusaha tenang, berulang kali ia menghela nafas dan mencoba melupakan emosinya. Tak menjawab apapun lagi kini Zahra dengan cepat menyelesaikan masaknya dan segera meninggalkan tempat.Jika sudah seperti ini, rasa penyesalannya tiba tiba menghampiri, mengapa tak ia katakan saja yang sebenarnya, mungkin jika Fatimah tau yang sebenarnya sikapnya tak seperti ini pada Zahra. Tapi sekarang, semuanya sudah terlanjur, jika saat ini ia jujur sudah pasti ucapannya tak akan dipercaya lagi, karena terlalu banyak kebencian yang menumpuk dihatinya."Jadi orang kok gampang marah, cuma dibilang begitu aja udah marah," gerutu Fatimah setelah melihat Zahra meninggalkan tempat tanpa senyuman."Lagian ibu juga sih, selalu aja mojokin Zahra, wajar lah kalau dia marah"Tiba tiba terdengar suara itu yang membuat Fatimah seketika menoleh."Roni.""Bu, jangan buat Zahra sedih terus dong, dia itu istri yang baik bu, dia ngga pernah buat aku kecewa ataupun sedih, jadi aku ngga mau kalau dia terus terusan sedih dengan ucapan ucapan ibu yang kaya gini.""Terus aja kamu belain istri ngga berguna kamu itu Ron, ibu ngga habis fikir kenapa sih sama kamu? Udah jelas jelas dia mandul masih kamu bilang ngga buat kamu kecewa, Roni Roni ibu ngga tau jalan fikiran kamu," ucap Fatimah yang kemudian berlalu.Pagi yang indah ini, bukannya disambut dengan senyuman malah dengan pertikaian yang berulang kali terjadi. Gempuran demi gempuran yang Zahra rasakan akhir akhir ini, hingga ia tak dapat lagi menahan setiap ucapan ucapan yang merusak hatinya, rasanya seperti tersayat dengan pisau berkarat, pedih, luka namun tak berdarah.Kini ia terduduk sendiri, hanya bulir air mata yang setia terjatuh dan membasahi pipi, isakan tangisnya sangat terasa betapa pedih hatinya kini.Hingga alam pun sepertinya mengerti akan perasaan yang saat ini Zahra rasakan, langit pun merana, berwarna gelap dan tanpa cahaya, ya mendung pertanda akan turunnya hujan.Seperti yang dirasakan Zahra saat ini, yang juga terus menangis bak hujan yang sebentar lagi akan datang."Sayang, masuk yuk mau hujan."Terdengar ucapan itu dari arah belakang, yang membuat Zahra dengan cepat mengusap air mata yang memenuhi pipinya."Mas.""Zahra, atas nama ibu aku minta maaf ya," ucap Roni yang membuat Zahra menunduk.Jujur sulit sekali untuk berkata ya, atau pun sekedar mengangguk, karena sudah terlalu banyak luka yang digoreskan dihatinya."Aku ngga tau mas, harus bersikap gimana lagi sama ibu, semua yang aku lakukan selalu tak pernah benar dimatanya. Apa aku benar benar ngga bisa dimaafkan mas? Sampai sampai ibu terus menyudutkan aku sampai aku terpojok dan ngga bisa berkutik lagi," tutur Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Engga ada yang perlu dimaafkan sayang, kamu ngga bersalah apa apa.""Tapi ibu mas, dia selalu menganggap aku salah, karena aku yang... Mandul ini. Kayanya apa yang dibilang ibu bener mas, bukankah kamu harus punya keturunan? Dan kalau kamu terus bertahan sama aku, kamu ngga akan bisa punya keturunan.""Engga, kamu ngga boleh nyerah Ra, kamu harus tetap kuat, kamu harus selalu dampingi aku sampai kapanpun itu. Karena aku ngga mau ada wanita pengganti kamu sampai kapan pun dan siapapun itu."Mendengar ucapan itu Zahra hanya bisa terdiam, setidaknya ada yang masih bisa membuat hatinya bahagia, ya kesetiaan sang suami, membuatnya tersenyum dan bersemangat kembali, kembali ia rasakan semua tidak percuma, karena cinta sang suami yang dianggapnya luar biasa."Makasih ya mas, lagi lagi kamu yang buat semangatku kembali. Sekali lagi aku minta maaf karena aku ngga bisa kasih keturunan buat kamu.""Udah udah, jangan dibahas lagi. Sekarang lebih baik kita masuk, karena langit udah mulai gelap, dan hujan sebentar lagi datang, ayo masuk," ajak Roni yang lalu membawa Zahra kini melangkah memasuki rumah.Sementara Fatimah yang kembali menyerngitkan bibirnya setelah melihat Roni dan Zahra kembali berdua."Dasar labil, selalu bisa dibujuk suaminya. Ngga bisa di biarin, kalau kaya gini terus kapan aku punya cucu? Dan kalau begini terus lama lama Jesika ngga mau lagi kasih aku uang banyak," gumam Fatimah yang kembali menyusun rencananya.Entah, rencana apa lagi yang akan ia lakukan kali ini, rencana yang gagal sebelumnya rupanya tak membuatnya jera, malah justru membuatnya tambah bersemangat untuk mengatur rencana selanjutnya.Dengan cepat kini Fatimah meraih ponselnya dan menghubungi Jesika."Hallo Jes, kita harus ketemu ya ditempat biasa.""Oke tante, aku otw sekarang."Tut tut tut panggilannya pun terputus, bibir Fatimah yang kini tersenyum licik setelah ia menemukan ide untuk rencana yang bisa dilakukan kedepannya.••••Disebuah cafe, dibawah gemericik air hujan, kini Fatimah dan Jesika mengatur rencana untuk kembali menjauhkan Roni dengan Zahra. Tak pernah jera dan tak pernah bosan untuk melakukan hal itu, karna bagi mereka berpisahnya suami istri tersebut akan membuatnya bahagia."Jadi, mungkin kamu bisa percepat proyek kamu dengan Roni di Surabaya, dan disana kamu bisa jalani rencana kita ini," ucap Fatimah yang membuat Jesika kini tersenyum."Oke, aku akan jalani rencana ini dengan cantik, makasih ya tante, tante udah izinin Roni buat aku.""Iya sayang, tante seneng kalau nanti kalian menikah."Begitulah sepenggal kalimat yang diucapkan Jesika dan Fatimah.••••"Mas, kamu cobain deh kue buatan aku," ucap Zahra yang kini menaruh sepiring kue berwarna hijau dihadapan Roni."Oke, aku cobain ya.""Hem, ini enak banget sayang," ujar Roni setelah merasakan rasa dari kue tersebut."Beneran mas?""Iya beneran. Kam
"Wah, kamu hebat ya Ron, bisa punya perusahaan sebesar ini, dan ini ruangan kamu? gede banget, bagus lagi," ucap Aliya kala kini ia memasuki sebuah gedung bertingkat bersama Roni.Pandangannya tak terhenti memandang tiap sudut ruangan megah ini. Ini adalah pertama kalinya Aliya saksikan tempat yang sama seperti tempat dimana para aktris atau aktor bersyuting ftv."Tapi maaf ya Al, aku cuma bisa bantu ini ke kamu.""Ngga papa Ron, ini udah lebih dari cukup kok, kan kamu udah bantu aku banyak."Ditengah tengah percakapannya, tiba tiba terdengar seseorang mengetuk pintu."Masuk," ucap Roni yang membuat pintu kini perlahan terbuka.Tampak seorang wanita berjalan bak model memasuki ruangan, ternyata dia adalah Jesika. Pandangan Aliya tak terhenti memperhatikan betapa cantiknya wanita bertubuh ideal ini berpenampilan."Hem, Al kamu silahkan mulai kerja ya, kalau ada yang perlu ditanyain kamu temui Dian, dia senior kamu."
"Aku minta maaf ya mas, tadi malem aku udah buat mood kamu berantakan. Sebenernya aku ngga ada maksut apa apa, aku cuma...""Udahlah Ra, aku lagi ngga mau bahas hal itu sekarang. Hari ini dan beberapa hari kedepan, aku berangkat ke Surabaya, kamu hati hati ya dirumah.""Iya mas, kamu juga hati hati ya mas disana, aku akan selalu doain kamu, semoga kerjaan kamu lancar. Jaga diri baik baik ya mas, jangan lupa sholat dan jangan telat makan.""Iya sayang makasih ya, yaudah aku berangkat dulu, assalamualaikum.""Walaikum salam.""Hati hati ya Ron, semoga kamu senang disana," sambar Fatimah dengan sumringah.Ya, wajahnya tampak bahagia karena ia kembali teringat akan rencananya, dan ia memastikan jika rencananya kali ini akan berjalan dengan indah.Setelah kepergian Roni pagi ini, suasana seketika menjadi sunyi, hening dan seperti ada yang hilang. Ya mungkin karena Roni pergi untuk beberapa hari kedepan."Sepi banget
"Assalamualikum mas, kamu udah makan belum? Jangan lupa makan ya mas, aku ngga mau kamu sakit.""Iya sayang, udah kok aku udah makan, kamu sendiri udah makan?""Udah kok.""Zahra, kamu yang sabar ya. Saat aku ngga ada mungkin ibu lebih leluasa buat marahin kamu, tapi aku minta kamu harus sabar, teruslah berbuat baik dan terus lah peduli sama ibu, lama lama hati ibu pasti luluh kok," ucap Roni yang membuat ekspresi wajah Zahra seketika berubah.Pasalnya baru saja ia kembali mendengar sebuah kata kata menyayat hati yang kembali terlontar dari bibirnya."Istri ngga berguna, mandul dan selalu buat susah, kenapa sih Roni selalu membela mu? Memang ya, cinta itu benar benar membuat sesorang menjadi bodoh."Sekiranya begitulah sepatah kalimat yang telah membuat hati Zahra terluka."Sayang, kamu kenapa? Kamu ngga papa kan?" Tanya Roni yang membuat lamunan Zahra kini terbuyar."Ngga papa kok mas, iya aku pasti sabar kok m
"Kamu urus semuanya, saya harus pulang sekarang.""Baik pak, tapi apa tidak sebaiknya pulang besok saja pak? karena hari sudah petang," ucap laki laki itu dengan sopan."Tidak perlu saya ingin pulang sekarang, yasudah saya permisi."Tak menunggu lama kini Roni pun meninggalkan tempat, ia tak sanggup jika harus tinggal lebih lama lagi ditempat ini, tempat yang meninggalkan sebuah kenangan buruk.Dapat menikmati tubuh wanita cantik, dengan body bak gitar spayol itu rupanya tak membuat Roni bahagia, justru kini ingatannya terpenuhi dengan gambar Zahra, karena ia merasa bersalah telah melakukan yang tak seharusnya ia lakukan.Jujur tubuh Jesika memang lebih menggoda dibandingkan dengan Zahra. Namun kembali lagi dengan hati, karena hati Roni tetaplah untuk Zahra seorang."Aku bener bener bodoh? Kenapa aku terima minuman itu? Dan sekarang... Oh Zahra, aku minta maaf sayang, aku sudah menghianatimu," batin Roni dengan pandangan mata nan
"Ron, kenapa kamu cepet banget pulang dari Surabaya? apa pekerjaan kamu udah selesai?" tanya Fatimah pada Roni yang kini sedang duduk bersama diruang makan."Belum bu, ada anak buah disana biar saja mereka yang menyelesaikannya," jawab Roni yang membuat Fatimah terdiam."Apa rencana Jesika udah dijalankan? tapi kenapa belum ada kabar dari dia?" batin Fatimah seraya memasukan sesuap makanan kedalam mulutnya."Silahkan dimakan mas.""Makasih sayang."Kini mereka pun memulai sarapan paginya, sebelum akhirnya Roni memulai aktifitasnya kembali di kantor. Setelah kepulangannya dari Surabaya, Roni lebih banyak diam, entah karena ia merasa bersalah dengan kejadian malam itu bersama Jesika, atau karena rasa lelah, yang jelas Roni tidak seperti biasanya.Tutur sapanya tetap lembut, namun ia tak banyak bicara, seperti seseorang kehabisan kosa kata."Mas, aku perhatiin dari semalam kamu banyak diam, ada apa mas? apa ada sesuatu yang
"Al, tunggu," pekik Zahra menghentikan langkah kebut Aliya.Wanita dengan rambut terikat satu itu seketika menghentikan langkahnya setelah mendengar panggilan dari Zahra."Aku bisa jelasin semuanya," ucap Zahra dengan pandangan yang terus memperhatikan Aliya dari belakang.Tampaknya sahabatnya itu enggan menatap wajahnya."Apa yang mau kamu jelasin Ra? ngga ada lagi yang perlu dijelasin, kamu bukan lagi sahabatku, aku ngga sudi bersahabat dengan penghianat sepertimu.""Al, aku mohon, dengerin dulu penjelasanku. Tujuh tahun yang lalu..."Kini Zahra pun menceritakan tentang awal pertemuannya dengan Roni. Saat dimana Zahra masih menjadi salah satu mahasiswi di sebuah Universitas di Jakarta.Begitu juga Roni, yang juga menjadi salah satu mahasiswa di universitas yang sama dengannya. Roni adalah laki laki yang dianggapnya baik hati, karena ia selalu membela dan melindungi Zahra dari dua orang laki laki bertubuh besar yang tia
"Jadi kamu kenal sama Aliya?" tanya Roni setelah kini mereka kembali ke rumah.Mendengar jawaban itu membuat Zahra hanya mengangguk seraya menaruh segelas teh panas dihadapan Roni."Iya mas aku kenal sama Aliya. dia temen aku waktu SMA""Teman SMA, kenapa aku ngga pernah tau?""Memang Aliya ngga apapun tentang aku?""Engga, Terus kalau memang gitu, kenapa waktu aku mau ajak kamu ketemu dia, kamu ngga mau?" tambah Roni yang membuat Zahra terdiam.Belum sempat Zahra menjawab, tiba tiba Fatimah kembali hadir menyahut semua pertanyaan Roni."Mungkin dia takut kalah cantik dari Aliya kali Ron, dia takut kamu sadar kalau dia adalah istri ngga berguna, jadi dia ngga mau ketemu sama Aliya," ucap Fatimah yang membuat Roni dan Zahra mengarahkan pandangannya pada perempuan paruh baya yang kini terduduk disofa ruang tengah."Ron, mau sampai kapan sih kamu hidup dengan istri ngga berguna kamu itu? sudah ada Jesika loh yang j