Mobil Galuh berhenti di sebuah rumah sederhana, ia segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Dari mana, Galuh?" tanya Andre yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu."Aku baru mengawasi rumah Setya Adji, Ndre. Aku sudah tidak sabar ingin melancarkan rencana kita untuk mereka." Galuh duduk di sofa lain dan tersenyum penuh dengan rencana licik."Jangan terburu-buru, kita harus jalankan rencana ini dengan matang-matang, kita tahu lawan kita ini siapa. Tidak akan mudah melawan dan mengelabui mereka semua." Andre tampak berpikir serius."Kamu benar, ibu yang memiliki ilmu hitam tinggi saja bisa kalah, dan sampai sekarang tidak tahu di mana keberadaannya jika masih hidup, kalau pun sudah mati kita tidak tahu di mana jasadnya. Kita tidak tahu hal yang sebenarnya pada malam itu, apa yang sudah Setya dan Danu Adji lakukan pada ibu." Galuh mengepalkan telapak tangannya dan memukul pahanya sendiri."Aku juga ingin segera tahu hal sebenarnya, Galuh. Apa yang sebenarnya yang terjadi pada ib
Karyawan resepsionis itu mengangguk dan kembali masuk ke dalam lift, sementara Galuh berjalan perlahan menghampiri pintu kayu yang terlihat kokoh itu.Galuh mengangkat tangannya dan mengetuk pintu tiga kali, tak lama terdengar sahutan seseorang dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Dengan perlahan Galuh menekan handle pintu dan membukanya, Galuh langsung disuguhkan dengan wajah Setya yang tampak serius menatapnya."Selamat pagi, Kak Setya," sapanya saat membuka pintu."Pagi, silahkan masuk," titah Setya mempersilahkan. Laki-laki itu berdiri dan merapikan jasnya, sementara Galuh tampak tersenyum, terpesona seraya menutup pintu dan melangkah masuk.Setya duduk di sofa yang ada di ruangannya, dia bertanya. "Ada apa menemuiku? Rencana apa yang akan kamu dan ibumu mainkan lagi untuk mencelakai istriku?"Galuh yang masih berdiri pun tertegun mendengar pertanyaan Setya barusan. "Kak Setya berkata apa? Aku ke sini tidak ada niat buruk, aku ke sini hanya ingin melamar pekerjaan."Setya mena
Lantai 13 sebuah kantor besar, menguarkan rumor yang tak sedap. Bahwasanya banyak karyawan yang menghilang tanpa bekas saat mereka melakukan kerja lembur di kantor tersebut.Lantai 13 yang menjadi misteri, lantai itu bagai ada dan tiada. Di papan pintu tombol lift sendiri tidak ada angka 13, seperti sengaja dihilangkan agar tidak ada orang yang menekannya dan sampai di lantai itu.Tapi, tidak dengan malam ini. Seorang pemuda baru saja selesai bekerja, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, keadaan kantor yang sudah sepi dan gelap karena sebagian ruangan sudah mematikan lampu. Semua karyawan sudah pulang, dan itu hanya ada dia sendiri saja di kantor tersebut.Tak! Tak! Tak!Suara langkah kaki yang terdengar pelan mengejutkannya yang masih membereskan berkas yang berserak di atas meja, dia mendunga menatap ke sekeliling ruangan yang luas itu, tak ada siapa pun, jadi itu langkah kaki siapa?Napas pemuda itu mulai memburu karena detak jantungnya mulai memompa darah lebih kuat, karyawan lak
Lelaki paruh baya itu kembali menghela napas, saat asap tebal menggumpal yang perlahan membentuk sosok besar, mengerikan berwarna hijau itu."Ada apa kamu memanggilku, Herman!" sentak Buto Ijo dengan geram, karena waktu istirahatnya telah diusik oleh penyembahnya."Ada apa, kamu tanya? Ki, bagaimana ini, aku sudah memberikan tumbal padamu, kenapa tender besar ini bisa kalah?" kesal laki-laki paruh baya bernama Herman itu.Buto Ijo menggeram, dia pun menjawab, "lawanmu kali ini sangat kuat, ibadahnya rajin dan memiliki ilmu tinggi, aku tidak sanggup mengalahkannya.""Tidak mau tahu! Kamu tetap harus kalahkan dia, kalau perlu kamu bunuh saja orang itu!" perintah Herman seraya menunjuk pada si Buto Ijo tanpa rasa takut, sementara ajudannya yang berdiri di samping belakangnya tampak merungkut ketakutan.Terdengar makhluk itu kembali menggeram. "Baiklah, tapi aku membutuhkan tumbal lagi, apa kamu sanggup memberikannya?" tanya si Buto Ijo.Herman tampak berpikir, dia mau cari tumbal siapa s
Setelah berkata-kata makhluk itu memutuskan untuk kabur, Setya Adji tampak menghela napas. "Astagfirullahaladzim ... ." Setya pun memutuskan untuk kembali ke dalam rumah, menutup pintunya kembali dan berjalan menaiki anak tangga.Laki-laki itu segera berjalan dengan langkah cepat agar segera sampai ke kamarnya. Setya segera membuka pintu kamar, dan Raniah yang sedang mondar-mandir di kamar pun segera menoleh ke arah ambang pintu."Kakak, syukurlah Kakak tidak kenapa-kenapa, Raniah takut ada apa-apa, sebenarnya tadi itu ledakan apa, Kak?" tanya Raniah yang tampak takut campur penasaran.Setya merangkum wajah istrinya dan tersenyum. "Bukan apa-apa, Sayang. Lebih baik kita lanjut tidur saja." Setya mengajak Raniah untuk kembali naik ke atas tempat tidur dan memeluknya erat. "Tidak usah takut, Raniah. Kakak akan selalu menjagamu."Raniah mendunga dan menatap wajah tampan Setya, ia tersenyum dan mengangguk. Begitu pun dengan Setya ia pun tersenyum dan menundukkan kepalanya untuk mencium bi
Keesokan harinya, Setya benar-benar membawa Raniah ke kantor, wanita itu sungguh tidak tahu apa yang harus ia kerjakan sekarang.Kini ia hanya duduk diam di atas sofa, sementara suaminya tengah sibuk di depan laptopnya. "Kak!" Akhirnya Raniah mengeluarkan suara setelah sekian lama."Hmm?" Setya menggumam sebagai jawaban, tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya."Sebenarnya di sini Raniah disuruh apa, kok dari tadi Kakak tidak suruh Raniah apa-apa?" tanyanya kesal, karena Raniah sudah sangat lelah padahal cuma duduk dari tadi."Maunya disuruh apa, Raniah?" tanya Setya dengan nada lembut, membuat hati Raniah berdesir seketika padahal cuma mendengar suaranya saja, dan jangan lupa Setya tersenyum sangat manis, membuat jantung Raniah selalu saja berdebar-debar."Katanya Raniah mau disuruh kerja, mana kerjaannya kok Raniah cuma disuruh duduk aja!" protes Raniah."Sini!" Setya mengalihkan pandangannya dari laptop pada istrinya yang tampak menekuk wajahnya. Raniah akhirnya berdiri da
Galuh segera keluar dari ruangan Setya saat Raniah tadi mengangguk. Galuh menutup pintu ruangan dengan hati kesal. "Sialan, bisa-bisanya dia menyuruhku keluar dari ruangan!" Lalu dia melangkah pergi.Sementara di dalam ruangan, Raniah tampak menatap Setya. "Sejak kapan Galuh bekerja di kantor Kakak, Kak?" tanya Raniah ingin tahu."Baru kemarin, dia berkata kalau dia sangat membutuhkan pekerjaan. Ibunya sejak setahun lalu tidak ada kabar," sahut Setya."Ti-tidak ada kabar? Me-mangnya apa yang terjadi sebenarnya pada malam itu?" tanya Raniah merasa penasaran juga, meski mau tidak mau ia harus mengingat kenangan malam menakutkan itu."Malam itu kakak dan ayah datang di saat kamu sudah tidak sadarkan diri, ada sedikit pertarungan di antara kami, tapi Sari melarikan diri dengan luka yang lumayan parah. Kakak juga tidak tahu apakah dia selamat atau tidak."Setya dan Raniah pun tampak berpikir dan tidak tahu apa yang terjadi pada Sari setelah kejadian itu. "Sebenarnya, apa yang terjadi pada
Malam telah larut, Raniah sudah terlelap tidur di samping Setya. Berbeda dengan Raniah, Setya malah masih terjaga, dia merasa malam ini akan ada yang datang. Benar saja, di luar terdengar suara seperti ada pertarungan. Setya segera menuruni ranjang dan keluar dari pintu. "Setya, tidak usah keluar!"Setya sedikit terkejut saat mendengarkan peringatan seseorang. "Ya Allah, DYL. Bisa tidak nggak usah ngagetin! Kenapa emang?" tanyanya saat tahu yang memeringatinya adalah saudara kembar gaibnya."Itu hanya Herman dan Pandan Wangi, biarkan saja," sahut DYL yang kini berdiri dari duduknya."Sejak kapan kamu berada di situ?" tanya Setya, karena sekarang DYL tidak bisa sembarangan masuk ke dalam kamarnya jika ada Raniah di dalam ruangan."Baru saja, aku hanya ingin melihat keadaanmu siapa tahu kamu butuh bantuanku," ucap DYL."Bantuan apa, aku tidak ada masalah apa-apa," sahut Setya."Kamu harus menolong korban pesugihan dari Herman di lantai 13 itu, mereka semua terjebak di sana.""Haruskah s