Share

Bab 03. Kamar

"Siapa ini?" tanya ibu Mertua Desya yang baru saja sampai dari bandara.

Dilihatnya wanita bertubuh ramping, berkulit putih dan wajah yang terias rapi ini dengan seksama. Bibirnya tersenyum kemudian dibalas dengan senyuman oleh wanita yang ada di depannya.

"Irma Bu," jawab Irma seraya mengulurkan tangannya.

"Rangga?" Ibu Rangga melihat ke arah Rangga untuk meminta penjelasan.

"Iya Bu, jadi dia ini sahabatnya Desya dia perawat di rumah sakit tempat Desya dirawat kemarin lalu saya bawa kesini agar bisa merawat Desya sampai sembuh." jelas Rangga.

"Desya sakit apa kok Ibu tidak tau, sekarang ada di mana dia?" 

"Di kamar atas Bu--"ucap Rangga.

Tanpa pikir panjang, Ibu Rangga berjalan melewati Irma dan Rangga kemudian naik ke kamar Desya.

"Ibu!" teriak Desya pada seorang wanita paruh baya itu.

Ibu Rangga mendekat dan duduk di sebelah Desya.

"Kenapa bisa jadi seperti ini?"

"Desya jatuh di tangga Bu, waktu sehabis mengepel lantai lalu Desya ingin menjemur baju tapi Desya terpeleset akhirnya jatuh dan kaki Desya cedera."

Ibu Rangga membuka selimut yang menutupi kaki Desya. Meringis membayangkan betapa sakitnya kaki yang dipasangi perban itu.

"Waktu kamu jatuh, apakah belum dalam keadaan hamil?"

"Maksud Ibu apa?"

"Maksud saya kalau kamu dalam keadaan hamil nanti bahaya buat janin kamu."

Desya mengerti dengan pertanyaan ibu mertuanya. Inti dari pertanyaannya adalah menanyakan apakah Desya sudah hamil atau belum. "Maaf Bu, Desya belum hamil"

"Kenapa belum hamil? Apakah ada yang salah denganmu? Pernikahan sudah mau menginjak satu tahun, tapi kamu belum juga memberiku cucu! Kamu tahu kan Rangga itu anak ibu satu-satunya?" bentak Ibu mertuanya yang tiba-tiba saja menjadi emosional.

Desya tak habis pikir. Di mana empati dari mertuanya itu melihat kondisinya sekarang? Kenapa malah mempertanyakan soal kehamilan? 

Tanpa ada kata-kata lagi, mertuanya pun pergi meninggalkan Desya sendirian.

Desya menangis meratapi dirinya yang seperti sudah tak berguna. Hanya terbaring, bahkan memukul perutnya berkali-kali kecewa dengan dirinya sendiri. 

Tak lama, Irma datang menemui Desya.

"Sya, ibunya Mas Rangga kok marah-marah di bawah?" 

"Aku tidak tahu Ir, mungkin dia kecewa karena aku belum bisa memberinya cucu." 

"Yang sabar ya, kalau sudah waktunya kamu pasti hamil kok," ucap Irma seraya menepuk bahu Desya dan memeluknya.

Dalam hati Irma, dia bahagia akan semakin mudah merebut hati Ibu Rangga.

"Oh ya Sya, ini kamu minum obat dulu ya agar cepat sembuh kakinya"

Irma menyodorkan dua keping tablet dan satu keping kapsul untuk Desya bersama dengan segelas air mineral.

"Terima Kasih ya Irma," ucap Desya 

"Ini sudah kewajibanku sebagai perawat pribadimu."

Desya meneguk obat yang Irma berikan. 

Irma yang berhasil meminumkan obat untuk Desya tersenyum puas dan pergi dengan satu gelas kosong di tangannya.

"Dari mana kamu?" ucap Ibu Rangga yang sedang duduk bersama Rangga di ruang tamu.

"Eh Ibu. Ini, Irma baru saja memberikan obat untuk Desya." 

"Oh begitu. Oh ya kamu bereskan barang-barangmu ya Ibu mau pakai kamarnya, kamu tidur di kamar pembantu tadi saya sudah bicarakan ini dengan Rangga."

Irma melotot ke arah Rangga. Wajahnya berubah menjadi masam. Dia pun langsung masuk ke kamar diikuti Rangga.

"Mas, kenapa jadi Irma tidur di kamar pembantu?" protes Irma dengan nada manja andalannya.

"Maaf Irma, ini hanya sementara sampai Ibu pulang. Nanti kamu bisa pakai kamar ini lagi." 

"Tidak mau aku tidur di kamar pembantu Mas. Atau Desya saja yang tidur disana."

"Jangan ngawur kamu, sudah turuti saja perintahku!" tegas Rangga lalu keluar dari kamar tamu.

Irma yang kesal dengan keputusan Rangga, hanya bisa menurutinya dan bergegas membereskan barang-barangnya.

*****

"Rangga, itu bagaimana Istrimu kok belum hamil juga?" tanya Ibu Rangga.

"Rangga juga tidak tahu Bu, mungkin memang Tuhan belum kasih kami kepercayaan,"

"Tidak bisa begitu, pokoknya bagaimanapun caranya kamu harus kasih ibu cucu!" ucap Ibu Rangga lalu berdiri dan pergi ke kamar yang sudah Irma bereskan.

Rangga terdiam dalam bimbangnya, Desya yang hampir setahun menikah dengannya tak kunjung memiliki anak. Apalagi kondisinya sedang sakit bahkan berdiri saja pun tidak bisa. Matanya tiba-tiba terarah pada seorang wanita yang baru saja duduk di sebelahnya yang sudah kembali setelah merapikan barang. Perempuan itu memanyunkan bibir dan menepuk lengan Rangga.

"Mas, banyak kecoa jijik sekali aku di kamar pembantu," ucap Irma

"Lalu mau dimana lagi, tolong kamu diam dulu. Aku sedang pusing. Nanti aku pikirkan lagi." 

Irma menghentakkan kakinya lalu pergi lagi ke kamar pembantu yang akan ditempati.

Sementara itu, di kamarnya Desya merasa kepalanya pusing dan pening. Jantungnya berdegup kencang, matanya kunang-kunang seketika telinganya menjadi tuli. Desya memejamkan matanya pelan dan terlihat samar-samar seseorang mendekatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status