KENZIOTidak butuh waktu lama bagiku untuk membawa Viola ke pelaminan. Seminggu setelah aku melamarnya, kami direncanakan menikah. Seminggu dari saat itu berarti besok pagi.Setelah berdiskusi dengan Viola dan rembukan dengan keluarga, kami sepakat untuk menyelenggarakannya secara sederhana, dalam artian pernikahan tersebut digelar tidak berlebihan. Acara tersebut berkonsep intimate wedding. Kami hanya mengundang keluarga serta beberapa orang teman dekat.Seluruh keluarga dan sepupuku yang menetap di Indonesia seperti Bjorka dan Arimbi sudah berkumpul di rumah. Sedangkan Fai dan Cleo terpaksa tidak dapat menghadirinya karena saat ini istri Fai sedang hamil tua.Berhubung aku adalah orang Jawa maka aku menjalani tradisi pingitan. Tadinya aku nggak mau, tapi Oma ngotot. Dia bilang kapan lagi melaksanakan tradisi tersebut? Dulu saat Ayang menikah dengan Papa juga tidak ada. Masalahnya Ayang dan Papa kawin lari karena hubungan keduanya tidak direstui oleh orang tua masing-masing. “Nggak
VIOLA Hari yang dinanti itu akhirnya tiba. Acara pernikahanku dan Kenzio diadakan di Bukit Pandawa Golf & Country Club. Berbeda dengan kebanyakan pengantin lainnya, akad nikahku dan Kenzio diselenggarakan malam hari. Nggak ada yang tahu bahwa kemarin malam aku dan Kenzio bertemu melalui jendela kamarku. Lalu hari ini aku dan Kenzio didandani di ruang terpisah. Kami masih belum diizinkan untuk bertemu sampai akad nikah nanti.Untuk akad nikah aku dan Kenzio menggunakan pakaian adat Jawa. Aku dan Kenzio terpaksa menurut demi menghargai omanya Kenzio. Setelah didandani barulah kami dipertemukan. Kenzio sudah berada di meja akad saat aku muncul.Dalam balutan pakaian jawi jangkep berwarna hitam dengan motif bunga keemasan di bagian dada dan beskap yang juga berwana hitam di kepalanya, Kenzio terlihat berbeda. Dan gagah. Tentu saja. Memangnya kapan seorang Kenzio Mahanta nggak pernah gagah? Bahkan hanya dengan kaos oblong dan celana pendek serta rambut kusut bangun tidur dia sanggup mem
VIOLAAku memandangi Lakeizia dan Kenzio yang sedang berbaring di tempat tidur. Sepasang ayah dan anak itu terlihat asyik memainkan game berdua di gawai masing-masing. Seumur-umur aku belum pernah mengajarkan Lakeizia main game online. Tapi lihatlah apa yang dilakukan yandanya. Sudah sejak tadi keduanya tenggelam dalam dunia maya dan bertarung untuk saling mengalahkan.Aku mendekati keduanya lalu ikut bergabung di tempat tidur. Namun rupanya kehadiranku tidak berarti apa-apa. Ayah dan anak itu masih saja asyik dengan dunia mereka. Aku tidak dianggap.Aku sengaja membuat batuk agar keduanya tersadar bahwa aku ada di sini."Ya, Nda, kenapa? Bunda batuk?" Kenzio merespon tanpa memandang padaku. Seluruh atensinya terenggut habis pada gawai di tangannya. Aku pikir aku adalah prioritas utama hidupnya setelah kami menikah. Tapi ternyata aku salah lagi. Ini baru malam pertama. Baru beberapa jam yang lalu resepsi pernikahan kami berlangsung tapi aku sudah dikalahkan benda persegi panjang itu.
VIOLA Kenzio menyambutku dengan dekapan hangat setelah aku naik ke tempat tidur lalu berbaring di sebelahnya. Bantal bulu angsa yang menyangga kepalaku terasa tidak ada lagi gunanya karena pergelangan tangan Kenzio jauh memberi kenyamanan."Nggak percaya rasanya aku bisa cium kamu kayak gini lagi, Nda." Kalimat Kenzio itu terucap di saat bibirnya berlabuh di pipiku. Dia menciumku lama. Hingga bermenit-menit lamanya bibirnya masih menempel di sana.Aku membalas dengan senyum tipis."Aku juga masih takjub atas semua ini, Zio. Rasanya masih nggak percaya kalau pada akhirnya aku yang menjadi istri kamu. Tadi saat aku berdiri di sebelahmu, menjadi pengantinmu, diam-diam kucubit tanganku sendiri buat meyakinkan kalau semua ini nyata.""Semua ini memang nyata, Sayang. Semua ini nggak akan terjadi kalau kamu nggak kasih kesempatan buat aku.""You deserve it, Zio," jawabku sembari mengeratkan lingkaran tanganku ke tubuhnya. Dia berhak atas kesempatan itu. Dan aku yakin dia nggak akan pernah
VIOLA “Here we are!” Kenzio mengembangkan tangan sembari berseru pelan ketika kami menjejak di tanah seturunnya dari pesawat. Seperti rencana Kenzio dia mengajakku dan Lakeizia ke Jakarta untuk mengurus pekerjaan serta kepindahannya ke Bali. “Ini udah di Jakarta ya, Yanda?” “Udah, Nak. Kita udah di Jakarta. Kita ke kantor Yanda ya? Biar Kei tau Yanda kerja di mana.”Di dalam taksi yang membawa kami aku merenung sendiri. Bagaimana reaksi orang-orang kalau tahu Kenzio sudah memiliki anak yang telah berumur empat tahun? Sementara sepengetahuan mereka selama ini Kenzio belum pernah menikah dan baru saja menikah. Tahu-tahu datang membawa bocah perempuan. “Yanda,” panggilku pelan pada Kenzio yang duduk di tengah-tengah. Sedangkan aku dan Lakeizia masing-masing menempatkan diri di dekat pintu mobil. Saat sedang bertiga maka aku dan Kenzio akan saling menyebut dengan panggilan Yanda-Bunda. Lain halnya kalau kami sudah berdua. “Ya?” “Kamu yakin buat ngenalin aku dan Kei sama-sama orang ka
VIOLA Setelah memutuskan untuk pindah ke Bali, selama tiga bulan ini Kenzio tidak mengambil job apa-apa. Dia sibuk menyiapkan untuk membuka firma hukum. Kenzio tidak sendiri tapi join dengan dua temannya yang lain. Sebagai istri tentu saja aku men-support-nya habis-habisan. Lalu hari ini adalah hari peresmian kantornya itu. Terletak di pusat kota, firma hukum Kenzio berkantor di sebuah bangunan tiga lantai. Bangunan tersebut dicat menggunakan warna putih dengan gradasi biru yang merupakan warna favorit suamiku itu. Tepat di bagian depan bangunan terdapat plang bertuliskan 'Kenzio Mahanta & Partners'. Arya dan Bima—dua teman Kenzio, yang mengusulkan nama itu. Menurut mereka jam terbang Kenzio sudah tinggi. Selain itu namanya yang sudah dikenal di kalangan advokat menjadi jaminan untuk keberlangsungan usaha mereka. Mengutip ungkapan yang pernah aku dengar dari Yogi, being famous is number one. Nggak peduli lo mau jualan sampah atau racun sekalipun, orang-orang tetap bakal beli jual
KENZIO Berita mengenai kehamilan Viola sudah menyebar ke seluruh keluarga. Mereka semua menyambut dengan sukacita. Namun di antara semuanya jelas aku yang paling bahagia. Akhirnya usaha kami membuahkan hasil. Belakangan Viola memang terlihat lemah, letih dan lesu. Selera makannya pun menurun. Dia mengeluhkan mual yang kukira karena asam lambungnya naik akibat telat dan jarang makan nasi. Namun ternyata ada alasan di balik semua perubahan itu. Viola hamil. Dia mengandung anakku. I’m going to be a dad! Bukan hanya aku, tapi Lakeizia juga sangat bahagia. Setiap hari dia bertanya kapan perut Bunda besar? Kapan adek lahir? Dia begitu antusias. Lalu hari ini aku dan Viola berada di tempat dokter kandungan untuk memastikan kehamilan Viola. Aku ikut tegang menunggu saat Viola diperiksa. Meski dari tempat duduk pasien ada layar besar yang memperlihatkan hasil USG, namun aku memilih mendampingi Viola dengan berdiri di samping bed periksa. Ini adalah hal pertama buatku. Aku begitu excited m
“Kenzio Mahanta …”Nama itu meluncur lancar dari bibirku ketika menyaksikan sosok laki-laki itu dari jauh. Mendadak tubuhku terseret ke masa lalu. Tepatnya ke waktu beberapa tahun yang lalu. Tujuh atau delapan tahun yang silam. Ah, aku lupa persisnya. Sosok di hadapanku kini begitu nyata dalam versi yang telah disempurnakan berkali-kali lipat. Tidak mustahil juga jika aku akan bertemu dengan lelaki itu. Toh, ini adalah acara reuni terbuka yang bisa dihadiri oleh siapa saja. Tidak terkecuali dia.Dan Kenzio masih saja gagah seperti dulu.Ah, sial. Aku masih saja memujinya.Aku akui aku memang tidak kebal oleh pesonanya sejak dulu. Tapi yang tidak kusangka adalah mesti hitungan tahun berlalu tapi perasaanku padanya tidak berubah.Aku mencintainya.Tapi aku tidak berani berharap lebih. Memangnya siapa aku?Aku ibarat upik abu sedangkan dia adalah pangeran berkuda putih yang sudah jelas tidak akan mau melirik padaku.Sekarang aku bingung harus menghilang atau pura-pura tidak melihat. Aku