***
"Cantik. Riasannya sudah selesai ya, Mbak. Nanti tinggal tunggu arahan dari pembawa acaranya aja.""Iya.""Kalau begitu saya permisi dulu.""Hm."Memandangi pantulan wajahnya yang sudah dirias makeup, Aludra mengukir senyum tipis. Seperti alien. Begitulah yang dia pikirkan ketika melihat penampilannya yang terbilang cukup merepotkan.The Day. Setelah beberapa minggu persiapan, pernikahannya dengan Arka digelar pagi ini—ralat, sebenarnya ini bukan pernikahan Aludra, melainkan pernikahan Alula.Mulai dari undangan, souvenir, bahkan data-data pernikahan, semuanya atas nama Alula, bukan Aludra. Di sini, jika diibaratkan film, Aludra hanyalah stuntman yang bertugas untuk menggantikan si pemeran utama sesungguhnya.Yang membedakan adalah; Aludra menggantikan Alula bukan untuk melakukan adegan berbahaya, melainkan untuk menikah.Ya, menikah.Terlalu sayang pada sang kakak, Aludra pada akhirnya mau untuk menggantikan Alula menikah dengan Arka. Patuh terhadap saudara kembarnya itu, Aludra totalitas mengubah penampilan agar seperti Alula bahkan tak hanya hal tersebut, dia juga rela identitasnya dijual.Ingin bersekolah di London, Alula meminta izin atas nama Aludra dengan dalih menggantikan dirinya sendiri yang harus menikah dengan Arka. Tak mudah, Alula yang berperan sebagai Aludra, perlu berjuang untuk meyakinkan kedua orang tuanya hingga sebuah izin pun didapat."Aludra," desah Aludra—masih tetap memandangi wajahnya sendiri di cermin. "Malam pertama nanti kamu harus ngapain? Tidur? Ah, tapi biasanya lebih dari itu.""Halo, Cantik."Sedikit tersentak, Aludra menoleh ketika pintu kamar hotel yang dia tempati sekarang terbuka. Bukan Aurora—sang mama, yang datang menghampirinya adalah Alula yang pagi ini sudah cantik dengan sanggul sederhana, juga atasan brukat coklat muda yang dikombinasikan dengan kain kebat senada."Apa?" tanya Aludra ketus. "Seneng, hm? Seneng karena Kakak enggak jadi duduk di sini, iya?""Sssst." Meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, Alula berjalan mendekati Aludra lalu berdiri persis di belakang kursi yang diduduki sang adik."Cantik banget kamu, Ra. Kakak sampai pangling," puji Alula dan Aludra hanya menjawabnya dengan gumaman. "Bete gitu mukanya? Kenapa, sih?""Masih tanya?" tanya Aludra."Ra," panggil Alula. "Senyum dong.""Males," jawab Aludra."Ih kamu gitu," ucap Alula. "Besok kakak berangkat ke London, kamu harus baik sama Kakak, kan kita mau pisah lama.""Bodo amat sih," jawab Aludra cuek. Entahlah, sekarang dia menyesal sendiri karena sudah menyetujui rencana gila sang kakak untuk bertukar peran, karena nyatanya jadi Alula itu sangat tidak enak."Rara cantik ih," bujuk Alula."Apa, sih?""Senyum," pinta Alula. "Masa mau keluar dengan wajah asem kaya gini?""Kakak tau enggak kalau bulu mata palsu ini bikin mata aku perih? Kakak tahu enggak lipstiknya bikin aku risih?" tanya Aludra. "Udah deh, jangan banyak request. Udah syukur mau ditolongin. Kalau mau, aku bisa lho bongkar semuanya sekarang.""Ra, jangan dong. Semuanya udah berjalan lancar, Mama sama Papa udah percaya, masa mau dirusak?" tanya Aludra."Ya udah makanya diem, enggak usah banyak ngomong," ucap Aludra. "Enggak nyaman tau ini makeup.""Iya deh iya.""Mbak Lula, acaranya dimulai ayo."Sama-sama menoleh, Aludra dan Alula memandang sang MUA yang akan membawa pengantin perempuan memasuki area akad, karena kedua orang tua mereka sudah lebih dulu di sana untuk menyambut kedatangan keluarga besar mempelai pria."Sekarang?" tanya Aludra."Iya sekarang.""Oke."Dibantu Alula dan sang MUA, Aludra beranjak dari kursi lalu melangkahkan kakinya menuju area akad yang dilaksanakan di kawasan outdoor.Memakai adat sunda karena Arka asli Bandung, Aludra berjalan menyusuri karpet merah menuju meja akad diiringi musik gamelan.Gugup? Tentu saja. Melihat para tamu yang fokus memandanginya membuat Aludra risih dan ingin pingsan saja rasanya. Berbeda dengan Alula yang memiliki sikap extrovert yang cukup aktif, Aludra memang termasuk pada golongan orang-orang introvert yang tak terlalu suka bergaul.Sehari-hari pekerjaannya adalah tidur, bangun, mandi, makan, menonton lalu tidur lagi. Begitulah Aludra dan tentu saja tak salah, jika Dewa lebih memilih Alula untuk dijodohkan dengan Arka karena melihat Aludra setiap harinya membuat pria itu waswas menjodohkan Aludra."Cantiknya anak Mama," puji Aurora ketika kini Aludra duduk dengan sangat hati-hati di samping Arka yang juga tampan memakai pakakaian khas sunda."Kak Lula cantik banget kan ya, Ma?" tanya Alula pada sang mama."Iya cantik," jawab Aurora. "Nanti kamu juga pasti cantik kalau nikah, Ra."Tersenyum, Alula mulai menirukan jawaban yang sering dilontarkan Aludra. "Males, Ma. Nikah itu pusing. Lebih enak nonton drakor.""Ish kamu ini.""Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?"Obrolan antara Aurora dan Alula terhenti, perhatian keduanya mulai tertuju pada penghulu yang duduk bersebelahan dengan Dewa yang akan menjadi wali nikah untuk putrinya hari ini."Siap, Pak," jawab Arka dengan suara yang tegas."Baik kita mulai saja akadnya," kata penghulu.Mulai membimbing, Penghulu tersebut meminta Dewa untuk menjabat tangan Arka dan diberi arahan olehnya, akad nikah dimulai."Arkananta Syahzad Mahendra, saya nikah dan kawin kan engkau, dengan putri kandung saya, Alula Syaqueena Pratama binti Dewa Haryaka Pratama dengan mas kawin seratus gram emas putih dibayar tunai," ucap Dewa dengan tegas dan selang beberapa detik, dalam sekali tarikan napas, Arka menjawab;"Saya terima nikahnya Alula Syaqueena Pratama binti Dewa Haryaka Pratama dengan mas kawin seratus gram emas putih dibayar tunai."Melirik kedua saksi yang berada di samping kanan dan kirinya, penghulu tersebut bertanya, "Bagaimana saksi, sah?""Sah.""Sah.""Alhamdulillah."Mengucapkan syukur, semua orang di sana memanjatkan doa untuk kelangsungan pernikahan keduanya. Sakinah, mawwaddah, warrahmah, tiga doa wajib yang selalu dipanjatkan untuk setiap pengantin baru."Sekarang Saudara Arka dan Alula sudah resmi menjadi suami istri, jadi untuk saudara Alula, silakan dicium tangan suaminya.""Sekarang?" tanya Aludra polos, karena memang dia tak tahu."Iya sekarang.""Oke." Menjawab singkat, Aludra memiringkan posisi duduknya lalu meraih tangan Arka dan mencium punggung tangan suami saudaranya itu dengan pelan.Tentu saja, meskipun saat ini Aludra yang bersanding dengan Arka, tetap saja yang menjadi istri pria itu adalah Alula karena memang dalam akad pun, nama Alula yang disebut Arka, bukan Aludra dan tentunya itu berarti Alula yang dinikahi Arka, bukan Aludra.Tugas Aludra hanyalah menjaga Arka untuk sementara waktu. Ya, selama Alula di luar negeri, mau tak mau Aludra harus menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan Alula."Sekarang, silakan tukar cincin." Bukan lagi sang penghulu, intruksi tersebut kini diberikan sang pembawa acara.Masih dengan posisi semula, Arka mulai mengambil cincin emas putih yang akan dia pasangkan di jari manis Aludra. Disiapkan oleh Dirga, cincin tersebut mengikuti ukuran cincin milik Alula yang sempat diberikan Dewa beberapa minggu lalu untuk disamakan ukurannya agar tak terjadi kekecilan atau kebesaran cincin."Silakan untuk mempelai pria, cincinnya dipasangkan di jari manis sang istri."Meraih tangan Aludra yang dihiasi henna berwarna putih, Arka mulai memasangkan cincin tersebut di jari manisnya. Namun, selang beberapa detik dia mengerutkan kening ketika cincin tersebut tak bisa masuk lebih dalam."Kenapa cincinnya jadi kekecilan ya," gumam Arka dengan suara yang sangat pelan agar tak didengar orang lain. Namun, bisa didengar oleh Aludra yang langsung memutar otak untuk mencari jawaban masuk akal karena memang untuk ukuran tangan, meskipun Aludra adik, dia memiliki diameter jari yang sedikit lebih besar dari Alula."A-anu, Arka," panggil Aludra pelan. "A-aku emang agak gendutan."Mendongak, Arka yang semula fokus dengan cincin, kini menatap Aludra. "Berat badan kamu naik?"***"Mas bisa tolong bantu?"Arka yang sedang duduk di pinggir kasur sambil membaca pesan dari teman-temannya sedikit terkesiap ketika panggilan dia terima dari sang make-up artist yang kini sedang merias Aludra untuk acara resepsi yang akan digelar setengah jam lagi.Menoleh, Arka menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa, Mbak?" tanyanya."Ini bisa tolong bantu tahan kepala istrinya enggak? Daritadi agak goyang terus kayanya ngantuk," pinta sang MUA yang langsung disambut anggukkan kepala dari Arka."Bisa," jawab Arka. Beranjak, Arka yang sudah tampan dengan tuxedo abunya berjalan menghampiri Aludra yang kini duduk bersandar pada kursi. Tak memakai kursi kotak seperti biasa, Aludra memang sengaja meminta kursi yang ada sandarannya untuk dia duduk ketika di makeup karena jujur saja matanya berat sekali.Terbiasa bangun tidur pukul delapan pagi, hari ini Aludra harus bangun pukul lima karena sang MUA datang setengah lima pagi dan tentu saja makeup untuk pengantin yang memakan waktu cukup la
***'Aludra berangkat abis maghrib, dadakan banget. Mama heran deh dia kaya semangat gitu, padahal dia kan mageran. Aneh ya, Lu?'Duduk di closet sejak sepuluh menit yang lalu, Aludra terus memikirkan ucapan Aurora tadi saat pesta resepsi.Malam ini semuanya selesai. Pesta resepsi usai pukul sepuluh malam, Aludra kembali ke kamar hotel untuk berisitirahat. Jika semalam dia tidur bersama Alula, maka malam ini dia akan tidur dengan Arka—suami saudaranya.Aludra benar-benar harus mempersiapkan diri. Alula sudah pergi, dan mau tak mau dia harus mulai menjalani kehidupan barunya sebagai Alula dan semuanya dimulai dengan malam pertama yang akan terjadi sebentar lagi."Alula, kamu di mana?"Terkesiap, pandangan Alula langsung tertuju ke arah pintu kamar mandi ketika suara Arka terdengar dari dalam kamar. Setelah pesta selesai, memang hanya Aludra yang langsung ke kamar untuk melepaskan semua riasan, karena Arka harus menemui anggota keluarganya yang besok akan langsung pulang ke Bandung."Di
***"Lagi ngapain?"Tak langsung menjawab, Arka memandang pria di depannya dari ujung kepala hingga ujung kaki lalu melayangkan tatapan yang malas."Istirahat," jawab Arka singkat. "Capek. Besok mau berangkat pagi.""Arka ada siapa?"Menoleh pada Aludra, Arka membuka pintu kamar sedikit lebar agar Aludra bisa melihat siapa orang yang kini berhadapan dengannya."Kelihatan?" tanya Arka pada Aludra."Kak Aksa." Tak enak, Aludra mengubah posisinya menjadi duduk, tanpa menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Ada apa, Kak?""Enggak ada apa-apa sih," jawab Aksa sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sementara Arka masih memasang wajah yang sedikit kesal karena ucapan yang pernah dilontarkan Aksa tempo hari kembali terngiang di kepalanya.Sebelum menikah, Arka sering menjadi pengganggu keromantisan Aksa dan Istrinya‐Ananta. Tak sengaja, seringkali Arka memergoki kakak dan kakak iparnya melakukan sesuatu yang mesra. Kesal karena kejadian tersebut sering terjadi, Aksa pernah berkata
***"Alula bangun, Alula. Udah jam tujuh, jam delapan kita harus berangkat.""Apaan sih."Merasa terganggu ketika Arka terus membangunkannya, Aludra yang kini tidur sambil memeluk guling, lantas menenggelamkan wajahnya agar tangan Arka tak terus menyentuh karena rasanya dingin sekali."Bangun Lula, nanti kita ketinggalan pesawat," ucap Arka—berusaha sesabar mungkin menghadapi istrinya itu."Biarin, pesawat banyak. Pesen lagi kalau ketinggalan," ucap Aludra—masih dengan kedua mata yang terpejam. "Kalau enggak ada uang, minta ke Papa aku. Uangnya banyak."Arka menghembuskan napas kasar. Dia pikir Alula adalah perempuan giat yang selalu bangun pagi, karena menurut informasi dari sang mama, Alula adalah perempuan rajin yang terbilang cukup multitalent.Ah, mungkin pagi ini karena Alula masih lelah, pikirnya."La, kalau enggak mau bangun. Aku tinggal checkout ya, nanti kamu pulang sendiri," ucap Arka yang akhirnya mampu membuat Aludra membuka matanya.Membelikkan badan, Alula menatap Arka
***"Hati-hati ya kalian di sana.""Bulan madu yang nyaman.""Jangan lupa pulang bawa kabar baik.""Kalau udah sampai kabarin."Mendesah pelan, Aludra memandangi keluarganya dan keluarga Arka yang kini berdiri di depan hotel untuk mengantar kepergiannya dan Arka untuk berbulan madu ke Korea Selatan selama seminggu.Pukul sembilan pagi, Aludra dan Arka bergegas pergi ke Bandara karena pesawat yang mereka tumpangi akan take of pukul setengah sepuluh pagi.Berlibur di bulan juli, keduanya akan menikmati musim panas di negeri ginseng yang terkenal dengan hallyu wavenya.Sekali lagi, sebenarnya Aludra sangat malas berlibur. Dia yang terbiasa tiduran sepanjang hari rasanya berat untuk pergi jauh—terlebih lagi luar negeri. Namun, gara-gara Alula, mau tak mau Aludra harus mengusir jauh rasa malasnya itu."Kalau ngantuk kamu boleh tidur dulu."Aludra yang sejak berangkat terus menyandarkan tubuhnya di jok sambil memandangi jalanan kini menoleh pada Arka yang duduk persis di sampingnya."Kalau
***"Ini kamu enggak ada niatan bantu aku bawa koper gitu?"Aludra yang melenggangkan kakinya lebih dulu setelah turun dari taksi, lantas menoleh ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka yang kerepotan membawa dua koper sekaligus.Menempuh perjalanan tujuh jam lebih, pukul lima sore keduanya sampai di Seoul. Menggunkanan taksi, Arka membawa Aludra menuju hotel yang sudah disiapkan Dewa untuk mereka selama berada di negeri ginseng tersebut.Bukan hotel biasa, tentu saja hotel yang disiapkan Dewa adalah hotel berbintang yang memiliki fasilitas luar biasa juga pelayanan yang sangat baik."Berat," jawab Aludra enteng. "Lagipula kamu kan laki-laki, terus kamu suami. Jadi kamu aja yang bawa ya."Tak menjawab, Arka hanya menatap Aludra lalu menghembuskan napas kasar. Setelah itu, dia memilih berjalan melalui gadis itu untuk menuju meja resepsionis dengan segera.Menunjukan bukti pemesanan hotel, Arka terbebas dari dua koper berat yang sejak tadi dia bawa karena koper tersebut langsung dibawa p
“Ih, enggak aktif!”Menatap kesal layar ponselnya, Aludra yang sejak tadi tidur dengan polisi telungkup lantas bergerutu ketika ternyata nomor Alula sudah tak bisa dihubungi. Padahal, dia ingin sekali menelepon kakaknya itu untuk menanyakan bagaimana kabar dia di London dan tentu saja Aludra juga ingin menuntut permintaan terima kasih dari sang kakak untuk semua jasanya yang sudah legowo menggantikan posisi sang kakak menjadi istri Arka—pria yang saat ini dia cap sebagai pria menyebalkan.Ya, bagi Aludra, Arka itu menyebalkan. Meskipun baik, tetap saja menyebalkan. Arka tampan, tapi tetap saja dia menyebalkan. Pokoknya Arka itu menyebalkan.“Ini gimana mau tanya-tanya kalau nomor Kak Lula aja enggak aktif.”Beringsut, Aludra mengubah posisinya menjadi duduk. Mengedarkan pandangan, dia menatap jam dinding yang ada di kamar hotel. Pukul delapan malam, dan Arka belum kembali dari luar setelah setengah jam yang lalu berpamitan untuk mancari makan.Sebenarnya Arka mengajak Aludra keluar un
***"Lu, itu kamu seriusan enggak apa-apa?"Berdiri dengan wajah khawatir, Arka sama sekali tak beranjak dari depan pintu kamar mandi—menunggu Aludra yang kini menghabiskan waktunya di dalam sana.Makanan pedas memang sangat manjur untuk Aludra. Hanya makan satu buah corndog dengan saus pedas, Aludra harus menerima resikonya.Sakit perut. Hanya berselang setengah jam setelah menyantap corndog tersebut, Aludra langsung merasakan sakit di perutnya dan tentu saja setelah itu, dia diare karena memang begitulah yang sering terjadi jika Aludra nekad menyantap makanan pedas.Ah, Alula. Dia harus tahu kalau demi dirinya, Aludra rela mengalami hal seperti ini."Sakit perut," jawab Aludra dari dalam kamar mandi."Mau ke dokter?" tanya Arka. "Kalau mau yuk, aku antar.""Enggak mau, mager," ucap Aludra. Sesakit apapun dirinya, kata mager tetap yang utama diucapkan Aludra karena memang selain mager, dia tak terlalu suka tiga hal. Rumah sakit, dokter, dan obat-obatan tentunya."Aku takut kamu kenap