Di bawah pohon kelapa yang menyerong ke arah pantai, Anita dan Cecilia duduk manis sambil memandang jauh ke arah panggung. Di atas panggung sana, beberapa peserta sedang mendaftar.
“Yang ikut enggak terlalu banyak. Seharusnya enggak perlu limit peserta. Jadi biar rame,” kata Cecilia.
“Di beri batas 10 grup sudah cukup banyak sih menurutku. Biar enggak lama-lama juga.”
Soni kembali memegang mikrofonnya usai menerima daftar peserta yang akan ikut lomba.
“Oke sebelum kita mulai perlombaannya, saya akan menjelaskan kembali jenis-jenis perlombaan yang akan di gelar. Pertama, lomba foto mesra. Kedua lomba lari gendong. Tiga lomba merias wajah pasangan. Dan empat lomba tebak kata. Untuk lomba kelima, yang pecah semangka enggak jadi ya. Semangkanya belum musim soalnya,” terang Soni.
“Dan untuk peserta yang ikut serta, akan saya absen. Nanti waktu
Perlombaan kedua langsung di mulai usai penilaian potret foto mesra selesai. Untuk perlombaan selanjutnya adalah tebak kata.Dalam perlombaan ini pria akan bertugas menebak apa yang pasangan wanitanya peragakan. Ada 3 kata yang harus mereka tebak dengan benar. Dan waktu perlombaan berlangsung selama 1 menit.“Kita harus menang. Aku yakin kamu pasti bisa,” ucap Sagara menyemangati Anita.“Tentu saja aku bisa. Tinggal Bapak sendiri, apa bisa menebaknya dengan benar atau tidak,” balas Anita.Perlombaan di mulai secara bergantian. Karena nomor pendaftaran Sagara dan Anita berada di akhir, jadi mereka akan kebagian nomor urut belakangan.Perlombaan tebak kata berlangsung dengan meriah. Gerakan meragakan kata yang di lakukan
Perlombaan berpasangan, akhirnya berakhir. Semua pasang telinga mendengar dengan saksama hasil akhir yang sudah 10 grup atau pasangan itu kumpulkan dari 4 perlombaan.Pada posisi pertama, masih di kuasai oleh Rahma dan Putra. Mereka memimpin dengan 8 poin. Posisi ke dua di isi oleh Sagara dan Anita dengan 6 poin. Dan di posisi ketiga di tempati oleh pasangan Kena dan Toni dengan 5 poin.7 pasangan yang berada di bawah 3 besar harus bersiap menerima hukuman. Astrid yang paling sebal dengan hukuman. Karena pada pertandingan meniru gerakan estafet, dia sudah mendapatkannya. Jadi mendapatkan hukuman kedua, ia rasa itu sangat menyebalkan.Matahari sudah semakin turun bersiap meninggalkan takhtanya yang ia pertahankan seharian penuh. Rembulan di ufuk timur sedikit condong ke selatan sudah terlihat walau masih samar-samar.Di atas panggung Soni mengumumkan beberapa hal. Pertama, tak ada hukuman dalam perlom
Angin malam berembus menerbangkan helai-helai rambut panjang Anita. Wanita cantik berusia 24 tahun yang memiliki rambut panjang dan sehitam malam. Suara langkah kaki bersepatu pantofel yang ia gunakan. Mengeluarkan bunyi khas setiap kakinya melangkah.“Hah... hari ini aku capek sekali. Tanganku terasa mau patah dan kepala ku seperti mau pecah. Tiga minggu ini, benar-benar dua minggu yang sangat berat. Entah sampai kapan ini akan berakhir. Aku ingin liburan!” rengek Anita.Wajah bening di setiap masuk ke kantor itu kini tampak lesu dan berantakan. Bahkan rambutnya yang selalu lembut dan lurus, kini sedikit kusut dan di abaikannya.Handphone Anita tiba-tiba berdering dalam tas kantornya. Segera ia meraih handphone itu dan melihat si
Anita ke kantor seperti biasanya. Ia pergi naik bus kota. Sarapan dengan 3 lapis roti tawar campur susu putih seperti biasa. Dan berdandan ala kadarnya seperti biasa. Yang membedakan hanya satu, dia bangun dari tidur dengan kepala yang agak pening. Dan sulit mengingat kejadian di kafe. Yang ia ingat terakhir, hanya curhatannya pada sahabatnya, Cecilia.“Pagi, Pak?” sapa Anita pada pak Budi saat memasuki lobi.“Pagi juga, Bu,” sahut pak Budi. Satpam yang bertugas di lobi.Anita berjalan dengan elegan. Langkahnya yang bersepatu pantofel menarik banyak mata. Dan saat mereka yang melihat tahu kalau itu Anita. Banyak yang memberi jalan agar Anita bisa berjalan dan masuk ke dalam lift terlebih dahulu. Mereka juga menyapa Ani
Anita memesan nasi campur dan es jeruk untuk menu makan siangnya di kantin kantor.“Ini, Bu. Silakan,” ucap seorang pramusaji wanita yang usianya hampir sepantaran dengan Anita.Anita yang tampak muram jadi kian muram karena panggilan pramusaji kantin itu padanya.“Ina, bukannya sudah aku kasih tahu untuk tak memanggilku seperti itu? Aku belum cukup tua untuk kau panggil seperti itu!” protes Anita.“Maaf kak,,, tapi jabatan kakak yang tinggi itu membuatku harus memanggil seperti itu,” kilah Ina sambil tersenyum lebar.“Jabatan itu hanya di saat jam kerja, se
“A-apa?! Jadi dia CEO di perusahaan tempatmu bekerja?” pekik Cecilia begitu terkejut saat mendengar cerita Anita. Wanita cantik dengan tubuh ideal dan rambut panjang sepinggang yang selalu memakai sebuah bando berwarna merah itu sudah merasakan firasat buruk saat Anita mengoceh di depan 3 pria berjas kemarin. Apalagi saat melihat wajah kesal pria berwajah dingin yang sekarang ia ketahui bernama Sagara itu.Anita tersenyum kecut melihat reaksi Cecilia setelah dirinya bercerita mengenai dirinya yang dipindah tugaskan dari asisten manajer menjadi OB pribadi.“Sungguh sial nasibku, bukan? Tapi mau bagaimana lagi. Nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Ya, walaupun mungkin besok menjadi hari yang berat, tapi paling tidak aku masih ada pekerjaan untuk memenuhi kehidupanku,” ujar Anita menghibur diri
Pukul 7:55 pagi. Dari arah pintu masuk kantor, Anita berlari sambil memeluk sebuah tas seharga ninja 250cc. Beberapa orang yang juga hendak masuk ke kantor, di serobotnya.“Maaf,,, permisi, permisi,,,” ucapnya saat menyerobot beberapa karyawan yang berjalan santai di depannya.Beberapa pegawai yang di serobot secara tidak sopan menjadi geram. Namun saat mereka tahu orang yang menyerobot adalah Anita, mereka malah cepat-cepat memberi jalan sekaligus memberi salam.“Pagi, Bu,,,” ucap beberapa dari mereka dengan penuh hormat.Tak ada yang tidak menyapa Anita. Satpam yang berjaga pun juga melepas senyumnya untuk Anita.
Anita sedang berdiri di depan meja pantri sambil melihat satu persatu jenis kopi hitam yang di belinya kemarin sepulang kerja. Ada sekitar 7 merek kopi yang ia beli. Ia melihat kopi-kopi itu dengan saksama, sambil memikirkan kopi mana yang akan ia buat terlebih dahulu.“Waduh mau jualan nih Bu ceritanya?” sapa Jaka menghampiri Anita sambil cengengesan.Jaka baru saja menyelesaikan tugasnya mengisi galon air di lantai 25 sampai 29. Dan kini sedang istirahat sejenak untuk mengatur kembali nafasnya.“Bisa di bilang seperti itu,” jawab Anita tanpa melirik Jaka yang berdiri disampingnya.Jaka beranjak menjauh dan duduk kembali di kursi sofa yang