Mauryn yang awalnya pura-pura pingsan malah tidur. Untung saja ada seseorang yang memberinya minyak kayu putih yang membuatnya bangun.
"Ini jam berapa?" tanya Mauryn dengan mata menyipit karena masih beradaptasi dengan lampu ruangan itu."Jam sebelas."Mauryn memelototkan matanya. Suara ini, suara yang tadi menanyakan keberadaan Kendra. Mauryn menoleh dan tersenyum canggung pada lelaki itu."Kenapa?" Lelaki itu menatap Mauryn aneh karena terus tersenyum padanya."Kamu masih nyari Kendra?" tanya Mauryn ragu-ragu."Enggak. Udah ketemu.""Kamu anak baru?""Hah? Lo gak kenal gue?" tanya lelaki itu syok karena gadis didepannya tidak mengenalnya."Siapa?" tanya Mauryn bingung."Serius? Lo gak kenal Alexander Imago?" tanya lelaki bernama Alex itu."Aduh, maaf kalo aku gak kenal kamu. Tapi emang aku hampir gak kenal semua nama murid di sekolah ini," jawab Mauryn."Udahlah, karna lo udah bangun, gue cabut ya." Alex hendak bangun tapi tangannya dipegang Mauryn."Kenapa?" tanya Alex ketus."Kendra ada masalah sama kamu?" tanya Mauryn polos."Lo gak perlu tau." Alex melepaskan tangan Mauryn lalu pergi.Mauryn merasa frustasi sendiri dan mengacak rambutnya."Ah! Tadi aja gak usah pingsan! Segala pake ketiduran lagi!" kesalnya meratapi sikap cerobohnya.Srek.Tirai disebelahnya terbuka hingga membuat gadis itu terkejut."Kendra?" Mauryn kaget juga bingung melihat Kendra yang duduk di ranjang pasien."Maaf.""Hah?"Kendra pergi tanpa menjawab pertanyaan Mauryn. Gadis itu kesal lalu mengejar lelaki itu."Kendra tunggu!" ucap Mauryn ketika berhasil memegang tangan Kendra.Lelaki tampan itu menatap Mauryn datar."Kamu gak ada masalah serius sama cowok tadi kan?" tanya Mauryn memastikan. Wajah gadis itu terlihat khawatir karna wajah Alex terlihat galak."Alex?" "Iya." Mauryn mengangguk semangat."Dia baik."Ucapan itu membuat Mauryn melepaskan tangannya perlahan. Sia-sia gadis itu khawatir. Ya, memang tidak boleh menilai orang dari covernya."Oke." Mauryn kembali ke ranjangnya."Tadi Luisha khawatir sama kamu. Makanya aku kesini buat ngecek."Mendengar itu, Mauryn menghampiri Kendra lagi. Tapi tidak ada siapa-siapa."Cepet amat perginya," ucap Mauryn monoton sambil menggaruk tengkuknya."Sebenernya si Kendra ini bego apa bisu sih? Masa ngomongnya irit banget." Lagi. Mauryn penasaran dengan Kendra tanpa disadarinya.Mauryn melihat jam dindin ruang kesehatan."Masuk kelas ah, udah cukup tidurnya, Ryn," ucap Mauryn monoton lalu melipat selimut yang tadi dipakainya.🤵♂️👩✈️"Ryn!" teriak Luisha ketika Mauryn baru saja masuk ke kelasnya. Luisha memeluk erat Mauryn seperti sudah satu tahun tidak bertemu."Lu, engap, Lu." Mauryn menepuk-nepuk punggung Luisha."Maaf, Ryn, aku khawatir banget, maaf gak bisa kesana--""Kenapa nyuruh Kendra yang dateng? Sibuk banget ya sama gebetan?" sindir Mauryn yang tiba-tiba kesal."Kendra?" Luisha bingung."Iya Kendra. Dia tadi kesana buat ngecek keadaan aku," jawab Mauryn yang mulai bicara seperti biasa."Tapi aku gak nyuruh--"Triring ... triring ...Bel pulang berbunyi. Kelas menjadi riuh karena sahutan kesenangan para murid yang hendak pulang.Luisha juga terburu-buru mengambil tasnya."Ryn, aku pulang duluan, ya. Bye." Luisa pergi dengan senyum merekah diwajahnya.Sepi. Hanya dirinya seorang dikelas. Tapi ada dua tas yang belum diambil. Milik Mauryn dan Kendra."Loh si Kendra belom ke kelas? Kemana tuh orang?" Mauryn menatap keluar kelas berharap Kendra datang tapi nihil."Udahlah, aku pulang duluan aja. Hari ini punya waktu istirahat yang banyak sebelum les." Mauryn merentangkan tangannya untuk meregangkan otot-ototnya lalu mengambil tasnya kemudian pulang.Mauryn membanting tubuhnya ke kasur empuk itu. Ia menatap langit kamarnya dan membuang nafasnya kasar. "Kalo dipikir-pikir, tadi muka Kendra pas di ruang kesehatan kok aneh banget ya, kaya malu tapi datar," ujarnya monoton. Gadis itu entah kenapa memikirkan lelaki itu. Tok ... tok ... tok ... Suara ketukan pintu itu membuat ia tersadar dari apa yang ia pikirkan sebelumnya dan menoleh ke arah pintu. "Nona Ryn, apa ada didalam?" tanya seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. "Iya," sahut Mauryn lalu bangun dari tidurannya dan menghampiri pintu untuk membuka. "Ada apa, Bi?" tanya Mauryn ketika membuka pintu dan mendapati Bibi Elli; asisten rumah tangga keluarga
"Huaaaa, seru banget filmnya," ucap Luisha sambil meregangkan kedua tangannya setelah film selesai. "Yuk, keluar," ajak Bastian yang diangguki Luisha. Ketika Bastian dan Luisha hendak keluar, Mauryn masih saja duduk dibangkunya. Bastian san Luisha bingung. "Ryn, ayo, kita keluar," ajak Luisha sambil memegang bahu Mauryn. Mauryn menengok tapi Luisha dan Bastian terkejut karena Mauryn berlinang air mata. "Ryn, kenapa?" Luisha langsung duduk lagi ditempatnya karna cemas pada Mauryn. "Hah?" Mauryn seakan baru sadar dari lamunan. "Ryn, kamu kenapa?" ulang Luisha. "
Keesokan harinya, Mauryn baru saja sampai diambang pintu. Dari sana ia melihat sosok Kendra yang sedang sibuk menulis. Perlahan gadis itu menghampiri lelaki itu karna mereka juga teman semeja. "Pagi," sapa Mauryn ragu-ragu sambil duduk di bangku sebelah Kendra. "Mmm," gumam Kendra dan menutup bukunya lalu mengambil buku lain untuk dibaca. Mauryn mengeluarkan buku-bukunya dengan sangat pelan karna takut mengganggu Kendra. Tapi tiba-tiba gadis itu mengingat kejadian kemarin. 'Tanyain jangan ya?' batin Mauryn bimbang. Mauryn mengayun-ayunkan bukunya karna bimbang. Lalu gadis itu meletakkan bukunya lalu merapikan dirinya dan bersikap tegap kemudian menengok ke arah Kendra dengan rasa deg-degan.
Flashback. "Izra," panggil Kendra pelan ketika mereka baru saja sampai di sekolah. Ya, mereka berangkat sekolah bersama karena Izra adalah bawahan Kendra. "Ikut aku. Ada yang mau aku bicarakan," ucap Kendra lalu berjalan mendahului Izra. Izra mengikuti Kendra dibelakang. Mereka mejuju atap sekolah. "Aku menyukai Mauryn," ucap Kendra to the point ketika mereka baru saja sampai di atap gedung. "Hah?" Izra terkejut atas ucapan Kendra yang tiba-tiba. "Aku suka Mauryn. Bantu aku mendekatinya," ulang Kendra datar. Perkataan Kendra sangat formal karna status yang berbeda.
Mauryn enggan memakan makanan yang ada di mejanya karna ada Kendra di hadapannya yang sedang memperhatikannya. Tadi seusai Bu Sandra keluar dari kelas karna bel istirahat berbunyi, dengan semangat Luisha mengajak Mauryn ke kantin. Gadis itu juga mengajak Kendra dan Izra. Maka dari itu Mauryn malu. Beda dengan Luisha yang makan dengan terus menatap Izra. "Izra, kamu kapan sih gak gantengnya? Aku rasanya mau pingsan tau" ucap Luisha ngawur. Gadis itu sudah dibutakan cinta. "Hish." Mauryn geli sendiri mendengarnya. "Kenapa gak dimakan?" tanya Kendra. "Eh?" Mauryn menoleh ke Kendra. Lelaki itu senyum kepadanya membuat pipinya merona. "Kamu sakit?" Kendra langsun
Bruk. Seorang gadis menabrak Mauryn dengan cukup kencang membuat Mauryn terjatuh dan tangannya terluka. "Awwsh ...." Mauryn membersihkan tangannya yang terluka. "Sakit ya?" tanya gadis itu membuat Mauryn mendongak. Mauryn merasa tidak asing dengan gadis yang sedang menatapnya meremehkan itu, Mauryn bangun lalu menghampiri gadis itu dan menatapnya tajam. "Apa? Kenapa? Mau bales?" tanya gadis itu menantang. Mauryn tidak menjawab. Ia terus menatap gadis didepannya itu sambil maju membuat gadis itu mundur perlahan. Mauryn terus mendekat membuat gadis itu terus mundur dan terjatuh.
"Ryn sayang, kamu tau siapa yang celakain kamu?" tanya Marina lembut sambil terus mendrkap Mauryn. "Hmmm ...." Mauryn tampak berfikir masih berada didekapan Marina. "Ryn, kalo kamu tau, kita bisa langsung laporin ini ke hukum," ucap Regi yang masih fokus menyetir. "Aku gak liat mukanya, tapi aku inget kalo dia pake seragam sekolah yang sama kaya aku," ucap Mauryn menatap Marina. Marina nampak berpikir, siapa orang yang berani melukai putri kesayangannya ini. "Berapa orang?" tanya Regi serius tapi masih fokus menyetir. "Dua orang mungkin," jawab Mauryn pelan. "Papa harus cari pelakunya dan hukum dia seberat-be
Lagu BTS - Butter berbunyi dari ponsel Kendra. Lelaki yang sibuk melihat anak buahnya memukuli seseorang yang sudah hampir sekarat itu mengangkat tangan isyarat untuk berhenti. "Ya?" "Saya sudah menemukan orangnya, Tuan." "Bawa dia ketempat biasa." Kendra memutuskan sambungan telponnya. Ia membenarkan letak kacamatanya dan menatap tajam orang yang sudah hampir sekarat itu dari balik kacamatanya. "Kuberikan waktu tiga hari, jika kau tidak melunasinya, kau tau sendiri akibatnya," tegas Kendra lalu pergi meninggalkan tempat kotor itu diikuti keempat anak buahnya. "Kalian pulang saja duluan, aku masih ada urusan," ucap Kendra sambil melempar kunci mobil pada salah satu anak buahnya.