Share

Bab 4- Diambang Keselamatan

Duniaku seperti berhenti sejenak, jantungku tidak berdetak untuk beberapa detik, di tengah gelap dengan cahaya bulan yang temeram, Bima mengecup lembut bibirku yang membeku. Aku tidak  tahu apa yang harus kulakukan selain hanya menatap matanya dengan mataku yang terbelalak.

“Terima kasih telah menjadi yang terbaik,” ucapnya lembut setengah berbisik, aku tak bisa mengatakan apapun karena masih terkejut dengan perlakuan yang Bima berikan padaku, “oh, maaf kalau aku lancang, aku tidak bermaksud apapun Bi, aku hanya…” kalimatnya terputus seperti tercekat di tenggorokan “menyayangimu,” lanjutnya.

Aku yakin wajahku sangat kikuk dan bingung, sebab mulutku seperti terkunci karena tak dapat mengatakan sepatah katapun.

Bima membukakan pintu mobilnya, aku masuk dan duduk disampingnya. Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah kebekuan diantara kami, jalanan yang sepi tapi tidak dengan hatiku, ia bersorai riuh sekali seperti baru saja mendapat hadiah special, aku hanya tidak menduga pada apa yang dikatakan Bima kepadaku, kufikir sebuah ciuman dan ungkapan rasa sayang adalah sesuatu yang tidak lazim terjadi pada sebuah pertemanan bahkan jika sangat dekat sekalipun. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada kami malam ini, kenapa aku justru merasa Bahagia ketika Bima mengatakan bahwa dia menyayangiku, apakah aku juga menyayanginya?

Perjalanan yang harusnya hanya ditempuh dua puluh menit kini terasa sangat lama.

“Apa yang dibicarakan David tadi sore?” Bima mencoba mencairkan suasana dengan membuka obrolan memecah lamunanku.

“dia memberitahu aku tentang kematian Kirana, tentang siapa dalang dibalik kematiannya dan apa yang terjadi sebelum peristiwa itu terjadi.”

“Peristiwa apa?” tanyanya penasaran.

“Peristiwa peneroran.”

“Teror?” tanyanya lagi.

“teror penelpon yang selalu terjadi tengah malam dan catatan waktu panggilan yang teracak, seperti sebuah sabotase ponsel,” jelasku “jantung, hati dan paru-paru Kirana sudah dicuri, namun bekasnya tertutup nyaris sempurna.”

“Teror yang hampir sama dengan yang kau alami?”

“Ya, mungkin aku target mereka selanjutnya.”

“Kau tak boleh berkata begitu Bi, aku akan menjagamu dan memastikan kau akan baik-baik saja,” Bima khawatir.

“Kau harus lebih dulu memastikan dirimu akan tetap baik-baik saja, Bim.”

Bukan hanya aku yang mengkhawatirkan tentang keselamatanku, namun aku juga mengkhawatirkan keselamatan Bima. Andai saja bisa dengan mudah untuk lepas dari pekerjaan ini tentu aku akan menjadikan itu sebagai pilihan utama saat ini. Begitu banyak nyawa yang harus dijaga namun harus menjaminkan keselamat diri sendiri.

Jam di ponselku menunjukkan pukul 00.08 WIB, akhirnya aku sampai di depan gerbang rumah sebelum akhirnya sadar bahwa ada sebuah mobil yang tengah mengintai mobil Bima. Dari spion mobil aku bisa melihat ada sebuah pistol yang akan diarahkan ke mobil kami.

“Hei….” aku terkejut dan pistol itu Kembali ditarik oleh orang yang berada di dalam mobil.

Bima pun ikut terkejut melihat reaksiku yang sedikit berteriak “ada apa?” tanyanya.

“Ada mobil yang sedang membuntuti kita dan mengintai kita, Bim.”

Bima menoleh ke belakang dan benar saja mobil itu sudah mundur dan segera melarikan diri ke ujung jalan.

“Dia mengeluarkan pistol, tapi dia masukkan lagi,” ucapku dengan sedikit panik.

“Ada dua orang di dalam mobil itu?”

“Sepertinya begitu, Bim. Aku khawatir jika kau pulang sendirian, apakah tidak sebaiknya kau menginap saja di sini mala mini?” ucapku dengan nada sedikit bergetar, aku benar-benar mengkhawatirkan Bima jika dia harus kembali ke rumahnya seorang diri.

“Aku justru lebih mengkhawatirkanmu, aku takut jika mereka sedang memata-mataimu, Bi,” Bima menggenggam tanganku, “apakah Rosa sudah berada di rumah?” tanyanya.

“Rosa jarang sekali di rumah, kalau pun dia pulang biasanya jam 2 dini hari.”

“Baiklah, aku akan menemanimu malam ini, aku benar-benar khawatir jika mereka akan melukaimu.”

Bima memarkirkan mobilnya di teras lalu kami masuk ke dalam rumah. Ruangan depan memang sudah terang karena aku sengaja tidak mematikan lampunya ketika aku pergi kerja.

“Bim, kamu tidur di sofa nggak apa-apa kan?”

“Iya, gak apa-apa kok,” Bima menjawab dengan tersenyum.

Sebelum tidur, Bima meminta izin untuk membersihkan tubuh terlebih dahulu.

“Mau ganti baju?” tanyaku pada Bima yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Emangnya kamu punya pakaian laki-laki?” jawabnya sambil berseloroh.

“Kaos biasa aja sih ada, kalau mau akan kuambilkan.”

“Boleh deh.”

Aku mengambilkan kaos oversize milikku yang aku yakin akan muat ditubuh Bima yang lumayan besar, tak lupa aku juga membawakannya selimut agar tidak kedinginan. Setelah aku memberikan kaos itu padanya, Bima langsung saja membuka kemejanya dihadapanku, tubuhnya terbilang cukup atletis tidak terlalu berotot tapi tidak berlemak, sangat ideal. Seketika aku tersadar dan merasa malu karena Bima melakukan itu dihadapanku, langsung saja kututup wajahku dengan telapak tanganku.

“Ha…ha..ha…” Bima tertawa melihat reaksiku yang menutup wajah, “kamu tidur sana, kok masih ngelihatin aku ganti baju, nanti suka lho,” guraunya.

Wajahku benar-benar merah padam karena merasa malu, “lagian kamu ganti baju gak bilang-bilang, aku masih disini ya,” aku berbalik badan dari hadapan Bima dengan sedikit cemberut karena ia meledekku.

Sebelum aku sempat melangkah, Bima menarik tanganku sehingga aku Kembali berbalik menghadapnya.

“Selamat malam, Cantik,” ucapnya yang kemudian mengecup bibirku untuk yang kedua kalinya.

Aku tidak memberikan reaksi apapun, setelah Bima melepaskan tanganku, aku langsung saja berbalik masuk ke kamarku, takut ketahuan Bima jika sampai dia melihat wajahmu memerah karena tersipu dia akan menggodaku untuk yang kedua kalinya.

Malam ini terasa sangat asing sekaligus membuatku bahagia, aku yang telah lama tidak memiliki kekasih dan mendapat perhatian dari seseorang, malam ini mendapatkan perlakuan yang romantis dari seseorang yang bahkan tidak aku duga sama sekali bahwa adegan berciuman dengan Bima akan terjadi dua kali. Namun, di lain sisi aku merasa sedikit khawatir apakah yang Bima katakan adalah benar bahwa dia menyayangiku atau hanya sebuah perasaan sepi yang ingin diisi tanpa benar-benar adanya perasaan bermakna.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status