Danang mengangguk setuju. Dia kemudian menatap semua petugas bank dengan dingin, “Hukuman kalian aku tambah jadi lima bulan!”Selagi Danang berbicara, Niko beranjak ke arah meja teller, sedangkan semua petugas bank menangis sejadi-jadinya setelah mendengar putusan yang lebih kejam dari sang atasan.Tangisan mereka semakin histeris kala anak buah Danang mulai masuk dan melakukan tugasnya.“Pak, berikan kesempatan sekali lagi! Tolong ampuni aku!”Tapi Danang dan Niko sama sekali tidak peduli.Begitu ruangan itu sunyi, Danang terus-terusan meminta maaf kepada Niko, “Niko, aku menyesal atas kejadian yang tidak menyenangkan ini. Aku siap dibebastugaskan.”Niko yang duduk di meja teller satu, menatap Danang yang berdiri di sampingnya. Dia ingin mengevaluasi kinerja lelaki itu.“Ceritakan kepadaku, kenapa kamu bisa diberikan tanggung jawab memegang dua perusahaan besar sekaligus? Atau mungkin lebih?” tanya Niko santai.“Tuan Abraham memintaku menjadi penanggung jawab dua perusahaan. Awalnya
Aldi dan pacarnya terkesiap begitu lama menatap ke arah uang-uang yang dipungut Niko.“Oh my God …. Uang siapa yang kamu curi?” tuding Aldi.Pacarnya pun juga berpendapat demikian, “Jadi kamu datang ke sini bukan ngelamar pekerjaan? Tapi kamu nyolong uangnya nasabah Permata Bank?”“Nggak bisa dibiarin nih. Hei, kalian semua ….” Saat Aldi membuka pintu masuk, kalimatnya terhenti kala melihat dalam gedung itu tidak ada tanda-tanda keberadaan manusia satu pun.“Kenapa, sayang?” tanya pacarnya.“Loh kok nggak ada orang sama sekali, ya? Apa mungkin petugasnya masih istirahat dan pelayanan ditutup?” ucap Aldi sambil melangkah maju lebih dalam. “Hallo?”“Masa jam segini udah tutup?” Pacarnya juga ikut mengintip ke dalam.Aldi dan pacarnya saling menoleh satu sama lain. Mereka lalu menatap ke arah Niko kala sejenak.“Dasar maling! Kamu ngambil kesempatan pas lagi sepi-sepinya buat nyuri uang bank, ‘kan?!” tuding Aldi penuh sarkas.“Nggak salah lagi!” Pacarnya kemudian berteriak kencang. “Bapa
“Jadi siapa yang harus dihakimi?!” tanya Danang sekali lagi. Kalimatnya penuh penekanan. “nasabah kami atau kedua orang ini yang main-main tuduh tanpa bukti?!” jari telunjuknya menunjuk ke arah Aldi dan pacarnya.Semua orang yang tak ingin terkena imbasnya, mereka bergegas meminta maaf kepada Niko dengan penuh penyesalan.Setelahnya, mereka pun mulai mengomeli balik Aldi dan pacarnya.“Kalian sengaja ya mau bikin teman sendiri celaka?”“Tuduhan itu lebih kejam dari pembunuhan. Bahaya banget loh ini.”Begitu seterusnya yang menyoraki Aldi dan pacarnya, bahkan ada beberapa yang melempari kedua pasangan itu dengan gulungan kertas, kerikil, dan benda apapun yang bisa diambil.“Hampir kami salah sasaran!” Ada satu orang lelaki yang maju memukuli Aldi dan pacarnya, hingga mengundang yang lainnya ikut memberikan hadiah yang sama.“Sakit! Hentikan!”Aldi dan pacarnya tak hentinya menjerit kesakitan. Bahkan lelaki itu mencari perlindungan di belakang tubuh Danang, tanpa memedulikan pacarnya ya
Tabrakan tak terhindarkan. Beruntung sebelum mobil itu menyerempet, Niko segera melompat dari motornya ke samping. Jelas ini faktor kesengajaan!“Woi!” teriak Niko.Sesaat itu juga dia memperhatikan plat nomor mobil itu dan mengingatnya. Dia sekilas menyeringai kala melihat sebuah cctv yang menggantung di tiang pinggir jalan.‘Kalian tidak akan bisa lolos dariku!’ Niko membatin.Orang-orang langsung mengerumuni Niko dan menanyakan keadaannya.“Gimana, Mas? Ada yang terluka, nggak? Mau dianterin ke rumah sakit, nggak?”“Laporkan ke polisi saja, Mas. Banyak kok saksi matanya. Mobil itu kayaknya memang sengaja mau mencelakaimu.”“Aku baik-baik saja, dan aku tidak terluka.” jawab Niko dengan senyuman ramah.Niko kemudian menghampiri sepedanya yang rusak parah, dan meminta bantuan salah satu orang untuk membawa motornya ke bengkel dengan memberikan imbalan 500 ribu. Setelahnya, Niko pergi menghindari kerumunan untuk mengirim pesan kepada Danang.[Tolong periksa semua cctv yang berada di s
“Pembantu kurang ajar! Nggak tahu diri!” Hesti masih meluapkan segala amarahnya dengan memaki-maki Niko habis-habisan.Echa yang tak ingin Mamanya dan Niko terus bertengkar, lantas dia pun berkata kepada suaminya, “Bukannya kamu mau keluar, ya?”“Echa, bicaranya nggak usah dilembut-lembutin!” cerocos Hesti.Dengan menahan amarah, Niko bangun dan berkata, “Aku keluar dulu.”“Nggak usah balik sekalian!” Hesti masih menatap Niko dengan mata melotot. Tanpa memedulikan tatapan sinis Mama mertuanya, Niko bergegas keluar. Sepuluh menit berjalan kaki menjauh dari rumah tersebut, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di sampingnya. Tanpa menunggu, dia pun segera memasuki mobil itu.“Jalankan mobilnya!” Karena suasana hatinya memburuk karena Mama mertuanya, Niko memukul-mukul jok mobil dengan penuh emosi. Danang yang duduk di sampingnya pun bertanya, “Ada apa, Niko?”Niko menghela napas panjang, “Tidak penting,” ucapnya kemudian menoleh ke samping. “Sudah kamu temukan orang itu?”“Sudah. Mereka a
Mata Echa membelalak. Niko melebarkan senyumnya, lalu mulai melepas pakaian yang dikenakan.Keringat dingin membanjiri kening Echa. Dia berulangkali menelan salivanya dengan terus menatap Niko yang terus naik ranjang dan berjalan beringsut ke arahnya.“Malam ini kamu yang lebih aktif,” ucap Niko tiba-tiba, seketika Echa membelalakkan matanya menatap wajah suaminya yang hanya berjarak beberapa centi saja dari wajahnya.“Kemarilah,” ucap Niko sambil berbaring di samping istrinya.Seolah terbius, Echa menurut dan berpindah posisi duduk di atas tubuh Niko. Malam itu juga pun dia menuruti kemauan suaminya.Besok harinya, menjelang jam 6, Niko dan Echa masih di tempat tidur. Niko memeluk erat tubuh istrinya dengan mata terpejam.“Lepaskan pelukanmu. Aku mau mandi, hari ini hari pertamku kerja,” ucap Echa. Ini sudah ketiga kalinya dia meminta kepada Niko.“Masih jam 6, Sayang,” jawab Niko sesantai-santainya, tanpa menggerakkan tangan sedikitpun.Echa mendengus kesal mendengar jawaban Niko. D
“Apa, Ma?” tanya Echa, merasa tatapan aneh Mamanya memiliki makna yang buruk.“Cari pria sampah itu. Suruh dia jadi babu tanpa bayaran di rumah teman Mama. Mama yakin teman Mama gak akan menolak,” jawab Hesti.Echa menggelengkan kepala tak percaya mendengar ide Hesti yang sangat keterlaluan. “Jangan aneh-aneh, Ma,” protes Echa dengan suara pelan.“Apanya yang aneh? Justru ini kesempatan emas untuk menyingkirkan si curut selamanya dari rumah ini,” kata Hesti.Echa kecewa mendengar Sang Mama tidak menunjukkan rasa belas kasihan sedikitpun pada Niko yang notabenenya adalah menantunya sendiri.“Aku mau ke kantor.” Echa memilih tidak menanggapi.Echa berbalik pergi ke kamar pribadinya, karena tahu semakin dirinya banyak menanggapi, kata-kata sampah yang lebih menyakitkan pasti keluar dari mulut Mamanya.Saat memasuki kamarnya, tatapan Echa langsung tertuju pada sebuah sandal heels satu-satunya yang diletakkan di sudut kamarnya.“Mungkin aku bisa menggadaikannya,” gumam Echa sambil melang
“Niko, mana minumannya?! Si lelet ini, bisa kerja gak, sih? ” Lengkingan suara sang Nyonya seketika memenuhi rumah, membuat pria 20 tahunan itu berjalan cepat menuju ruang tamu sambil membawa nampan dengan tiga gelas di atasnya.Selalu seperti ini, Hesti akan memarahinya tanpa ampun jika tidak sesuai keinginan wanita itu. Padahal, Niko awalnya melamar menjadi sopir di rumah ini untuk membiayai kuliahnya sendiri di kampus yang kebetulan sama dengan Echa–anak Nyonya Hesti. Tapi, perlahan jobdesknya justru terus bertambah akibat sang Nyonya. “Maaf, barusan aku masih meracik minuman, Nyonya,” ucap Niko sembari memindahkan gelas ke atas meja untuk nyonya rumah dan kedua temannya yang baru saja pulang dari acara arisan Ibu-ibu sosialita itu. “Ck! Mau kupecat kamu?”“Udahlah, Hes. Kamu hebat loh bisa menemukan pembantu multitalenta kayak dia!” Salah satu teman sosialita Hesti berbicara. “Penurut kayak seekor anjing,” sambung yang lain dengan nada sarkas. “padahal dia ganteng sih. Tubuh