Pernikahan suamiku tinggal dua hari lagi. Aku sudah menghubungi pihak wedding organizer yang dipesan Mas Arman. Tentu saja akan kuberikan kejutan spesial dihari H nya itu.
"Permisi Mbak, dengan siapa?" tanya pemilik nomor jasa wedding.
Sengaja kuberikan nama samaran dan menceritakan apa yang kuinginkan, untungnya pihak wedding organizer tak keberatan. Karena aku membayarnya lebih untuk misiku. Tak sia-sia aku menyadap ponsel suamiku.
Setelah menghubungi pihak Wedding, segera aku berangkat ke kantor.
"Jangan lupa makan yah permaisuri," chat hasil sadapanku.
"Iyah tenang aja pangeran," balas Sarah. Jijik sekali aku melihat chat mereka berdua. Benar-benar sampah.
Rencananya hari ini aku pergi ke kantor seperti biasa. Banyak kerjaan yang melambai ingin dituntaskan.
"Kemarin waktu aku jenguk
"Ardi sudah menceraikanku, Mas!" teriak Sarah kegirangan karena sebentar lagi dia akan menjadi nyonya Arman. Segala yang ia inginkan akan terpenuhi. Siapa yang tak ingin jadi istri Mas Arman, dia sangat royal dan baik."Syukurlah semuanya berjalan dengan baik," Mas Arman menikmati secangkir kopi late yang dipesannya. Dia sekarang bersama Sarah setelah ribut dengan istrinya."Mas tenang aja aku pasti jadi istri yang baik buat Mas, lebih baik tentunya dari Salma," Senyum mengembang di wajah cantik Sarah. Wanita itu selalu berhasil meluluhkan hati Arman. Dengan manja dia meraih tangan Mas Arman meyakinkan laki-laki yang ada dihadapannya bahwa dia layak menjadi nyonya Arman. Sedangkan Arman menikmati sentuhan yang diberikan wanita cantik yang merajai hatinya.Sarah lagi-lagi hanya kamu yang mampu menenangkan hatiku.Tapi Arman masih memikirkan kata-kata tetangga depan rumahnya. Tetangga itu tak sengaja melihat Salma pergi
"Mas," lirihku memandang wajah suamiku yang tampan seraya sambil mengelus dada bidangnya yang ditumbuhi oleh rambut halus kecil, bentuknya rata seperti atletis olahraga. Kulitnya berwarna sawo matang. Eksotis. Aku betah berlama-lama tidur merajuk di dadanya, tapi itu dulu sebelum semuanya berubah.Aku sengaja menggodanya, sudah lama kami tidak bermain cinta, ada saja alasannya capeklah, ngantuklah yang membuatku heran dengan perubahan sikapnya. Entah apa yang merasukinya. Sempat aku berpikir, apa suamiku masih normal, masih menyukai wanitakah dia?Bukan tanpa sebab, ngeri kalau sampe suamiku berubah haluan. Tidak bisa kubayangkan. Apa aku yang terlalu berpikir jauh, apa hanya perasaanku saja. Entahlah, sulitku mengerti. Semoga saja tidak seperti itu."Apa sih, De!" Dia menepis tanganku dan melanjutkan tidurnya dengan memunggungiku. Benar-benar tidak peduli denganku. Inginku tarik tubuhnya, kalau tidak berpikir seribu kali, bisa-
Aku bersikap tidak terjadi apa-apa semalam. Setelah menyegarkan tubuhku, aku melangkahkan kaki dengan pelan. Kulihat suamiku sudah tidak ada di sofa. Aku menuruni anak tangga. Kudengar suara gemercik air dari kamar mandi. Rupanya suamiku sedang mandi. Aku segera ke dapur, menyiapkan sarapan pagi. Meskipun luka hati ini belum terobati, aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri.Sebisa mungkin kucoba untuk menyiapkan hidangan dengan baik, meskipun moodku sedang tak mendukung. Nasi goreng spesial ala Salma sudah jadi. Ini salah satu masakan favorit suamiku. Mas Arman paling suka, nasi goreng buatanku, katanya sih enak, pas bumbunya bikin ketagihan.Mas Arman duduk di meja makan. Ia terlihat tampan dengan kemeja biru muda dipadupadankan dengan dasi biru tua. Tapi sayangnya tak setampan sikapnya semalam denganku. Aku langsung mengambil piring dan menyendok kan nasi goreng untuk suamiku. Dia hanya terdiam dan menyantap sarapannya dengan laha
Mas Arman sudah kembali ke rumah. Aku sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Suamiku segera membersihkan diri. Dia turun ke lantai bawah. Dia terlihat lapar. Tidak seperti biasanya. Matanya mencari sesuatu. Dia menuju meja dapur. Mas Arman membuka tudung saji, dan tidak ada makanan disana. Aku pura-pura duduk manis di sofa, dan menyetel televisi. Sesekali aku tertawa, padahal tidak ada sinetron yang lucu. "Salma...." Suara bariton Mas Arman terdengar memekik telingaku. Pasti dia mencari makanan. "Apa, sih teriak-teriak segala," jawabku ketus. Moodku berubah tidak manis lagi padanya. Aku jadi mudah sensitif, mengingat kelakuannya. "Kamu, lihat nggak, ini nggak ada makanan apapun!" Mas Arman sangat marah. Tangannya memegang tudung saji sambil menunjuk ke arah meja. Matanya menatap tajam ke arahku, seakan dia ingin menerkamku. Mataku mendelik, aku mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. Selama menikah sua
Hari ini Mas Arman berangkat agak siang, dia masih saja tidur di sofa semalam. Sepertinya seranjang denganku, menjijikkan baginya. Tak apalah aku tidak mau ambil pusing. Anggap saja suamiku tidak ada denganku semalam. Aku harus bertahan meski sikapnya semakin kasar padaku. Tujuanku sekarang adalah mencari bukti pengkhianatannya padaku. Padahal aku merindukan sikapnya seperti awal kami menikah dahulu.Mas Arman yang lembut, tidak pernah kasar dan selalu berkata manis, membuatku nyaman berada di dekatnya. Matanya yang teduh sebagai pelipur duka dan lara. Senyumnya yang selalu aku rindukan. Kamu candu untukku Mas, tapi sekarang kau anggap aku canda untukmu.Aku jadi teringat dia selalu suka kubuatkan masakan kesukaannya. Suamiku menyempatkan dirinya untuk ke dapur sekedar memuji sambil memeluk pinggangku dari belakang saat aku memasak. Romantis 'kan. Aku terbuai oleh perbuatan Mas Arman."Istriku ini, pintar memanjakan
"Martabak untukmu!" Mas Arman memberikan satu kotak martabak manis untukku. Hari ini suamiku pulang cepat tidak seperti biasanya. Aromanya menyeruak ke seluruh ruangan. Enak. Dari Indra penciumanku, tidak salah lagi. Martabak kesukaanku, rasa coklat susu.Aku mengambilnya dengan senyum terpaksa. Kutaruh martabaknya di dapur. Segera kubuka kotak martabaknya, entah mengapa tidak selera. Kututup kembali.Dia menoleh ke arahku."Nggak, langsung dimakan?" ucapnya sambil menaiki anak tangga."Masih kenyang, " jawabku datar tanpa melihat ke arahnya.Diam-diam suamiku memperhatikan diriku. Perasaanku biasa saja, anggap saja tidak tahu. Pasti dia akan mengira, aku akan senang dan tersenyum, lalu merajuk padanya. kau salah, Mas. Tidak akan lagi, kepercayaanku mulai memudar. Mari kita nikmati saja permainan ini.Tumben. Sikapnya berubah manis. Ada apa gerangan? Apa karena besok dia akan jalan-jalan dengan selingkuhanny
Hari ini Pagi-pagi sekali aku berangkat ke pasar. Menikmati udara segar sambil berjalan kaki, itung-itung olahraga pagi. Sepanjang jalan banyak motor dan mobil yang berlalu lalang. Byur Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, cipratan airnya mengenai celana jeansku. S*a*l umpatku. "Hei, Berhenti...." teriakku. Sambil mengejar yang empunya mobil. Mobil Avanza hitam itu berhenti tepat di hadapanku. Seorang pria berperawakan tinggi membuka pintu mobil. Dengan santai ia membuka kacamata hitamnya. "Ada apa, Nona cantik," ujarnya. Matanya menatap tubuhku dari atas sampai bawah. Risih. "Liat nih, gara-gara kamu, celana saya jadi basah," ucapku seraya sambil menunjukkan bagian celana yang basah. Pria itu tersenyum tanpa merasa berdosa. Membuatku jengkel. "Sebentar, sebent
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan beranjak dari sofa yang menjadi tempat tidurku selama dua malam ini. Bukan karena aku tak ingin tidur di ranjang, hanya saja karena pertengkaran hebat yang terjadi kemarin aku malas untuk tidur bersama istriku lagi. Semakin hari istriku terlihat membosankan, wajahnya tak terawat, kulitnya kusam, kucel, dekil dengan penampilan daster belelnya yang lusuh. Tidak ada yang menarik lagi di mataku. Pernah aku menyuruhnya untuk perawatan, tapi dia menolak nya mentah-mentah. Istriku lebih memilih uangnya di tabung. Aku tidak menyalahkan keputusannya, hanya saja kecewa. Seharusnya dia bisa menyenangkan hati suaminya ini. Aku akan senang melihat istriku terawat. "De, ini uang untukmu, belilah pakaian yang baru dan pergilah ke salon kecantikan." ucapku sambil memberikan uang. "Banyak banget Mas, tapi bajuku masih banyak yang bagus, aku juga ga terbiasa