Share

Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh
Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh
Penulis: Mhyaa Selle

1. Baru Menyadari.

🌺🌺🌺

"Enggak, gak mungkin ... kamu salah orang kali, Nel?" kataku pada Nella-teman kerjaku di pabrik garmen. Baru saja dia menunjukkan sebuah foto seorang pria yang tengah duduk membelakangi kamera dan latar belakang sedang berada di sebuah restoran ternama di kota ini.

Nella mengatakan, "Aku gak mungkin salah orang, Ly. Jelas banget itu suami kamu, kok. Aku melihat dengan mata dan kepalaku sendiri."

Gadis berambut sebahu itu terus berusaha meyakinkanku.

"Tapi ini rasanya mustahil, Nel. Bagaimana mungkin Bang Danu bisa keluar rumah tanpa memberitahu aku lebih dulu? Kamu tahu sendiri kan, kalau dia lumpuh dan pergerakannya sangat terbatas," kataku sambil menggelengkan kepala berusaha gak suudzon dengan suami sendiri.

"Aku bingung harus percaya sama siapa? Sahabat atau suami yang sama-sama selalu menemaniku selama ini," batinku sangat bimbang, tetapi aku harus tetap berpikir positif dan mengambil sikap yang hati-hati supaya, tak ada hati yang terluka.

Aku adalah seorang istri, juga ibu dari satu anak, dan aku juga adalah seorang anak dari kedua orang tua yang masih lengkap.

Yati--ibuku, Darman--bapakku dan aku punya adik laki-laki bernama Amran. Keluargaku tinggal di kampung, suamiku sedangkan aku menetap di kota bersama suami dan anakku. Keluargaku kadang mengunjungi kami sekali-kali.

Terlebih, selama dua tahun terakhir ini, aku beralih profesi menjadi tulang punggung keluarga.

Kenalkan ... namaku Alyera Sabrina, orang-orang biasa memanggilku Ely, Danu-nama suamiku, dan Naifa-putriku yang saat ini berusia tujuh tahun. Aku bekerja sebagai pegawai di salah satu pabrik garmen di Kota Bandung, sedangkan suamiku tidak bekerja karena kakinya lumpuh semenjak kecelakaan dua tahun lalu.

Sebelum suamiku lumpuh, ia bekerja sebagai buruh kasar yang kadang tidak tetap pekerjaannya, kadang ada kadang juga tidak bekerja.

Namun, aku selalu bisa mengatur keuangan dengan baik karena tidak hanya mengandalkan uang suami, aku juga bekerja di rumah. Sambil momong Naifa sekaligus ngambil upah menjahit dari tetangga.

Hingga kemalangan itu datang pada Bang Danu, mau tak mau aku harus ikhlas dengan takdir yang harus kujalani. Merawat suami dan anak sekaligus mencari nafkah untuk menyambung hidup kami kedepannya.

Tentu tak mudah saat itu, bahkan aku hampir putus asa karena yang memakai jasa jahitku semakin hari semakin sepi.

Tiba-tiba, salah satu pelanggan jahitku ada yang memberi saran agar aku melamar pekerjaan di pabrik garmen saja, yang gajinya bisa dikatakan lumayan. Apalagi pekerjaan di pabrik itu, sesuai dengan keahlianku.

Beruntung ibu mertuaku yang baik hati dan pengertian mau datang setiap hari ke rumah untuk menemani anak dan cucunya. Meski rumahnya agak berjauhan dengan tempat tinggal kami.

Dengan dorongan mertua yang rela menjaga Bang Danu juga Naifa, membuat aku memantapkan hati dan mental untuk bekerja di luar dan di sinilah aku sekarang, sebagai QC (Quality Control) di pabrik ini. awalnya aku hanya bekerja di bagian menjahit saja. Lama-kelamaan aku diangkat jadi QC oleh leader dan supervisor karena katanya aku sangat berdedikasi dan cerdas juga.

"Aku tahu kalau Bang Danu lumpuh ... tapi, apa kamu tidak curiga sama sekali dengan suami kamu, Ly?" tanya Nella membuatku tersadar dari lamunan panjangku.

Seketika aku menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan-lahan.

"Curiga? Untuk apa aku curiga sama suami aku sendiri, Nella?" tanyaku sambil menatap Nella sangat dalam.

Nella terdengar mengembuskan napas berat dan terlihat kikuk

"Apa kamu gak pernah terpikir kalau ... misalnya suami kamu itu cuman memanfaatkan kamu aja?" tanya Nella sedikit ragu.

"Ngaco kamu, Nel." Aku mengibaskan tangan menepis angin dan berusaha tidak mengambil pusing ucapan Nella barusan.

"Yuk, fokus kerja!" titahku pada Nella yang masih menatapku iba, seolah aku ini wanita yang paling menyedihkan di pabrik ini.

"Pokoknya kamu harus menyelidiki suami kamu, itu!" titahnya dengan bibir dimanyunkan.

"Iya ... nanti aku coba tanya dia baik-baik. Apa benar dia, ada pergi ke restoran itu," kataku santai "meski kita sama-sama sudah tahu jawabannya, bahwa Bang Danu gak mungkin ke mana-mana tanpa mengajakku dan Naifa."

Semenjak Ibu Mertua tidak lagi menemani Bang Danu, Naifa lah yang selalu menjaga bapaknya jika ia pulang dari sekolah. Beruntung punya anak gadis yang begitu pengertian dan sangat mandiri.

Sebelum berangkat bekerja, Bang Danu sudah aku bantu ke kamar mandi dan ia mandi seorang diri karena yang lumpuh itu kakinya, sedangkan tangannya masih berfungsi dengan baik. 

Setelah itu aku menemaninya sarapan dan aku juga selalu menyiapkan makan siang untuk suami dan anakku.

Begitulah rutinitas ku setiap hari, selama dua tahun belakangan ini. Aku butuh jam terbang yang lumayan untuk semua pekerjaan itu.

"Kok, nanya dia sih? gak perlu lah! aku suruh kamu langsung selidiki aja, S-E-L-I-D-I-K, kamu cari tahu diam-diam, oke!" titah Nella sambil menekan ponselnya lalu ....

Ting

Tanda pesan masuk di ponselku

"Gambarnya sudah ku kirim ke nomormu, jika ada waktu senggang coba kamu perhatikan baik-baik gambar itu!" kata Nella seperti sebuah perintah yang harus dikerjakan.

Menit selanjutnya, aku, Nella dan pekerja yang lain sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Aku memang berada di pabrik, tapi pikiranku sedang berkelana ke mana-mana. 

Bimbang, itu yang aku rasakan saat ini.

Haruskah aku bertanya baik-baik sama Bang Danu langsung atau mengikuti saran Nella untuk menyelidiki diam-diam?

Ah, rasanya otakku lelah untuk berpikir. Pikiran negatif tentang suamiku seolah menari-nari di kepala. Hingga aku harus memaksa otakku tetap berpikiran positif dan berusaha untuk fokus bekerja.

Hingga waktu pulang telah tiba. 

"Jangan lupa menyelidiki suamimu!" bisik Nella saat kami berjalan bersama hendak ke parkiran.

Aku hanya menepuk pelan punggungnya, lalu naik ke motor dan melambai pada Nella yang juga menghidupkan kendaraan roda duanya.

Setelah sampai di rumah, aku langsung membersihkan diri, lalu lanjut mengerjakan rutinitas para emak-emak ber-daster.

Aku memang tidak mempekerjakan pembantu, karena sejauh ini, aku masih bisa mengerjakan semuanya. Ditambah Ibu mertua yang kadang datang sekali-sekali ke sini dan membantuku.

Tentu tidak cuma-cuma, karena saat Ibu mertua hendak pulang, maka Bang Danu akan memintaku memberi sejumlah uang untuk Ibu Mertua dan aku tidak pernah keberatan soal itu.

Sudah sepantasnya aku membalas kebaikan mertuaku.

Kembali ke masa sekarang, setelah urusan dapur beres dan urusan perut anak dan suami selesai. Aku masuk ke kamar sementara Bang Danu masih asyik menonton TV sambil berselancar di ponselnya, bukan ia yang menonton, tetapi TV yang menonton dirinya.

Sedangkan Naifa sedang sibuk mengerjakan tugas sekolahnya di meja belajar miliknya.

Seharian ini, aku tidak fokus bekerja karena kepikiran Bang Danu. Meski aku menyangkal semua ucapan Nella karena menurutku mustahil suamiku yang lumpuh bisa pergi jauh dari rumah tanpa sepengetahuanku dan makan enak tanpa mengajak aku dan Naifa itu sungguh di luar nalar.

Iya, Naifa gak ada di dalam foto itu. Jadi, aku sangat yakin kalau itu bukan Bang Danu-suamiku

Aku menatap foto yang Nella kirim tadi siang, memang gestur tubuh sangat mirip dengan Bang Danu, tetapi tunggu dulu ... baju yang pria itu kenakan seperti tak asing buatku. Baju itu sama persis dengan baju suamiku yang aku cuci tadi subuh.

Aku terus fokus menatap layar pipih di hadapanku dan berusaha memastikan kalau baju itu memang familiar sekali.

"Oh, Allah ... kenapa aku baru menyadarinya?" tanyaku dalam hati dan mulai cemas sendiri

hingga tangan kekar menyentuh punggungku dan membuat aku terlonjak kaget sampai-sampai ponsel di genggamanku terjatuh.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status