Rayyan Williams merupakan pemuda terkaya di kota J. Suatu hari, Tuan Williams memberinya satu wasiat sebelum akhirnya beliau koma.
"Ray, Ayah ingin kamu berjanji untuk menikahi seseorang," kata Tuan Williams."Apapun itu, Ayah, akan Ray lakukan," jawab Rayyan tulus."Kamu harus menikah dengan salah satu cucu Kumar, sahabat Ayah." Hanya itu saja pesan dari Tuan Williams, beliau juga tidak menyebutkan siapa nama cucu keluarga Tuan Kumar yang harus dinikahi Rayyan. Akhirnya, Rayyan menyuruh seseorang untuk mencari tahu seluk beluk keluarga tersebut. Setelah mengetahuinya, Rayyan pun mengirimkan undangan pada Nyonya Mellany, yaitu Oma Gea. Nyonya Mellany yang sudah begitu akrab dan sangat mengenali Tuan Williams, pun tidak bisa menolak lamaran tersebut. Rayyan sempat berpikir jika Nyonya Mellany menerima pinangannya lantaran dia adalah orang kaya. Karena saat itu Nyonya Mellany tidak meminta untuk bertemu dengan Rayyan terlebih dahulu, dan beliau tidak meminta waktu untuk berbicara terlebih dahulu dengan keluarganya. "Baiklah, katakan pada putra Tuan Williams jika lamarannya telah saya terima," kata Nyonya Mellany pada orang suruhan Rayyan, yaitu Leon. Tidak puas sampai disitu, Rayyan sengaja menyewa mata-mata di rumah besar tersebut. Guna lebih meyakinkan diri jika dia tidak masuk dalam keluarga yang salah. Setelah semua informasi didapat, Rayyan termenung melihat sederetan nama-nama cucu Tuan Kumar. "Katakan padaku, berapa semua jumlah cucunya?" tanya Rayyan pada Leon. "19 gadis dan 6 laki-laki, Bos.""19 gadis, apa kau yakin?" tanya Rayyan memastikan."Benar sekali, Bos. Saya memastikan langsung dari deretan nama mereka.""Lalu mengapa yang tertulis di sini hanya ada 18 gadis?" Leon yang mendengar itu pun terkejut, pasalnya dia telah menghitung dengan benar."Benarkah begitu, Bos?" Leon membaca kembali nama-nama tersebut. Benar saja, jumlahnya ada 18 wanita. Lantas di mana nama yang satunya? "Dari mana nama-nama ini, Leon?" tanya Rayyan. "Dari mata-mata kita di rumah itu, Bos.""Harusnya kau memastikan dulu jumlahnya sebelum memberikan padaku," kata Rayyan kesal. "Saya minta maaf, Bos. Saya akan segera memperbaiki ini," kata Leon penuh rasa bersalah."Bukan memperbaiki, Leon, tapi aku ingin tau apa alasan hingga namanya tidak tertera di sana," kata Rayyan berdiri. "Jika dia memang anggota keluarga tetapi namanya tidak ada, tentu ada sesuatu, bukan?""Baik, Bos. Saya akan mencaritahu." Dalam waktu 6 jam, Leon sudah berhasil mendapatkan informasi itu. "Ini, Bos. Nama serta dokumen tentang gadis itu," kata Leon. "Apa ini valid?" tanya Rayyan sebelum ia menerima."Tentu saja, Bos." Rayyan mulai membaca isinya, dimulai dari nama Geanata. "Ceritakan apa yang terjadi padanya," pinta Rayyan penasaran. Karena di sana jelas tertulis jika Gea adalah ahli waris semua harta Kumar, namun mengapa namanya sangat dirahasiakan. Leon mulai menceritakan kisah Gea, dari semenjak gadis itu kecil hingga dewasa. Leon mendapat informasi ini dari mata-matanya yang telah bekerja puluhan tahun di rumah Kumar, bahkan sebelum Gea lahir. "Begitukah?" tanya Rayyan setelah Leon bercerita."Benar sekali, Bos.""Kalau begitu tunggu saja saat aku tiba di sana. Sekarang katakan, siapa nama yang akan menjadi calon istriku?""Namanya Nona Ellena, ada di daftar nama paling atas, Bos.""Ceritakan sedikit saja kisahnya," pinta Rayyan. Leon kembali bercerita seperti yang didengar dari mata-matanya. Tidak hanya Elle, bahkan Leon sudah menghafal semua kisah dari ke-18 gadis tersebut. Sebagai jaga-jaga jika saja Rayyan menanyakannya. "Sekarang katakan, apa yang mereka pikir tentangku.""Tentu saja anda adalah … maaf, Bos … mereka menganggap anda adalah orang asing yang tidak terlalu penting. Juga mereka tidak mengetahui nama anda, Nyonya Mellany menutup semua itu dari keluarganya.""Baiklah, kita akan lihat apa dia benar-benar ingin menjadi istriku," kata Rayyan ragu. Benar saja, di hari pernikahannya, Leon memberi informasi jika mempelai wanitanya telah kabur semalam. Namun Rayyan sama sekali tidak merasa cemas, dia malahan tersenyum senang. "Sudah kuduga," gumam Rayyan. "Bagaimana sekarang, Bos? Apa perlu kita mencarinya?" tanya Leon. "Tidak perlu, biarkan saja dia pergi. Bukankah dia tidak ingin menikah denganku?" kata Rayyan santai."Tapi resepsinya, Bos?""Tetap berjalan sesuai rencana, Leon. Tidak peduli jika mempelai wanitanya tidak ada. Aku ingin melihat, bagaimana cara mereka menyelesaikannya." Akhirnya Rayyan berangkat, namun ia tidak ingin pergi secara langsung ke rumah Tuan Kumar. "Leon, jemputlah wali dari gadis itu," perintah Rayyan tanpa menyebut nama Elle. Toh untuk apa juga disebutkan, bukankah mempelai wanitanya telah pergi. Lantas untuk apa Rayyan kemari? Jawabannya, dia hanya ingin tahu, sebesar apa tanggung jawab Nyonya Mellany setelah menerima lamarannya. Lagian, Nyonya Mellany belum bicara sepatah kata pun perihal kepergian cucunya itu. Bahkan tidak juga membatalkan pernikahan. Bukankah itu artinya Nyonya Mellany punya rencana yang lain? Rayyan sangat penasaran akan hal itu. Rayyan sengaja menyewa sebuah gedung pernikahan, jauh dari pusat kota, dan publik tentunya. Alasannya karena Rayyan tidak ingin ada wartawan yang menyiarkan pernikahannya di televisi nanti. Bukan karena apa, hanya saja Rayyan ingin melihat sendiri bagaimana rupa istrinya nanti. Sebelum semuanya tersebar. Rayyan juga tidak masalah menikahi siapa saja, asalkan dia dari cucu Tuan Kumar. Sesuai yang Taun Williams inginkan.Hal pertama yang Rayyan tanyakan pada wali gadis itu adalah nama mempelai wanitanya. Begitu mendengar nama Gea, Rayyan langsung bersemangat luar biasa.
Rayyan juga meminta pada wali Gea untuk tidak memberitahu namanya, hal tersebut pun dipatuhi. Karena itu juga sudah perjanjian dengan Oma. "Bukankah itu pamannya yang kau ceritakan?" tanya Rayyan pada Leon setelah Paman Burhan pergi."Benar sekali, Bos." Paman Burhan diantar kembali oleh orang-orang Rayyan, termasuk Leon. Namun, Rayyan sengaja tidak menampakkan diri hingga acara selesai, membiarkan orang-orang penasaran dan terus menebak siapa dirinya. Di balik itu semua, Rayyan juga sebenarnya tidak ingin acara ini terlalu ramai.Malam harinya, Rayyan berencana untuk pulang ke rumah istrinya, dia juga membawa banyak hantaran pernikahan yang seharusnya diberi tadi pagi.
"Ayah, Ray akan menemuinya malam ini. Ray harap, dengan menikahinya, setelah ini keadaan Ayah akan semakin membaik," kata Rayyan pada ayahnya yang sedang terbaring koma. Setelah itu Rayyan pergi, menuju rumah yang ditinggali istrinya. Selama perjalanan, Rayyan asyik menerka-nerka akan seperti apa pertemuannya dengan Gea nanti. Bagaimana dia akan menyapanya dan bagaimana menyesuaikan diri dengannya. Tiba di rumah megah tersebut, Rayyan segera turun. Anehnya, rumah tersebut kini sudah rapi bersih. Tidak ada tanda-tanda jika baru saja diadakan acara tadi pagi. Biasanya, kebanyakan orang kaya akan melangsungkan acara hingga malam hari. Dan Rayyan tidak peduli, toh itu juga bukan urusannya. Saat Rayyan tiba, Oma sendiri yang langsung menjemputnya di depan pintu masuk utama. "Selamat datang di rumah kami, nak," kata Oma ramah. "Selamat malam Nyonya Mellany, senang bertemu dengan anda," kata Rayyan. Tadinya Rayyan sempat berfikir jika Nyonya Mellany tidak mengenali dirinya, tapi ternyata Rayyan salah besar. "Panggil Oma, karena kau baru saja menjadi suami dari cucuku," katanya ramah. "Baik, Oma." Rayyan dipersilakan masuk, di dalam dia malah disuguhkan oleh sesuatu yang tidak ia suka. "Wah, lihat ini, siapa yang datang!" teriak Bibi Meyli yang menghadirkan anggota keluarga lain. Bahkan para anak gadis yang sangat penasaran akan wajah suami Gea, pun ikut keluar."Eh, itu suaminya, Gea? Tampan sekali dia," puji Citra. "Iya, dia sangat tampan. Tapi kenapa Kak Elle tidak menginginkannya.""Pasti dia miskin, lihat saja tadi, dia tidak berani muncul saat pernikahan.""Iya, itu benar. Dia juga tidak membawa hantaran apa-apa kemari." Rayyan mendengar semua komentar tersebut tanpa terusik atau marah, karena ia telah menduga sejak awal jika hal ini pasti akan terjadi."Ayo, semuanya ucapkan selamat datang pada anggota keluarga baru kita," kata Oma. "Keluarga baru, cuma Gea aja kali," kata bibi Meyli. "Meyli, jaga sikapmu!" tegur Oma tidak suka. "Lagian Oma ngapain sih pake acara sambutan segala, nggak penting tahu ngga.""Iya, Oma, iya." Serbu mereka."Apa kalian tidak tahu siapa dia!?" bentak Oma. "Apa pentingnya sih mengetahui atau mengenalnya. Tadi saja dia tidak datang, kita sudah bisa menebak jika dia bukan orang yang penting," kata Bibi Meyli. "Iya, Oma. Dia pasti sangat malu karena tidak punya apa-apa. Buktinya tidak ada hantaran apapun sampai sekarang," kata yang lain. Diantara mereka semua hanya Bibi Andini saja yang diam bagai patung. Dia masih punya kesalahan yang mungkin belum dimaafkan oleh Oma, jadi dia tidak punya hak untuk angkat bicara. Meskipun mulut Bibi Andini sejak tadi sudah gatal-gatal ingin mengatai Rayyan. Jujur saja, Bibi Andini tidak kecewa dengan kepergian Elle, malah dia merasa bangga pada anaknnya. Tidak bisa dibayangkan, jika anak gadis satu-satunya menikah dengan pria miskin seperti suami Gea. "Ganteng sih iya, tapi sayang, dia nggak punya apa-apa.""Haha …." Para gadis-gadis langsung menertawakannya. Rayyan diam, dia tidak gentar. Apalagi saat melihat wajah kemarahan Oma, berasa jika Nenek tua itu ingin memakan setiap anggota keluarganya. "Diam kalian!" bentak Oma yang seketika membuat mereka tutup mulut dan takut. "Perkenalkan dirimu," kata Oma pada Rayyan. "Baiklah, selamat malam semuanya ….""Alah, tidak usah kebanyakan pidato. Katakan saja namamu," potong Bibi Meyli. "Namaku Rayyan Williams," kata Rayyan dalam satu tarikan nafas. Sebenarnya dia sudah bosan melayani mereka semua. "Apa? Williams?" Mendengar nama itu, mereka semua terkejut, tidak ada yang percaya. Siapa yang tidak tahu keluarga Williams, orang terkaya di Kota J. Tapi apa benar Rayyan adalah anaknya Tuan Williams? Rasanya tidak mungkin. Untuk membuktikan keraguan mereka, beberapa orang langsung mencari nama Williams di Internet. Benar saja, nama putra Tuan Williams adalah Rayyan, bahkan dia putra tunggal. "Apa itu benar ... kau bernama, Rayyan?" tanya Bibi Meyli memastikan."Ya," sahut Rayyan singkat. Mereka masih belum ada yang percaya."Coba cari saja fotonya," bisik salah satu dari mereka. Setelah foto Rayyan dicari, ternyata wajahnya sama. Bahkan Rayyan yang saat ini berdiri di hadapan mereka lebih tampan dari fotonya. "Ya ampun, dia benar-benar Tuan Muda Rayyan yang disebut-sebut itu," pekik Citra kesenangan. "Wah, tahu gini aku juga mau dijodohkan dengannya," kata yang lain."Iya, Oma. Aku juga mau kok jadi istrinya Tuan Muda Rayyan.""Sudah, diam! Apa kalian semua sudah gila! Ingat, Rayyan adalah suami Gea, kalian semua harus menghormatinya. Mengerti!" kata Oma. "Mengerti, Oma," sahut mereka kompak. Tiba-tiba dari arah luar masuklah beberapa orang yang membawa banyak hantaran."Ini hantaran untuk istriku," kata Rayyan. Semua membelalakkan mata tidak percaya. Ada ratusan hantaran yang dibawa untuk Gea. Pupus sudah harapan para gadis untuk bersuamikan Rayyan, dan cukup sudah penyesalan mereka karena tidak menerima pinangannya. Andai Elle ada di sini, dia juga pasti akan merasakan hal yang sama. "Ayo, Rayyan. Akan Oma antar ke kamarmu," ajak Oma. Setelah Oma dan Rayyan pergi, Bibi Andini langsung bertanya pada suaminya."Apa Mas juga sudah tahu soal ini?" tanyanya dengan sorotan mata yang tajam."Iya, Ma," jawab Paman Burhan yang bikin kaget semua orang."Terus kenapa kau tidak memberitahu kami? Sengaja, ya?" tanya Bibi Meyli. "Aku hanya menjalankan apa yang Oma katakan," jawab Paman Burhan berlalu. Membuat para wanita itu jengkel."Lagian jika diberitahu lebih awal, pasti mereka akan berebutan," kata Paman Burhan sambil berjalan. Beliau sangat tahu watak keluarganya yang selalu mengincar harta, padahal mereka tidak kekurangan.Setelah mengantar Rayyan ke kamar, Oma kembali ke bawah menemui mereka semua."Mulai sekarang tidak ada yang memandang rendah Gea, apalagi sampai menghinanya di depan Rayyan. Kalian tahu kan bagaimana kedudukan, Rayyan? Bahkan kita tidak ada bandingannya dengan dia!" tegas Oma."Baik, Oma," sahut mereka kompak."Baiklah, sekarang kalian bersiap untuk makan malam," kata Oma berlalu.Setelah Oma pergi, mereka langsung marah-marah."Kok jadi gini, sih? Masak hanya karena Gea sudah menikah, dia bisa langsung tinggi derajat," protes Bibi Meyli."Sebenarnya aku juga tidak terima, sih. Tapi mau bagaimana lagi, suami Gea itu orang kaya. Mana kalah lagi sama keluarga kita.""Iya, benar. Atau setidaknya kita baikin Gea di depan Rayyan saja.""Nah, aku setuju itu," kata Bibi Meyli tersenyum licik.Tiba di ruang makan, Oma menyuruh agar kursi Bibi Andini dan Paman Burhan dikosongkan."Andin, kalian pindah ke kur
Gea menyusul Rayyan ke balkon, berdiri di dekat pria itu."Kau lihat, mereka banyak sekali," kata Rayyan menengadah ke langit.Gea pun ikut melihat ke atas."Iya, banar."Mereka melihat bintang bersama tanpa ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Gea yang seperti baru saja menemukan sesosok teman dalam diri Rayyan, terkadang ia merasa kehadiran pria itu adalah pengobat sepi.Terkadang Rayyan seperti bermain dengannya, tetapi jika serius aura wajah Rayyan berubah lain. Raut wajahnya memang berubah-ubah, sulit ditebak.Tanpa sadar, kini Gea beralih menatap Rayyan. Bintang di atas sana memang sangat indah, tapi wajah Rayyan lebih indah dari apapun."Ada apa?" tanya Rayyan tiba-tiba."Hmm?" Gea yang tidak fokus tidak tahu Rayyan berkata apa."Apa kau menemukan bintang di wajahku?" tanya Rayyan menatap Gea."Mana ada bintang di wajahmu?" Kekeh Gea."Lalu kenap
Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya."Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung."Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea."Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi."Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea."Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya."Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar."Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.Gea memas
Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita
Gea segera berlari ke kamarnya mendahului Rayyan, tiba di dalam, dia menelengkupkan kepalanya di atas kasur. Gea menangis, meratapi nasib malang yang tidak berpihak bahagia padanya."Ada apa, Gea? Kenapa kau menangis?" tanya Rayyan lembut menyentuh bahu Gea.Gea bangkit dan menepis tangan Rayyan."Apa pedulimu aku menangis atau tidak? Kau pikir kau itu siapa? Bahkan setelah jadi suami, kau tetap saja tidak bisa jadi pelindungku!" teriak Gea dengan deraian air mata. "Kau ingin pergi bukan? Jadi pergilah sekarang, pergi!" Gea mengusir Rayyan, menunjuk jarinya ke arah pintu.Rayyan masih bergeming, masih menatap tingkah Gea. Rayyan senang, setidaknya Gea mulai bisa mengungkap isi hatinya. Permintaan yang sejak tadi Gea pendam, akhirnya gadis itu mengakui melalui kemarahan dan ego yang besar."Pergi, Rayyan! Aku bilang pergi!" teriak Gea sekali lagi."Aku hanya akan pergi jika kau baik-baik saja, Gea," k
Rayyan kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya ia laksanakan lebih awal. Setelah bertemu dengan ayahnya, seperti hal biasa yang dilakukan Rayyan ketika pulang ke rumah, segera Rayyan menuju ruang kerjanya.Rayyan membuka beberapa berkas yang terdapat di atas meja, laporan yang diberikan Leon sejak pagi tadi."Ternyata ini alasan mereka menindas istriku selama ini," gumam Rayyan kesal setelah dia membaca isi tersebut. "Baiklah, akan kutunjukkan pada kalian apa akibatnya," kata Rayyan kesal sambil meremas kertas dalam genggamannya.Rayyan segera menghubungi Leon."Apa saja yang kita punya untuk pekerjaan selanjutnya?"[Apa saja yang anda inginkan, Bos]"Bagus, temui aku 15 menit lagi."Setelah sambungan terputus, Rayyan melihat arloji di pergelangan tangannya."Apa dia sudah bangun?" gumam Rayyan bertanya.Tentu saja perayaan untuk Gea. Sejak dia meninggalkan
"Dan pikirkan juga apa yang akan terjadi jika nama Gea muncul," kata Oma yang membuat mereka semakin takut.Tentu saja nama mereka tersingkir jika nama Gea digunakan. Tanpa bisa dicegah, satu persatu perusahaan yang dulunya berada di bawah kuasa mereka akan kembali beralih atas nama Gea.Ini mimpi buruk. Untuk pertama kalinya mereka takut pada sesuatu yang selama ini takut pada mereka. Membayangkan itu semua terjadi, membuat mereka syok dan sedikit-sedikit mulai mencemaskan diri masing-masing. Apalagi mereka semua masing-masing memiliki anak, apa yang akan diberikan pada anak-anak mereka? Bagaimana jika Gea terlibat? Akankah mereka masih dianggap? Mengingat jika selama jni mereka tidak menganggap Gea ada."Lalu apa yang akan kita lakukan, Oma?" tanya Bibi Meyli semakin cemas."Itulah mengapa kalian ada di sini," jawab Oma tenang. "Jika kalian menginginkan kerja sama itu, maka Gea akan hadir. Tapi jika kalian ingin menyembunyikan ini, m
Gea langsung membuka pintu saat mengetahui Bibi Meyli dan beberapa orang lainnya sedang berdiri di luar. Begitu pintu terbuka, Bibi Andini langsung menarik tangan Gea, itu membuatnya menjerit sakit lantaran tangannya dicengkeram dengan kuat."Aa ... lepaskan, Bibi, ini sangat sakit," kata Gea memohon."Makanya kau harus menurut jika tidak ingin kesakitan. Ayo, ikut kami." Bibi Andini menyeret paksa Gea, membawanya ke gudang belakang."Bibi, kalian ingin membawaku kemana?" Gea terus meronta-ronta, menyesal telah membuka pintu dan tidak mematuhi larangan Rayyan."Sudah, diam. Kau ikut saja."Gea dibawa ke gudang belakang, kamar tidurnya selama ini. Gea di seret kasar dan melemparnya ke lantai."Apa kau masih ingat tempat ini, Gea?" tanya Bibi Andini tersebut sinis. "Sepertinya kau sudah melupakan ini, apakah tempat barumu itu begitu bagus?"Gea terus menangis, tidak mengerti kenapa mereka membawanya ke