Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun.
"Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati. "Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya. "Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu. Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinisPukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Mimpi…Apa yang kamu harap darinya?Menjemput di alam nyata, atau hanya sekedar bayangan semata.***Pagi itu, di sebuah rumah megah nan mewah sedang terjadi keributan. Banyak orang berlari ke sana kemari untuk mencari sesuatu, bukan benda, melainkan seseorang. Pasalnya, putri mereka melarikan diri tepat di hari pernikahannya yang akan berlangsung beberapa jam lagi."Cepat, Mas, cari ke seluruh sudut-sudut rumah!" teriak Bibi Andini cemas."Kita mau cari kemana lagi, Ma, semua tempat sudah kita selidiki dan mencari dengan teliti. Namun nihil," kata suaminya - Paman Burhan."Tapi tidak mungkin jika putri kita bisa keluar dengan mudah dari rumah ini, Mas. Ada banyak penjaga di semua sisi, bahkan semalam banyak orang begadang yang mempersiapkan dekorasi di sini. Lantas bagaimana bisa kita tidak menemukannya di dalam rumah."Gea yang saat itu baru saja keluar dari kamar, pun tidak mengerti apa-apa dengan suasana kegaduhan yang sedang
2 minggu sebelumnya.Oma mendadak mengatakan pada anggota keluarga Kumar, jika salah satu dari anak-anak mereka atau cucunya harus bersedia dijodohkan dengan seorang pria pilihannya. Bahkan Oma sudah sepakat menerima lamaran pria tersebut sebelum terlebih dahulu berunding dengan keluarga besarnya. Mereka tahu, tidak ada yang bisa menentang ataupun membantah Oma."Segera tunjuk siapa yang menerima tawaran ini."Karena tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia, lantas mereka memilih jalan keluar sendiri, yaitu dengan menikahkan Elle. Dengan alasan, Elle adalah anak tertua diantara anak lainnya."Kami memilih, Elle, Oma. Dia merupakan anak tertua, jadi sudah sepantasnya dia yang menikah duluan," papar Bibi Meyli mewakili seluruh keluarga."Tapi, Oma, aku tidak mau." Tolak Elle ketakutan."Baiklah, semua sudah sepakat. Andin, bujuk putrimu ... atau kau tidak akan menerima apapun."Bibi Andini terus membujuk Elle
Gea masih di kamarnya dengan balutan gaun pengantin putih. Jujur saja, saat ini Gea ingin memuji diri sendiri. Cantik, itulah kata-kata yang ingin dia dengar dari seseorang, setidaknya dari seseorang meskipun bukan suaminya."Apa dia akan menyukaiku?" gumamnya sambil menatap lekat-lekat wajah cantiknya di depan cermin.Tanpa sadar, Gea berharap lebih pada seorang suami yang bahkan dirinya belum tau apa-apa tentangnya. Bagaimana rupanya, kelakuannya, dan juga namanya. Lamat-lamat, Gea mendengar suara mobil-mobil yang mulai berjauhan, begitu banyak. Karena penasaran, Gea mengintip dari jendela, beberapa mobil mewah telah pergi meninggalkan rumahnya. Terlihat Oma dan juga anggota keluarga lain yang ikut mengantar kepergian mereka."Apa pestanya sudah selesai?" pikir Gea dalam hati.Tok tok tok. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, belum sempat Gea membukanya, pintu tersebut sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang."Heh, apa kamu mau ka
Gea terpesona dengan keindahan kamar tersebut yang sudah dihiasi sedemikian rupa. Bahkan di atas ranjang juga sudah tersebar banyak kelopak bunga mawar. Gea belum pernah melihat ini sebelumnya, walaupun hanya sekedar menonton di televisi.Tiba-tiba, pintu kembali terbuka dan lampu dimatikan."Ada apa, ini?" gumam Gea ketakutan, matanya tidak bisa menangkap apa-apa."Tolong, apakah ada orang yang mendengarku!" teriak Gea mulai panik."Jangan takut!" ucap seseorang, yang Gea dengar itu adalah suara seorang pria."Siapa itu?" tanya Gea semakin panik.Tiba-tiba lampu kembali hidup, saat itu Gea sedang berdiri menghadap ranjang. Membelakangi pintu, dia seperti orang yang sedang kebingungan."Aku di sini!" Terdengar suara pria itu lagi.Gea segera berbalik dan mendapati seorang pria muda sedang berdiri di depan pintu. Kini pintu tersebut sudah tertutup kembali, entah kapan. Bahkan pintu tersebut tidak meng
Rayyan Williams merupakan pemuda terkaya di kota J. Suatu hari, Tuan Williams memberinya satu wasiat sebelum akhirnya beliau koma."Ray, Ayah ingin kamu berjanji untuk menikahi seseorang," kata Tuan Williams."Apapun itu, Ayah, akan Ray lakukan," jawab Rayyan tulus."Kamu harus menikah dengan salah satu cucu Kumar, sahabat Ayah."Hanya itu saja pesan dari Tuan Williams, beliau juga tidak menyebutkan siapa nama cucu keluarga Tuan Kumar yang harus dinikahi Rayyan. Akhirnya, Rayyan menyuruh seseorang untuk mencari tahu seluk beluk keluarga tersebut. Setelah mengetahuinya, Rayyan pun mengirimkan undangan pada Nyonya Mellany, yaitu Oma Gea.Nyonya Mellany yang sudah begitu akrab dan sangat mengenali Tuan Williams, pun tidak bisa menolak lamaran tersebut. Rayyan sempat berpikir jika Nyonya Mellany menerima pinangannya lantaran dia adalah orang kaya. Karena saat itu Nyonya Mellany tidak meminta untuk bertemu dengan Rayyan terlebih dahulu, dan beliau t
Setelah mengantar Rayyan ke kamar, Oma kembali ke bawah menemui mereka semua."Mulai sekarang tidak ada yang memandang rendah Gea, apalagi sampai menghinanya di depan Rayyan. Kalian tahu kan bagaimana kedudukan, Rayyan? Bahkan kita tidak ada bandingannya dengan dia!" tegas Oma."Baik, Oma," sahut mereka kompak."Baiklah, sekarang kalian bersiap untuk makan malam," kata Oma berlalu.Setelah Oma pergi, mereka langsung marah-marah."Kok jadi gini, sih? Masak hanya karena Gea sudah menikah, dia bisa langsung tinggi derajat," protes Bibi Meyli."Sebenarnya aku juga tidak terima, sih. Tapi mau bagaimana lagi, suami Gea itu orang kaya. Mana kalah lagi sama keluarga kita.""Iya, benar. Atau setidaknya kita baikin Gea di depan Rayyan saja.""Nah, aku setuju itu," kata Bibi Meyli tersenyum licik.Tiba di ruang makan, Oma menyuruh agar kursi Bibi Andini dan Paman Burhan dikosongkan."Andin, kalian pindah ke kur