Share

CHAPTER 6 : harapan

"Astaga Joan, bisa-bisanya kau berharap Kiana mengucapkan kalimat seperti itu padamu,"batin Joan merasa bodoh telah menghayalkan hal itu, sahabat tetaplah sahabat bagi gadis itu.

Kiana segera melajukan motornya, meninggalkan Joan dengan bayi kecil yang ada di dalam dekapan pria bertubuh kekar itu.

"Ayo Jona, kita masuk. Panas ya?" Joan menggendong jona kembali ke dalam rumah, mendapati rumahnya yang cukup berantakan.

"Jona, sepertinya bunda Kiana lupa memandikanmu ya? Tidak apa-apa, kamu mandi saat sore saja ya?" Joan menatap wajah mungil Jona dengan gemas, ia beralih mencium kening Jona berulang kali saking gemasnya ia pada tubuh kecil bayi itu.

"Rumah kita berantakan sekali ya? Papa akan menelfon jasa pembersih, tunggu di kamar sebentar ya," Joan membawa tubuh Jona ke dalam kamarnya, membaringkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur.

Baru saja ingin menelfon jasa pembersih, tiba-tiba sebuah panggilan telfon masuk.

"Ayah? Semoga bukan hal buruk yang akan terjadi,"Joan mengangkat telfon itu dengan jantung berdebar kencang bukan main, pasti kepala keluarga itu akan menceramahinya lagi.

"Halo, Joan? Gimana kabar kamu nak? Kenapa Joan tidak pulang kerumah? Bentah sekali di rumah tua nenek, panggilan telepon dari mama juga tidak pernah kamu angkat,"ternyata itu bunda Joan, ia sengaja menggunakan handphone ayah Joan agar anaknya itu mau mengangkat telfon darinya.

"Rumah ini tidak tua bunda, ya memang arsitekturnya saja yang terlihat old tapi menurut Joan itu malah buat rumahnya artistik dan mewah," Joan dengan nada ketus.

"Yah terserah kamu, bunda sama ayah belum pulang untuk tahun ini ya? Gak papa kan?" Pinta Bunda dengan suara lembut.

"Ya, selalu seperti itu. Kali ini apalagi alasan kalian? Sibuk,kan? Alasan basi,"tegas Joan dengan penekanan di setiap kalimatnya.

"Dengar bunda dulu Joan, beberapa hari ini jadwal ayah padat sekali. Tidak mungkin kami meninggalkannya," bunda masih berusaha membujuk Joan dengan kata-kata manisnya.

"Terserah, dari tahun Ketahun memang tidak ada yang berubah," Joan dengan nada ketus, ia tidak ingin mendengarkan kalimat yang sama seperti sebelumnya yang di lontarkan kedua orangtuanya.

"Mau bunda transfer berapa? Uang jajan bulan ini sudah habis, kan? Uang semester kamu biar bibi ria yang urus," jelas bunda membuat Joan terdiam untuk sesaat.

"Uang? Apa bunda selalu berpikir uang bisa menggantikan segalanya?"batin joan lalu mendengus kasar, ia kesal sekali dengan perkataan kedua orangtuanya yang menurut mereka uang adalah segalanya bagi Joan.

"Kamu masih minum alkohol? Di kurangi ya, jaga kesehatan. Bunda gak mau kamu kenapa-napa," ujar bunda berusaha mengakrabkan diri dengan Joan.

Tanpa menjawab pertanyaan dari sang bunda, Joan langsung mematikan telfon lalu melempar ponselnya ke atas tempat tidur.

"Bunda selalu mengatakan tak ingin terjadi sesuatu padaku, padahal dirinya sendiri sangat jauh dariku,"Joan merebahkan tubuhnya ke kasur, menatap wajah Jona cukup lama.

"Jona … apa aku bisa membangun masa kecil yang indah untukmu? Menjadikan memori masa kecilmu hal yang tak pernah kau lupakan dalam hidupmu," Joan lalu mengelus pipi Jona, sebelum akhirnya kembali bangkit dari posisinya.

"Ternyata cukup lelah juga menjaga seorang bayi," ujar Joan meregangkan tubuhnya lalu kembali mengambil ponselnya.

"Dengan jasa pembersih rumah? Apa kalian bisa datang ke rumah di jalan mawar no. 30?"

Sementara itu Kiana sudah sampai di depan rumahnya, gadis itu lalu merapikan rambutnya yang cukup berantakan.

"Mama, Kiana pulang,"sapa Kiana pada wanita paruh baya yang sedang menonton TV di ruang tamu.

"Aduh, anak gadis pagi-pagi udah ilang ya. Gimana Joan? Dia udah baikan?"ujarnya dengan raut wajah khawatir, menatap Kiana yang mulai berjalan menghampirinya.

"Eh, i-iya dia sudah bisa jalan walau masih harus di papah atau memengang benda lain,"jawab Kiana dengan gugup, lalu menjatuhkan dirinya ke sofa.

"Kasihan, mama tadi dapat kabar katanya bunda sama ayahnya Joan gak pulang lagi tahun ini. Kamu semangatin dia ya? Mama takut dia buat hal-hal bahaya,"tegasnya.

"Iya mah, Kiana tau Joan itu lelaki yang kuat. Papa sendiri tahun ini pulang, gak?"ujar Kiana dengan nada ketus.

"Pulang dong, papa malah udah jadwalin mau pulang kesini Minggu depan,"ujar wanita paruh baya itu dengan raut wajah sumringah.

"Baguslah, bilangin ke papa. Jangan lama-lama di sana nanti jadi bule,"Kiana lalu tertawa kecil di akhir kalimatnya.

"Bilangin aja, kalo mama ikut-ikut aja kata papa. Kalo papa pilih B mama juga harus pilih B karena mama istri papa dan kita berdua itu tanggung jawab besar papa, apalagi kamu anak satu-satunya,"ujarnya beralih mengusap lembut kepala Kiana.

"Mana kue yang mama buat? Kiana mau coba,"pinta Kiana dengan wajah memelas.

"Sini, sini. Mama ada buat 2 macam, soalnya kamu sama Joan itu beda. Joan sukanya coklat, kamu sukanya matcah," ujarnya menuntun Kiana kearah dapur.

Di dapur cukup berantakan, mungkin wanita paruh baya itu kelelahan sehingga tak sempat untuk membersihkan semuanya.

"Lain kali gak usah capek-capek ma, kalo bisa beli. Beli aja, sayang tenaga," ujar Kiana lalu merapikan beberapa wadah kotor yang ada di atas meja memindahkannya ke wastafel.

"Kamu kan tau sendiri hobi mama masak, na. Gak bisa mama lihat bahan kue nganggur di dapur," ujarnya sembari menyusun kue dengan toping coklat kedalam dos.

Dania darma Triwahyuni , wanita kelahiran tahun 1984. Lulusan sarjana S1 jurusan farmasi. Beliau sempat bekerja di rumah sakit, namun tak lama karena suatu tragedi yang membuat pasien yang ia rawat meninggal dunia dan beliau di tuduh sebagai pembunuh dan di anggap lalai dalam menjalankan tugas, mendekam di penjara dengan waktu 5 tahun serta dilarang untuk bekerja di rumah sakit selamanya.

"Kenapa mama gak sewa pembantu lagi? Biar ada yang bersih-bersih rumah. Masa transferan dari papa gak cukup bayar pembantu?" Kiana dengan nada ketus nya, mulai merapikan dapur yang cukup berantakan itu.

"Mama bukannya gak mau sayang, mama takut kejadian kayak dulu. Pembantunya malah bawa kabur perhiasan mama,"tegas Dania.

"Pliss lah ma, gak semua orang kayak gitu," Kiana beralih mengambil sepotong kue lalu memakannya.

"Joan masih tinggal sendiri di rumah almarhumah neneknya?" Ujar Dania berusaha mencari topik yang lain.

"Hum … Iya, Joan betah sekali tinggal di rumah peninggalan neneknya itu. Sayang rumah besarnya hanya di tempati oleh supir, pembantu dan tukang kebun,"jelas Kiana masih menikmati setiap gigitan kue buatan Dania.

"Itu sebabnya mama tidak mau ikut papa ke Amerika, soalnya papa sendiri tidak mau rumah ini di jual. tidak mungkin meninggalkan rumah ini begitu saja tanpa satu pun penghuni."

"Ma, apa benar papa pernah berselingkuh?" Pertanyaan Kiana membuat Dania bungkam, pandangan wanita paruh baya itu berubah sayu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status