Untuk pertama kali dalam hidup, wanita yang sangat berpengalaman menghadapi pria itu, terkesan menyaksikan sikap santun yang langka. Wajah tampan dan mata abu-abu Gavin yang eksotis, membuat Nalini tertantang menaklukkannya.Mudah ditebak, Nalini yang terampil berkomunikasi dan memiliki wawasan cukup luas, berhasil menarik perhatian Dokter Gavin. Pelan-pelan, ekspresi jijik yang sempat singgah di paras sang dokter menghilang. Tergantikan rasa terima kasih sekaligus kagum, iba, dan respek ketika Nalini menceritakan kisah hidupnya yang dramatis. "Saya berutang budi pada Anda. Izinkan saya membalasnya." Gavin meletakkan parcel di meja. "Katakan apa yang Anda inginkan. Saya akan berusaha memenuhinya."Nada suara Gavin terdengar mantap dan menjanjikan. Hati Nalini bergetar. Takjub dan serasa berada dalam mimpi. Baru kali ini ia menemukan pria yang bersedia memberi tanpa pamrih.Sementara Prisha hanya bungkam seribu bahasa. Ada tiga poin yang meresahkan jiwanya. Pertama, kebohongan yang
Dua pasang mata indah milik Hana dan Keyko bergulir ke kiri ke kanan mengikuti langkah Prisha yang mondar-mandir gelisah dari pintu depan kamar kos ke ranjang tempat mereka duduk.Hana Laili Najwa, yang berparas secantik boneka India, sampai menguap dua kali saking bosannya menanti Prisha bercerita. Sementara Keyko Syifa Nahdhia, si gadis blasteran melayu-Jepang, berkali-kali melirik jam dinding, untuk memastikan ia tak akan terlambat hadir ujian presentasi kasus pukul 10.00 WIB nanti.Prisha memang sengaja mengumpulkan dua sahabat karibnya itu di kamar, untuk dimintai pendapat. Namun, ia tak tahu harus mulai bercerita dari mana. Kejadian kemarin, berpindah naik turun sangat drastis, bagai roller coaster. Prisha sampai-sampai mengira, ia berada di alam mimpi atau delusi, saking depresinya.Tiba-tiba gadis itu berhenti. Hana dan Keyko menegakkan kepala dan punggung, siap menyimak. Akan tetapi, apa yang terjadi? Prisha malah mencubit-cubit lengannya sendiri berkali-kali. Hana dan Key
Prisha mengecek ulang bukti transfer di aplikasi. Tampak jelas nama Gavin Devandra tercantum sebagai pengirim.Bara emosi seketika memanaskan dada sang dara. Nomor asing tersebut lekas diteleponnya. Berkali-kali nada panggil, telepon tak kunjung terjawab. Prisha serasa ingin membanting ponsel saking merasa terhina. Ia menekan dada, lalu menggerung pelan, bagai singa betina terluka.Ternyata seperti ini rasanya ketika berada di puncak ketidak berdayaan. Ingin melawan dan menolak, tapi tidak mampu. Gadis itu tergesa-gesa menelepon ibunya."Mami beneran udah berhenti kerja?""Iya, Sayang. Berkat kamu. Gavin memang marah ke Mami, tapi hanya sebentar. Dia lelaki yang sangat baik.""Mami tau Om Gavin ngirimin Sha uang kuliah dan biaya hidup?""Tau. Gavin bilang ke Mami, kok. Mami juga bakal dikirimin saban bulan. Dia memenuhi janji, nggak akan menelantarkan Mami, apa pun yang terjadi.""Kenapa, Mi? Kenapa kalian nggak memperjuangkan saja hubungan kalian? Kalo tujuan Mami adalah uang, Mami
"Vin, ada para koas dan residen tingkat satu rotasi baru. Semuanya mau melapor sekaligus memperkenalkan diri. Mereka berasal dari lima kampus kedokteran. Ini data mereka." Reza, sahabat sekaligus asisten pribadi, merangkap dokter spesialis anestesi Gavin, meletakkan sebuah map cokelat ke meja.Tatapan malas, Gavin jatuhkan ke map di depannya. Lantas, dilambaikannya tangan dengan sikap bosan. "Bukan levelku. Tangani saja mereka." Reza berdeham, memperingatkan. "Elo kemaren nggak hadir launching program pendampingan dokter muda dan residen. Itu aja udah jadi catatan merah bagi dewan komisaris. Lo kemana, sih, tau-tau ngilang dua hari?"Kemaren gue stres, Bro, gegara nikahin cewek yang salah! Nyaris terlontar kalimat tersebut dari mulut Gavin. Beruntung ia lekas-lekas mengerem lidah. Bahaya jika si bawel Reza tahu statusnya. Sahabatnya yang satu itu paling tidak kuat menahan berita yang paling ditunggu-tunggunya. Berita apalagi kalau bukan tentang pernikahan Doktor dr. Gavin Devandr
"Prisha Lavani yang mana?" Dokter Reza mengamati dokter bimbingannya satu per satu. "Ferdi, Royyan, Hana, dan Keyko, harusnya dinas di ruang oka sentral dan rawat bedah. Tapi Dokter Gavin ngasih amanah ke saya. Jadi kalian ngikutin saya. Khusus Prisha, diminta dinas ke ruang oka sentral bedah. Yang namanya Prisha, acungkan tangan!"Tak ada yang menyahut perintah Dokter Reza. Keyko dan Hana saling lirik. Sementara Ferdi selaku ketua tim, mulai berkeringat dingin. "Nggak ada yang namanya Prisha?" Reza menatap tajam para koas dan residen bimbingannya. "Namanya ada di jadwal, tapi orangnya nggak ada?" Dokter spesialis anestesi itu mengangkat dagu dan menaikkan intonasi. Sok galak, meniru Gavin. "Siapa ketua kelompok koas dari FK Universitas Mutiara?""Sa-saya, Dok." Ferdi mengacungkan tangan. Takut-takut dan gemetar."Ke mana anggota timmu yang namanya Prisha Lavani?"Ferdi melirik Keyko dan Hana, meminta jawaban. Dua gadis itu malah memasang tampang bingung. Betapa tidak? Prisha awalnya
Prisha masih terjebak perasaan rumit saat berdiri di depan instalasi bedah sentral rumah sakit Devandra. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap tatkala dugaan menjadi kenyataan. Sebelah hatinya ingin mengingkari. Akan lebih baik kalau Dokter Gavin yang ini bukan yang pernah dikenalnya dulu. Memusuhinya bakal lebih mudah. Sebelah hatinya yang lain, berdenyut bahagia. Akhirnya ia menemukan dokter idola yang selama bertahun-tahun menjadi motivasinya. Kebahagiaan tersebut membuatnya merasa bersalah. Muncul setitik sesal. Kepastian yang didapat, menjerumuskan hatinya ke lubang harapan yang dulu sempat ditimbun. Harapan tersebut, terlalu mengerikan. Begitu terkuak, benih-benih rasa masa lalu dengan cepat tersemai kembali, tak terkendali. Prisha takut sekali mengkhianati ibunya jika ia biarkan rasa itu tumbuh berbunga. Dihadapkannya seluruh tubuh ke kaca tebal transparan yang menjadi pintu gerbang instalasi bedah sentral DIMS Hospital. Tampak bayangan sosok gadis berkerudung dan gamis, b
"Pantes lo kabur, Sha." Hana menunjukkan ekspresi prihatin malam itu, setelah mendengar masalah Prisha.Prisha yang tak kuat menahan gundah, akhirnya menumpahkan dilemanya kepada dua bestie-nya saat rehat di kamar Keyko, markas besar mereka bertiga.Kamar Keyko paling besar sekaligus paling nyaman di kos-an tersebut. Isi kamarnya berdekorasi mewah mirip kamar hotel bintang tujuh. Maklum, Keyko dari kalangan the have. Bapaknya pejabat teras dinas perdagangan dan abangnya dokter spesialis bedah umum di rumah sakit Mutiara. Sebenarnya Keyko mampu mengontrak rumah sendirian. Berhubung ia, Prisha, dan Hana bersahabat karib sejak maba, maka ia rela mengikuti mereka kos di rumah binaan. Hanya saja sayangnya, Keyko mempertahankan life style-nya dan emoh diajak ikut kajian Islam. "Kayaknya ada rahasia yang dipendam emak lo dan Dokter Gavin. Makanya mereka gagalin pernikahan. Elo musti cari tau, Sha." Keyko berkata sambil berkaca dan mengoleskan krim malam di kulit wajahnya yang kuning langsa
Prisha telah menimba ilmu agama sebagai panduan hidup, dari asatidz dan ustadzat di pondok pesantren, berlanjut kajian di lembaga dakwah kampus. Ia mengerti, harusnya, dirinya selalu berjuang melangitkan tujuan meraih ridha Allah. Sungguh tidak mudah. Kadang niat tergelincir atau caranya salah. Padahal syarat kebaikan diterima Allah, adalah niat ikhlas dan caranya wajib sesuai dengan apa yang disukai Allah dan Rasul-Nya. Jika dua hal tersebut tidak lengkap, maka amal perbuatan pun menjadi sia-sia.Tatkala takdir tak diharapkan jatuh melingkupi diri, sabar menerimanya adalah pilihan terbaik.Sayang seribu sayang, tatkala frustrasi menguasai jiwa, pilihan terbaik tak diambil Prisha. Semua jadi terasa rumit. Sulit baginya untuk kembali pada tujuan hidup yang hakiki. Tak sudi ia jadi boneka bagi maminya, Gavin, atau keluarga Gavin. Rasa malu dan marah, ia tekan sampai ke dasar hati. Ia merasa berhak bahagia. Gadis penyuka pink itu bertekad meraih bahagia dengan caranya sendiri.Hari it