Share

6

6 - Menerima?

Faiz menatap kesal ke arah istrinya, wanita itu baru saja pulang pukul sembilan malam. 

Ia membawa barang belanjaan lalu menaruh di meja, duduk dan melihat - lihat mengabaikan suaminya sedari tadi menatapnya tajam.

"Sekar, kamu dengerin aku gak sih!" bentak Faiz meraih lengan Sekar agar wanita itu balas menatapnya.

"Dengerin kok, Mas," sahut Sekar malas, lalu berusaha melepaskan cekalan suaminya.

"Masssss, lepasin. Aku mau lihat - lihat belanjaaan aku," pinta Sekar membuat Faiz semakin marah.

"Memang pentingan mana, aku atau belanjaan kamu!" hardik Faiz melepaskan cekalannya dengan kasar membuat Sekar mengaduh sakit.

"Sakit, Mas." Sekar mengelus pergelangan tangannya.

"Aku atau belanjaan!" geram Faiz menatap kesal ke arah istrinya.

"Mas lah, tapi aku beresin belanjaan dulu ya," ujar Sekar lalu meraih belanjaannya, Faiz langsung berlalu meninggalkan istrinya yang sibuk dengan barang - barangnya.

"Sama aja kamu lebih milih belanjaan!" geram Faiz membuka pintu kamar lalu membantingnya, membuat Sekar menoleh karena terkejut. 

Sekar hanya menghela napas melihat tingkah suaminya, ia tak memikirkan apapun selain bersenang - senang. Melupakan Faiz di rumah, menunggunya pulang entah apa yang dipikirkan wanita ini. 

"Marah - marah mulu," gerutu Sekar mengumpulkan belanjaannya lalu membawanya ke kamar dan ditaruh ke meja rias miliknya.

Faiz tidak menatap istrinya, yang tengah sibuk membereskan barang - barang ke dalam lemari. Fokus mengetik di keybroand miliknya, mengerjakan beberapa berkas yang tertunda. 

Suara pintu terbuka membuat Faiz menoleh, ia menatap istrinya yang masuk ke kamar mandi. Dia menghela napas kasar, sungguh sangat marah sekali lekas bangkit lalu ikut ke dalam kamar mandi. 

"Mas, ngapain masuk!" pekik Sekar menatap ke arah suaminya yang telah mengunci pintu.

"Menghukummu!" geram Faiz lalu memeluk dan mencumbu leher jenjang sang istri, sudah tidak memakai pakaian.

Sehabis mengambil hak sebagai suami, Faiz langsung mandi dan keluar kamar mandi meninggalkan istrinya yang berendam.

***

Arum tengah menelepon sahabatnya, berbincang keinginannya melamar Amira keponakan Sarah.

"Gimana Sarah?" tanya Arum penasaran akan jawaban sahabatnya.

"Boleh. Faiz juga anak baik, pasti bisa berbuat adil," sahutnya membuat Arum tersenyum.

"Tapiiiii, apa Amira mau menjadi yang kedua," ucapnya lagi, menyebabkan Arum terdiam.

"Coba kamu bicarakan dengan ponakanmu, aku sangat berharap dia mau menjadi menantuku," seru Arum lirih, dibalas anggukan oleh Sarah walau tidak terlihat olehnya.

"Iya, aku akan coba bicarakan padanya. Ya sudah aku tutup dulu," sahut Sarah.

"Assalamualaikum,"

"Walaikumsalam." Arum langsung menaruh ponsel ke dalam saku, lalu melihat ke mejikom yang ternyata lupa ia colokan.

"Ya ampunnn, kenapa aku bisa lupa." Arum menepuk keningnya, lalu langsung mencolokan kabet itu.

***

Langit sudah gelap, Sarah tengah berperang di dapur memasak makanan. Tak lama terdengar suara bel, membuat dia lekas mematikan kompor karena sudah matang dan melangkah ke pintu utama untuk membukanya. Ia menatap Amira yang baru saja pulang bekerja, ia mengajak keponakannya masuk ke ruang tamu lalu mendudukan di sofa.

"Ada apa, Tante?" tanya Amira bingung menatapnya.

"Tante, mau bicara sesuatu denganmu." Sarah langsung duduk disamping Amira.

"Mau bicara apa? sepertinya serius," balas Amira lalu membalas tatapan Sarah.

"Kamu belum memiliki kekasih 'kan?" tanya Sarah membuat Amira sedikit terkejut.

"Kenapa Tante, menanyakan itu?" tanya Amira bingung, dia bukannya menjawab malah bertanya.

"Kamu malah nanya, bukannya jawab pertanyaan Tante," seru Sarah membuat Amira menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Gak punya Tan, akukan fokus kerja gak mikirin pacaran," balas Amira membuat Sarah tersenyum bahagia.

"Eummmm, gini. Kamu mau gak nikah sama anaknya sahabat Tante, kamu jadi istri kedua," ujar Sarah membuat Amira membulatkan matanya.

"Kalau menurut Tante, dia baik dan pantas untuk Amira, Amira menerimanya." balas Amira dengan suara pelan.

"Serius, Kamu menerimanya?" tanya Sarah sekali lagi.

"Iya Tan, tapiiii, kenapa sahabat Tante mencari istri kedua untuk anaknya?" tanya Amira penasaran.

Sarah menghela napas pelan, lalu menatap keponakannya lagi. "Istri pertama anaknya, tidak mau hamil. Padahal umur pernikahan mereka sudah lima tahun," balasnya membuat Amira mengeryit bingung.

"Kenapa tidak mau hamil? bukankan semua wanita ingin hamil?" tanya Amira bingung.

"Entahlah, berarti serius kamu mau?" tanya Sarah sekali lagi, dibalas anggukan oleh Amira.

"Ya sudah, Tante bilang dulu ke Arum, jika kamu menerimannya," ucap Sarah bahagia, lalu meraih ponselnya.

"Tante Arum, yang pernah ke sini itu?" tanya Amira membuat Sarah menoleh lalu mengangguk.

"Amira, pamit ke kamar dulu ya. Mau mandi," ucap Amira dibalas anggukan oleh Sarah karena dia tengah berbincang dengan Arum lewat telepon.

"Arum, Amira menerimanya jadi istri kedua," Seru Sarah dengan terburu - buru.

"Serius? Allhamdulillah." Arum sampai bersujud syukur.

"Nanti besok aku menjemputnya, lusanya dia akan bertemu dengan Faiz anakku," ujar Arum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status