Share

TERPAKSA NIKAH SMA
TERPAKSA NIKAH SMA
Author: Penalancip

PROLOG

"Keluar kamu dari rumah saya!" bentak seorang pria paru baya menatap nyalang kearah putrinya.

Gadis itu menangis histeris, air mata tak henti-hentinya keluar membasahi pipi putihnya yang memerah menahan tangis sedari tadi.

"Maafin Mila Ayah, in-ini bukan kemauan Mila hiks.. hiks.."

"Saya tidak mau nama baik keluarga ini tercoreng, dari sekian banyak keluarga besar ayah, satupun tak ada yang muka tembok seperti kau!  lebih baik kamu pergi dari sini sekarang juga, jangan buat saya merah padam, paham!" " tunjuk pria itu kepada gadis yang sedari tadi menangis histeris di bawah kakinya.

Gadis itu menatap seorang wanita paru baya yang dari tadi diam sambil menangis, Wanita itu syok mendengar kabar bahwa anak semata wayangnya tengah mengandung. padahal putrinya itu masih bersekolah dan tak pernah terlihat dekat dengan lelaki mana pun. Orang tua mana yang tidak akan kecewa bila anaknya melakukan hal menjijikkan seperti itu.

"Bunda... dengerin Mila Bun. Mila gak salah in-ini kesalahan hiks..hiks... ." Ia menunduk dalam. Air matanya menetes membasahi keramik mermer yang terpasang indah di bawahnya.

Wanita yang di panggil Bunda itu hanya diam tidak mampu berkata-kata, ia menangis dalam diam. Ia sangat syok mendengar kabar mengejutkan yang menimpa putrinya, ia bahkan tak tahu bereaksi bagaimana ia sudah terlanjur kecewa.

"Mau membela diri lagi! sekarang juga angkat kakimu dari rumah saya Cepat!"

Gadis itu bangkit berdiri dari duduknya, percuma saja ia menjelaskan panjang lebar kepada orang tuanya mereka tidak akan pernah percaya. gadis itu melangkah keluar dari pintu rumah keluarga Gilbran Aditama.

Ia membawa kaki beratnya melangkah keluar dari gerbang rumah yang sudah tujuh belas tahun ini ia tempati, kenangan manis bersama kedua orang tuanya kembali berputar-putar memenuhi otaknya. Ia melangkah menyusuri jalan raya di tengah gelapnya malam, entah di mana ia akan menuju sekarang. Semua kemewahan yang ia miliki kini hilang sudah, teman-teman yang mengerumuninya dulu kini satu persatu mulai berpaling membelakanginya.

Mila Menangis tersedu -sedu, rambutnya menari-nari kecil di terpa angin malam yang kian dingin menusuk tulang. ia berhenti di halte bus, sekadar melepas penat setelah jauh berjalan. Satu persatu bulir hujan jatuh membasahi bumi, seakan ikut menangis meratapi nasib sang gadis.

Pandangannya memburam di tutupi air mata yang tak henti-hentinya meluncur dari kedua netra indahnya. ia sakit hati dan terluka, ia putus asa dalam keheningan malam yang sunyi. Tidak ada sandaran dan dekapan hangat penguat lara.

"Mila?" seorang gadis berpakaian kasual menepuk pelan pundak gadis yang duduk termenung di halte bus itu.

Ia mendongak menatap bola mata gadis yang menepuk pundaknya ini.

"Aina?"

Gadis itu duduk di sampingnya menatap bingung pada temanya yang saat ini begitu berbeda dari biasanya.

"Kamu ngapain malam-malam di sini sendiri Mil?"

Tiba-tiba Mila memeluk erat tubuh Aina sambil menangis tersedu-sedu. Aina bingung, bagaimana tidak? Gadis di depanya ini adalah sosok yang ceria. Tapi, bagaimana bisa dia sampai menangis pilu seperti ini?

Aina mengelus pundak Mila, sebenarnya ia sungguh bingung dengan  situasi saat ini.

"Mil kamu kenapa? kalau kamu mau nangis. nangis aja gak usah di tahan," ucap gadis berambut panjang bernama Aina. Mila menurut seiring air matanya yang berhenti mengalir, hujan justru semakin deras di tambah suara guntur yang memekakkan telinga membuat siapa saja enggan untuk keluar dari persemaian.

Mila menatap Aina sendu. "Aku hamil Na, hiks.."

"Ap-apa?!"  Aina terkejut, ia tak menyangka temanya yang terlihat gadis baik-baik ternyata kini tengah mengandung, "terus gimana kamu sekarang?" tanya Aina lagi.

"Ayah ngusir Aku dari rumah, Mona dan yang lainya gak mau nolongin aku hiks..hiks.."

"Yang sabar ya Mil, mm... gimana kalo kamu tinggal di rumah aku aja. Aku tahu rumah aku jelek, mungkin kamu gak akan betah. Tapi, untuk sekarang kamu boleh tinggal denganku," Mila menatap intens wajah Aina yang tersenyum lebar kepadanya. Mata Mila berkaca-kaca, Ia senang sekaligus bingung bagaimana bisa Aina yang tidak dekat dengannya bisa dengan mudah menawarkan bantuan kepadanya, sementara teman dekatnya yang lain di mana? disaat ia susah seperti ini, Mila merasa sesak saat mengingat itu semua.

"Tapi Na, Aku nanti nyusahin kamu."

"Gak papa kok, yuk kita ke rumahku. Aku rasa... hujanya gak mau berhenti.” Aina berdiri memegangi payung dengan tangan kirinya, tangan kananya yang bebas mengulur di hadapan Mila. Mila menyambut uluran tangan Aina dengan haru, mereka berjalan bersama dan hilang di kegelapan malam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status