"Jangan harap. Bukannya kemarin, kamu yang menantang'supaya aku menggugat cerai? Kenapa sekarang kamu balik memohon-mohon? Sudahlah, Mas. Apapun yang kamu katakan, tidak akan pernah mengubah keputusanku. Lagi pun gugatan itu sudah aku daftarkan. Kamu tinggal menunggu surat pemanggilan untuk sidang. Aku pastikan, kamu akan kalah dan kembali miskin!"Mas Adrian meraih tanganku yang menunjuk-nunjuknya. "Dek, mas mohon. Batalkan. Kalau kamu mau, mas akan menceraikan Yolanda, Dek. Mas akan tinggalkan dia dan kita akan hidup bersama lagi. Mas Mohon, Dek."Aku menggeleng cepat, sembari menyentak tanganku darinya. "Gak Sudi! Sekarang kamu pulang. Urus saja istri muda dan anak kamu. Jangan pernah menemuiku, atau coba membujukku lagi. Waktu kamu habis. Aku mau masuk," tegasku lantas berlalu dari hadapan Mas Adrian.Namun, belum sempat aku melangkah. Mas Adrian memeluk kakiku dengan erat. "Dek, apa kamu sudah tidak mencintai mas? Apa kamu sudah terhasut oleh sahabat kamu itu, Dek? Batalkan gugat
TETANGGA BARU-46*Hampir tiga bulan lamanya. Aku masih menumpang di rumah milik Fano. Dia melarangku keluar dari rumahnya. Sebab, dia khawatir tidak ada yang menjagaku yang tengah berbadan dua saat ini. Dia juga cemas, jika aku sendirian, membuat Mas Adrian dan Yolan mendatangiku.Sehingga, aku masih tertahan di rumah Fano. Tiga bulan tinggal dengannya, diam-diam aku jadi sering memperhatikannya.Fano memang sosok laki-laki yang baik. Dia tulus dan sangatlah pengertian. Hanya saja, dia terlalu cuek dan datar pada orang baru yang belum dikenalnya. Tapi padaku, dia adalah sosok yang hangat dan terbuka. Persidangan perceraian antara aku dan Mas Adrian telah digelar sejak dua bulan ke belakang. Sidang pertama dan kedua, Mas Adrian tak kunjung menghadiri. Aku yakin, dia pasti ingin mempersulit prosesnya. Namun, aku sudah menyiapkan pengacara mahal dengan jam terbang tinggi. Sehingga meski dia tidak menghadiri sidang pertama dan kedua. Sidang tetap menemui putusan di sidang ketiga hari i
TETANGGA BARU_47POV ADRIAN******Aku pulang hanya memikul rasa kecewa dan jengkel bukan main. Hakim pengadilan sangat-sangat tidak adil dalam memutuskan perkara ini. Dari sekian banyak harta serta aset yang dimiliki Jihan. Aku tak kebagian sepeser pun. Padahal selama enam tahun menikah, akulah yang mengurusi dua toko besar itu hingga dapat tetap bertahan dan beroperasi, di tengah persaingan banyaknha toko-toko ritel sejenis. Berkat ketekunan dan kerja kerasku, dua toko itu tidak sampai gulung tikar. Tetapi, aku tidak mendapatkan apa-apa dari kerja kerasku. Semua jatuh pada Jihan. Semuanya.Bahkan yang paling membuatku tak habis pikir, ialah saat notaris yang kudatangi dan kupercayai, hadir di persidangan dan membelot. Tiba-tiba saja dia berada di pihak Jihan. Padahal, aku sudah mempercayakan semua surat-surat padanya.Aku benar-benar kecewa.Seharusnya , aku mendapatkan bagianku dari harta dan surat-surat itu. Karena aku, memiliki andil dalam mengelolanya. Andaikan bukan aku yang me
TETANGGA BARU_48 || TAMATPov Jihan.***************Aku menatap hampa pada bunga-bunga mawar yang bermekaran sempurna di hadapanku saat ini. Di taman rumah sakit, aku duduk di sebuah kursi roda. Seorang perawat menemaniku dan duduk di kursi beton belakang sana.Setelah tiga hari dinyatakan kritis, pagi tadi aku berhasil tersadar dan melewati masa kritis akibat kecelakaan yang kualami bersama Fano. Sahabatku itu pun sama kritisnya sepertiku, tetapi dia dapat sadar lebih dulu dan lebih dulu dariku. Sehingga Fano telah keluar dari rumah sakit dan tengah kembali ke rumahnya. Setelah kecelakaan yang menimpa kami, membuat Fano harus kehilangan mobilnya.Aku mengusap perutku yang telah rata. Bayiku tidak dapat bertahan. Perutku terkena benturan yang cukup keras. Sehingga aku dinyatakan keguguran. Juga wajahku di pipi sebelah kanan yang terkena hantaman. Menyebabkan sebelah wajahku tak lagi mulus.Namun lebih dari itu, kehilangan bayiku adalah hal paling menyakitkan. Seluruh harta dan aset y
TETANGGA BARU (1)****Kusimpan sisir di atas meja rias, setelah selesai merapikan rambut panjangku. Lantas kulirik benda pipih yang juga tergeletak di atas meja ini. Kuraih dan kuusap layarnya. Ternyata masih sama. Masih tidak ada pesan balasan dari suamiku.Ini sudah masuk hari ke lima, suamiku di luar kota. Mengontrol proyek pembangunan cabang toserba milik kami. Biasanya, dia tidak pernah mengabaikan pesanku. Sesibuk apa pun dirinya. Dia pasti selalu menyempatkan untuk memberitahuku keadaannya. Makanya aku sangat khawatir pagi ini. Karena tidak mendapatkan kabar darinya.Seharian kemarin aku sibuk di toko pusat. Tidak sempat memegang ponsel. Dan malam harinya, saat aku sudah ada waktu. Berbalik nomor suamiku yang tidak bisa dihubungi.Kuhembus napas kasar. Mengurai rasa kecewa karena suamiku tak kunjung memberi kabar.Lekas aku beranjak dari meja rias. Keluar dari kamarku dan menuruni anak tangga. Hingga tiba di lantai bawah. Aku pun bergegas ke dapur. Lekas membuat bubur kacang h
TETANGGA BARU (2)*****"Uhukk uhukk!" Mas Adrian kembali terbatuk. Sepertinya dia tersedak. Wajahnya sampai kemerahan. Cepat kutuangkan air putih dan memberikan padanya.Mas Adrian meneguk habis air putih yang kuberikan. Dia mengusap-usap tenggorokannya. Lalu berdeham beberapa kali."Hati-hati makannya, Mas." Mas Adrian tak menyahut. Dia nampak mengangguk kemudian melanjutkan menyuap sisa bubur kacang dalam mangkuk hingga akhirnya habis."Dek, Mas ke kamar mandi dulu. Mas dari tadi nungguin kamu. Sampai belum bersih-bersih.""Iya, Mas."Lantas Mas Adrian beranjak dari kursi makan. Membawa tas kerja hitam yang tergeletak di atas meja. Dia berjalan ke arah kamar utama untuk mandi di kamar mandi dalam kamar yang kami tempati.Selepas kepergian Mas Adrian. Aku langsung membereskan meja makan yang tidak terlalu berantakan. Setelahnya, mengambil bahan masakan yang tersimpan di lemari pendingin.Hanya brokoli hijau yang kuambil. Sebab, stok lauk dalam lemari hanya tersisa udang windu kesuk
TETANGGA BARU (3)******Sudah jam tujuh pagi. Belum ada tanda-tanda Mas Adrian keluar dari kamar. Gegas mematikan kompor. Sop buntut yang dimasak pagi ini, sudah mendidih dan matang.Sop buntut yang bahan masakannya dapat kupesan dari Mang Rustam—tukang sayur keliling langganan di komplek ini. Mang Rustam bahkan telah mengirimkan pesananku ini pukul lima pagi tadi. Seperti isi pesanku. Sehingga aku menambahkan lebih, uang yang kubayarkan padanya.Klek!Kubuka pintu kamar utama. Kamar yang kutempati bersama suamiku. Kamar yang kembali hangat, setelah lima hari hanya aku sendirian yang mengisinya.Aku menyilangkan tangan di depan dada. Berdiri di tepi tempat tidur. Melihat Mas Adrian yang masih meringkuk terbungkus oleh selimut tebal. Menyisakan kepalanya saja."Mas bangun, Mas. Udah jam tujuh ini!" ujarku, sambil menepuk-nepuk lengannya.Tidak ada pergerakan dari Mas Adrian. Matanya bahkan masih terpejam."Mas, bangun!" ujarku sekali lagi. Kali ini, sambil mengguncangkan tubuhnya."Hm
TETANGGA BARU (4)*********Tiba di meja makan. Aku menyiapkan piring makan dengan segera. Bukan untukku tapi tentu saja untuk Mba Yolan. Kucentong nasi beserta sop buntut yang masih hangat dari dalam pancinya."Mba, sini Arsen biar aku tidurkan di dalam kamar tamu. Mba Yolan sarapan dulu aja, ini udah aku siapin!""Aduh, Mba. Gak papa, Arsen biar aku gendong aja kayak gini. Dia masih tidur, kok."Aku menggeleng pelan. "Gak boleh gitu, Mba. Ntar kebiasaan kalo apa-apa digendong. Udah, biar aku tidurin di kamar tamu. Nah Mba makan dulu!" Aku setengah memaksa. Mengulurkan tangan untuk segera menerima bayi mungil di gendongan Mba Yolan.Sang Ibu nampak ragu. Namun tak ayal, tetap memberikan bayinya ke tanganku. Akhirnya, Arsen berada dalam gendonganku saat ini. Tubuh mungilnya menggeliat pelan. Namun netranya masih rapat terpejam."Mba makan dulu, itu udah aku siapkan. Mba jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri ya! Arsen biar aku bawa ke kamar tamu. Aku temenin dia di sana," tukasku."