POV JIHAN *********Jam sebelas siang. Aku baru keluar dari rumah. Setelah berada di luar rumah, aku kembali merapatkan pintu pagar. Berbarengan dengan Mba Yolan yang juga baru keluar dari rumahnya."Mba Jihan, jadi arisannya?" tanyanya setelah berdiri di hadapanku."Jadi, Mba. Mba Yolan jadi ikut?" tanyaku balik.Mba Yolan terlihat mengangguk. "Boleh, Mba.""Udah izin suami, Mba?" tanyaku memastikan.Mba Yolan tersenyum simpul. "Suamiku udah berangkat lagi, Mba."Alisku terangkat mendengarnya. "Lagi? Cepet banget, Mba.""Iya, gitulah, Mba kalo kerja proyekan. Ga bisa lama-lama di rumah," jelasnya."Owhh, ya udah, kita langsung berangkat kalo gitu Mba," ajakku.Mba Yolan tak banyak protes. Aku serta Mba Yolan bergegas meninggalkan pekarangan rumahku. Berjalan beriringan menuju rumah Mba Aini.Tadinya, aku hendak pergi sendiri tanpa mengajak Mba Yolan. Mengingat di rumahnya pasti ada suaminya. Tapi ternyata, suaminya sudah berangkat lagi katanya. Jadi ya baguslah kalau Mba Yolan tetap
Kupandangi lekat netra bayi mungil yang terpejam itu. Setelah diberikan krim pereda gatal, Arsen akhirnya tertidur di ranjang pasien.Beruntung dia segera ditangani. Sehingga bintik-bintik merah yang menyebabkan rasa gatal, tak lebih menyebar keseluruh tubuhnya. Hanya di pipi dan leher saja yang terdapat bintik merah.Di seberang ku duduk, Mba Yolan juga duduk sambil terus mencoba menghubungi suaminya. Aku memintanya memberitahukan keadaan Arsen. Syukur syukur Ayahnya Arsen bisa izin lalu pulang untuk melihat kondisi anaknya.Terdengar hembusan nafas berat dari Mba Yolan. Lalu dia menyimpan ponselnya di atas meja samping ranjang pasien."Kenapa Mba? Ga diangkat?" tanyaku pelan dan Mba Yolan mengangguk dengan raut wajah kecewa."Sabar, ya! Mungkin ayahnya Arsen lagi sibuk," ucapku coba menghibur.Mba Yolan tersenyum kecil. "Iya, Mba. Aku ngerti kok," sahutnya."Mba, aku tebus dulu resep di bagian farmasi ya. Titip Arsen sebentar, ga apa apa kan, Mba?" tanya Mba Yolan kemudian."Silahka
******TING TONG!Pelan aku membuka mata. Kupegangi kepala yang terasa sedikit berat. Aku terbangun karena suara bel rumah yang kudengar.TING TONG!Lagi. Bel kembali berbunyi. Entah siapa yang datang dan kenapa Mas Adrian tidak membukanya. Mengumpulkan sejenak kesadaran usai bangun dari tidur. Kupindai keadaanku yang tengah berada dalam selimut. Lalu menggeliat pelan. Kuarahkan pandangan pada jam kecil di atas nakas."Astaga!" Aku terlonjak saat melihat sudah jam sembilan. Lalu beringsut turun dari tempat tidur.Kenapa aku bisa bangun sesiang ini? Kenapa juga Mas Adrian tidak membangunkanku? Apa aku ketiduran ya semalam?Aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Karena merasa tidak ingat dengan yang terjadi padaku semalam.TING TONG!Bel rumah kembali terdengar. Aku keluar dari dalam kamar dan menuruni anak tangga. Lalu melangkah menyusuri ruangan demi ruangan untuk segera membuka pintu.Tok Tok Tok!Kali ini, pintu rumah diketuk. Aku semakin melebarkan langkah untuk melihat siapa yang d
*****"Ayok, Fan!" Selesai mandi dan bersiap. Aku segera keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Kembali menemui Fano di ruangan depan.Fano beranjak seraya tak lepas dari netranya yang menatapku. "Kamu cantik banget, Han!" ucapnya tiba-tiba setelah berdiri.Aku terkekeh kecil mendengarnya. Perutku rasa tergelitik. "Kamu mau gombal jangan sama aku. Aku udah bersuami, Fano! Harusnya, kamu kalo mau gombal sama cewek yang masih single. Kali aja dia kelepek-kelepek, denger kamu gombalin. Kalo sama aku, ga akan mempan!" tegasku kemudian.Fano menggeleng. "Aku ga gombal, Han. Aku serius. Kamu emang cantik banget!" sahutnya."Udah ah, mending kita langsung berangkat sekarang, Fan!" ajakku akhirnya. Agar Fano berhenti memujiku.Aku serta Fano berjalan beriringan meninggalkan ruang depan. Hingga keluar melewati pintu dan aku lantas menguncinya.Kemudian berjalan hingga keluar dari halaman dan mendapati mobil Fano yang terparkir di depan pagar. Gegas aku mengunci gerbang pagar.Di samping m
*****"Dari gejalanya, kamu kayak lagi hamil muda," jawabnya. Raut wajahnya nampak sangat khawatir pada kondisiku.Jawaban Fano membuatku terdiam.'Hamil? Apa mungkin?' aku bergumam dalam hati. Obat herbal yang rencananya akan aku konsumsi pun. Masih belum kudapatkan. Bagaimana mungkin Fano bisa mengatakan bahwa gejala yang kualami saat ini karena aku sedang hamil muda?"Han? Are u oke?" Fano membuyarkan kebekuan yang melanda diriku. Cepat aku pun menoleh padanya dan mengangguk."Aku baik, Fan," sahutku meyakinkan."Jadi, apa kamu emang lagi hamil?" tanyanya kembali.Aku menggeleng menyangkal pertanyaan Fano. "Enggak, Fan. Aku cuma gak suka aja wangi pengharum mobil kamu ini. Nyengat banget baunya di hidung! Udah kita lanjut jalan aja. Takutnya kita telat!" jelas dan pintaku pada Fano."Kamu yakin? Apa ga mau periksa?" Tergambar jelas raut khawati di wajah Fano.Aku mengangguk pasti. "Yakin, Fan. Nggak perlu periksa. Aku baik-baik aja, kok!""Maksudku, periksa kehamilan, Han!" sanggah
************"Kamu beneran ga mau mampir?" Aku bertanya lewat kaca jendela. Dengan badan sedikit membungkuk, karena sudah berdiri di luar mobil. Sedangkan Fano masih berada di kursi kemudinya.Fano nampak mengangguk. "Lain kali aja, Han," sahutnya diikuti senyuman ramah."Ya udah, thanks ya, Fan, udah anterin sampai rumah. Kamu hati-hati," pesanku kemudian.Fano mengacungkan ibu jarinya. "Beres. Bye, Han …." Ia pun melambaikan tangan. Aku membalasnya. Perlahan mobilnya pun mulai melaju dan menjauh dari hadapanku.Setelah mobil milik Fano pergi. Aku segera berbalik lalu membuka pintu pagar dan masuk ke halaman rumahku.Begitu kakiku melewati pagar dan menginjak halaman. Aku tertegun sejenak. Melihat mobil Mas Adrian terparkir sempurna di depanku. Di parkiran di luar garasi.Itu artinya, Mas Adrian sudah pulang ke rumah ini. Aku pun mempercepat langkah hingga tiba di depan pintu. Membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah."Mas? Mas Adrian?" Aku memanggil-manggil suamiku begitu sampai di r
Ah. Tidak. Tidak! Tidak mungkin.Aku menggeleng cepat. Beringsut menjauh dari samping Mas Adrian yang masih menyelami alam mimpi.Lalu membaringkan tubuhku di tempat semula. Mana mungkin Mas Adrian selingkuh? Tidak mungkin.Mas Adrian suamiku yang sangat baik dan juga setia. Dia tidak mungkin mengkhianatiku. Iya, begitu. Selamanya akan tetap begitu. Mas Adrian akan terus setia dengan pernikahan kami.Sedangkan tanda merah itu. Bisa saja itu hanya gigitan nyamuk atau serangga lain. Gigitan yang menyebabkan gatal dan Mas Adrian menggaruknya terus menerus sehingga menjadi sangat merah seperti itu.Iya. Bisa jadi seperti itu. Tanda merah itu bukan selalu kissmark yang ditinggalkan ketika pasangan sedang bercinta.Kutarik napas panjang. Menghalau pikiran buruk yang menerpa. Aku berusaha mensugesti untuk tetap berpikir positif. Lalu kembali mencoba untuk tertidur kembali. Sebab hari masih tengah malam.*****Aku bangun lebih awal seperti biasanya. Sedangkan Mas Adrian masih meringkuk dalam
Aku melihat reaksi Mas Adrian yang melotot. Seperti terkejut, tapi setelahnya dia bereaksi biasa saja."Kenapa Mas? Kok kamu kayak kaget?" tanyaku penasaran.Mas Adrian nampak menggeleng cepat. "Eng-nggak, Dek. Iya … mas cuma kaget, kok barang seperti cincin begini bisa ada di bak wastafel? Apa mungkin milik tetangga sebelah itu? Kalo iya, berarti yaa dia ceroboh banget kan."Aku mengangguk setuju. "Iya bener, Mas. Kok bisa-bisanya barang berharga seperti ini ketinggalan, apalagi di bak wastafel. Kalo ini emang punya Mba Yolan, apa dia ngga balik ke sini lagi kemarin buat nanyain cincinnya ini, Mas?"Mas Adrian menggeleng. "Enggak ada, Dek. Dia cuma ikut ke kamar mandi, habis itu ga balik lagi. Mungkin dia udah stok air galon buat ganti sementara airnya yang macet. Ga tau juga deh."Aku mengatupkan bibir. Jadi cincin emas putih ini milik Mba Yolan. "Mas aku udah kenyang. Udah ah makannya," ucapku saat Mas Adrian hendak menyuapiku kembali."Bener, nih?" tanyanya meyakinkan."Hu'um. Aku