Setelah Ronald berhasil menyembelih ayam hitam, sekarang giliran Hezki untuk mencoba. Dia mengambil ayam merah dan melakukan proses yang sama seperti yang telah diajarkan Lia.
"Bro Hezki, Bro Ronald, kalian berdua sudah melakukannya dengan baik.”"Terima kasih, Lia. Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu." "Ya, Lia. Kamu benar-benar membantu kami. Terima kasih banyak." ucap kedua pemuda itu secara bergantian kepadanya.Sementara Mira dan Sera masih tetap berada di pondok. Kedua gadis itu merasa ketakutan melihat ayam yang sedang disembelih. Selanjutnya, Ronald dan Hezki terlihat menguliti bulu-bulu ayam tadi. Lagi-lagi sesuai instruksi dari Lia. Setelahnya kedua pria itu membersihkan dua ekor ayam tadi di dalam aliran sungai.Lia, Mira, Sera, Ronald, dan Hezki kembali dari hutan dengan penuh kegembiraan. Mereka membawa berbagai barang bawaan yang melimpah, menunjukkan keberhasilan mereka dalam menjelajahi hutan Pulau Asu.“Edu, puisimu sangat indah. Sungguh aku sangat menyukainya,” ucap Lia dari kesungguhan hatinya.“Benarkah Lia?” tanya Edu tak percaya.“Iya, Edu ….”“Jadi … jawaban kamu, bagaimana Lia?” tanya sang pria masih dengan hati yang berdebar-debar.“Sebenarnya aku juga mulai mengagumimu sejak kebersamaan kita dimulai dari atas kapal, sampai kita terdampar di pulau ini. Menurutku kamu adalah seorang pria tangguh dan berani serta berjiwa tanggung jawab besar. Siapa sih perempuan yang tidak terpesona dengan semua kharismamu itu, termasuk aku ….” “Jadi … Lia?” ulang Edu.“A … aku juga mencintaimu, Edu.” ucap Lia sambil tersenyum malu-malu menatap pria yang tepat berada di depannya.“Lia …. Ternyata kamu menyimpan perasaan yang sama denganku?” tanya Edu masih tak percaya.Gadis itu menganggukkan kepalanya pertanda jika apa yang dirinya katakan barusan, adalah benar adanya.Secara spontan Edu memeluk Lia erat-erat.
“Lia, bagaimana jika kita kembali kepada teman-teman?” tutur Edu kepada kekasih hatinya.“Boleh, Du. Siapa tahu mereka butuh bantuanmu untuk memasak ayam bakar,” sahut Lia.“Baiklah kalau begitu, ayo kita ke sana!” seru Edu sambil meraih tangan Lia dan menggenggamnya dengan erat.Edu dan Lia berjalan berdampingan menuju ke tepian pantai yang terletak di sisi lain pulau, setelah mereka berdua menikmati kolak buatan Edu. Matahari yang telah terbenam, memberikan sentuhan keemasan pada langit senja yang indah yang telah berubah menjadi langit malam bertaburan bintang-bintang. Angin pantai yang sejuk menyapu lembut rambut keduanya saat mereka melangkah menuju ke arah teman-temannya. Saat Edu dan Lia mendekati tepian pantai, keduanyz dapat melihat empat teman mereka, Mira, Sera, Ronald, dan Hezki, sedang duduk di sekitar api unggun. Mereka sedang memanggang daging ayam hutan yang telah masuk perangkap dan ditangkap oleh Hezki dan Ronald sore tadi.
Pagi yang indah menyambut Ronald dan Sera di pantai Pulau Asu. Udara segar dan deburan ombak memberikan kesan romantis yang tak terlupakan. Saat matahari mulai muncul dari ufuk timur, Ronald merasa inilah saat yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Sera.Dengan dukungan kedua temannya, Hezki dan Edu yang telah mengungkapkan isi hati mereka kepada para gadis favoritnya. Kini tiba saatnya bagi Ronald untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Sera.Beberapa saat yang lalu, Ronald mengetuk pintu kamar para gadis yang berada di atas kapal. Dia menyebut nama Sera beberapa kali yang tiba-tiba saja membangunkan gadis itu.Sera lalu membuka pintu kamar, dengan masih berwajah bantal. Gadis itu sangat kaget melihat Ronald yang telah berdiri di depan kamar para gadis.“Ya ampun, Bro Ronald! Aku pikir kamu siapa!” kaget Sera.“He-he-he. Maaf jika aku mengagetkan dirimu,” sahut Ronald dengan ceria.“Iya …
Dalam kegelapan malam di Jakarta, ketika hamparan langit dipenuhi cahaya gemerlap kota yang tak pernah tidur, tiga keluarga terpisah tetap bersatu dalam doa dan harapan yang sama. Mereka adalah Keluarga Sera, Mira, dan Lia. Di setiap detik yang berlalu, seakan-akan membawa serpihan harapan yang terus membara dalam dada mereka.Di sudut ruang tamu rumah Sera, Papa Theo duduk di kursi goyang kayu dengan rasa gelisah yang tak bisa tersembunyi di wajahnya. Mama Nara duduk di sebelahnya, tangan keduanya terjalin erat, mencerminkan kekuatan mereka dalam menghadapi masa sulit ini. "Sera, kamu di mana sekarang?" bisik Papa Theo sambil menundukkan kepala, suaranya penuh keputusasaan.“Papa, kita tidak boleh putus asa seperti itu. Mama yakin, Sera, Lia, dan Mira pasti baik-baik saja saat ini,” tukas Nyonya Nara mencoba menguatkan suaminya.“Tapi, Ma. Sudah terlalu lama putri kita berada di lautan luas sana, entah bagaimana nasibnya sekarang,” lirih Pa
Malam pun tiba, para orang tua berkumpul di ruang keluarga yang ada di vila. Di atas perapian yang hangat, mereka saling berbagi cerita kenangan tentang putri-putrinya. Meskipun air mata kadang-kadang mengalir jatuh tanpa diduga, namun mereka menemukan kekuatan dalam kebersamaan itu."Pada akhirnya, yang penting adalah kita harus tetap bersama," ucap Papa Herman dengan suara yang penuh keyakinan."Kita tidak akan pernah kehilangan harapan, karena kita adalah keluarga,” seru Papa Bagas menambahkan.Kata-kata itu memenuhi ruangan dengan kehangatan yang luar biasa. Di tengah kegelapan malam yang menyelimuti vila, cahaya harapan dan kebersamaan mereka masih tetap bersinar terang.Dalam keheningan malam, di tengah gemuruh hutan yang gelap dan suara kicauan burung-burung malam, para orang tua merasa sedikit lega, lebih kuat, dan siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin akan terjadi di masa depan. Karena dengan kebersamaan, mereka tahu bahwa cinta
Di dalam atmosfer gemerlap sebuah pusat perbelanjaan yang megah, tiga orang wanita elegan berjalan dengan langkah anggun di antara butik-butik mewah yang menjual barang-barang branded. Mereka adalah Nyonya Helena, Nyonya Shaera, dan Nyonya Sandra, ibu dari Edu, Ronald, dan Hezki yang telah lama hilang di lautan. Meskipun hati ketiga ibu itu dipenuhi kekhawatiran yang mendalam, namun mereka memilih untuk menyembunyikan kegundahan hatinya di balik lapisan kemewahan pusat perbelanjaan ini.Nyonya Helena, dengan rambut pirangnya yang tergerai indah dan senyuman anggun di wajahnya, memandang dan melihat sekelilingnya dengan mata yang berbinar-binar. Dia pun berkata kepada kedua sahabatnya,"Kita harus tetap kuat, Jeng Sandra, Jeng Shaera. Anak-anak kita pasti akan kembali kepada kita," ujarnya dengan suara lembut namun penuh keyakinan.Nyonya Shaera, yang memiliki aura keanggunan dan kecantikan yang tak terbantahkan, mengangguk setuju. "Kita harus mempercayai nasib baik menaungi mereka, J
Suasana di Pulau Asu begitu hangat dan penuh cinta setelah Edu, Ronald, dan Hezki telah mengungkapkan perasaan mereka kepada para gadis favorit mereka. Aura cinta murni dan abadi mulai menyelimuti setiap sudut pulau yang terpencil itu. Ketika matahari terbit, sinarnya menyinari pasir putih yang halus dan memberikan kilauan yang indah di atas permukaan air laut yang tenang.Edu, Lia, Ronald, Sera, Mira, dan Hezki saat ini sedang duduk bersama di tepi pantai, menikmati sarapan pagi mereka. Aroma harum singkong rebus sungguh begitu menggoda indera penciuman setiap orang, yang menambah kelezatan makanan itu. Suara gemericik ombak memberi latar belakang yang tenang, seolah-olah ikut mengiringi kesenangan mereka."Wah … rasa singkongnya begitu menyegarkan," ujar Lia sambil tersenyum manis kepada Edu yang duduk di sebelahnya.Edu membalas senyum Lia dengan hangat. "Iya, benar banget. Tidak ada yang lebih baik dari sarapan di sini bersama kalian semua. Teruta
Para gadis, Mira, Lia, dan Sera, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya ketika melihat hasil pekerjaan yang luar biasa dari Edu, Ronald, dan Hezki dalam membangun dapur umum di Pulau Asu. Mereka merasa terkesima dengan dedikasi dan keahlian yang ditunjukkan oleh ketiga pria tersebut. Lia, dengan senyumannya yang cerah, menghampiri Edu yang sedang membersihkan alat-alat kerja. "Hezki, kamu luar biasa! Aku benar-benar terkesan dengan keahlianmu dalam membangun dapur ini. Dinding kayu yang kamu buat begitu rapi dan kokoh. Aku yakin dapur ini akan bertahan lama!" Edu, yang sedikit malu-malu, tersenyum bangga. "Terima kasih, Lia Sayang. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk memastikan dapur ini berkualitas tinggi. Aku senang kamu menyukainya." Mira, yang tengah mengagumi atap daun rumbia yang terlihat begitu indah, bergabung dengan mereka