Share

Perasaan Mencintaimu

"A-apa tidak masalah? Saya jauh lebih tua dibandingkan putri Om," elak Jack. 

Jack tidak membayangkan akan di jodohkan dengan seseorang yang lebih muda darinya. Apa Ayahnya sudah tidak waras?

"Nak, pernikahan itu tak masalah jika kalian terpaut umur yang jauh. Bukan masalah sepele, bahkan umur kalian tak sangat jauh, kan?" Jack mengangguk. Perkataan ibu dari calon istrinya menenangkan.

Tapi tetap saja, Jack tak bisa menerima perjodohan itu. Perjodohan yang akan menjadi pernikahan tak bisa ia pertahankan, apalagi ia sudah terlanjur mencintai gadis lain.

"Tapi, cinta itu penting, kan?" tanya Jack hati-hati. Ia menatap Hikmal yang seperti bingung dengan pa yang di ucapkan Jack. 

"Cinta itu datang karena terbiasa, Nak."

"Tida--"

"Maksud Ayah apa, hah!" potong seorang gadis dengan emosi. Ia tak mengetuk bahkan mengucapkan salam, ia terlanjur emosi.

Sebelumnya ia di telpon ayahnya, jika ia akan di jodohkan dengan seorang lelaki anak teman ayahnya. Gadis yang sudah dalam perjalanan pulang karena dosennya tak masuk terkejut.

"Apa Ayah tak memikirkan perasaan aku dulu?" kata gadis itu menatap ayahna dengan kecewa. 

"Apa di yang akan dijodohkan dengnku?" Lengan gadisbitu terangkat, telunjuknya menunjuk seseorang yang tania kenali, ia tak bisa melihat wajahnya krena lelaki itu duduk membelkanginya.

"Sayang dengerin Bunda dulu, okay?"

"Apa yang harus aku dengerin? Penjelasan tentang perjodohan ini?" 

"Sayang, tenang dulu, dong," kata Hima mencoba menenangkan putrinya, ia mengusap punggung sang putri dengan tenang.

Gadis itu melepaskan pelukan bundannya, berjalan mendekati siapa yang duduk berhadapan dengan ayahnya. Kenapa dia malah ada di sini? Apa dia sengaja?

"Kenapa kau ada di sini!" pekik gadis itu. Ia membulatkan matanya menatap seseorang yang seperti nya ia kenal.

"Kau?" tanya lelaki itu, ia dengan cepat berdiri, seraya membenarkan letak jasnya yang agak kusut.

"Kenapa Om-om seperti mu ada di rumahku, ha!" Gigi nya tergelutuk, merasa kesal karena sumber kesialannya hari ini malah duduk santai di rumahnya.

Tapi, sepertinya gadis itu menyadari akan satu hal. Jika lelaki itu duduk di hadapannya, berarti dia adalah calon suaminya!

"Saya bersedia, Om." Mata gadis itu membulat dengan sempurna. Perkataan lelaki di hadapannya membuatnya kembali tercengang.

"Apa maksudmu!" 

"Hallo, kita bertemu kembali, Calon istri."

"Apa kau sudah gila!" ketus gadis itu. Ia menatap ayahnya yang hanya diam sembari menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.

Sungguh, gadis itu ingin penjelasan secara detail. Ia seperti anak yang terbuang, hanya bisa terbengong akan semua itu.

"Sayang, dia adalah calon suamimu. Jadi, sopan lah sedikit," kata Hima. Ia membawa sang putri untuk duduk bersama lelaki itu, di sebelahnya.

"Aku tak mau!" Gadis itu bangkit, menatap bundanya dengan kecewa. Ia tak mau diperlakukan seperti itu di rumahnya sendir.

"Aku ngak mau menikah dengan Om-om genit itu, Bunda," rengek sang gadis. Bibirnya ia majukan, menatap sang bunda dengan memelas.

"Cute," gumam lelaki itu dengan senyuman yang tak bisa ia tahan. Ia baru tahu jika orang seperti gadis itu yang bisanya marah-marah akan sangat imut jika dengan bundanya.

"Diam!" pekik gadis itu. Ia rasanya ingin menghajar lelaki itu saja, gumaman lelaki itu terdengar ke telingnya, jangan kira jika gadis itu tak mendengar.

"Apa salahku?"

"Salahmu karena kau yang jadi calon suamiku!"

"Cukup, Alifa Aderald. Jangan kurang ajar di depan suamimu sendiri!" Hikmal berdiri. Ia kira putrinya akan sedikit sopan, tapi dugaannya salah.

"Tidak, apa. Dia masi--"

"Cukup. Aku tak butuh pembelaanmu!" Mata sipit itu kembali membola, tatapan menghunusnya ia layangkan pada lelaki yang masih bisa tersenyum saat dirinya marah. 

Ia mendekat, menatap langsung paras lelaki yang tadi ia temui, yang sudah menabraknya, dan dengan kurang ajar malah menggoda dirinya.

"Dengarkan baik-baik. Aku tak mau menikah dengan Om genit sepertimu!" kata Alifa penuh penekanan. Ia mengangkat dagunya angkuh.

"Aku tak menyuruhmu berdiri!" kata Alifa ribut. Lelaki di hadapannya- Jack malah berdiri di hadapannya, dan membuat jarak di antara mereka hanya beberapa jengkal.

"Aku mencintaimu, Alifa Aderald. Tapi ... aku tak butuh dengan pernyataan cintamu, karena aku tau kau juga mencintaiku."

"Tidak akan penah!"

"Akan. Dan itu tak lama lagi."

"Dasar gila!"

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status