"Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?" gumam batin Rachel mendesah dan melangkah pergi meninggalkan kantor tersebut.
Di ruang kerjanya, Satria menyandarkan kepala seraya menopangkan kedua kakinya tepat di atas meja. Perlahan, Ia mulai mengendorkan dasinya. Ia mendesah sebal jika teringat perkataan mamanya yang selalu membahas tentang calon tunangannya.
"Siapa cewek itu? Berani-beraninya, dia malah kabur di hari yang sangat spesial," desah Satria memejamkan matanya sejenak.
"Untung saja, para wartawan tidak tau masalah ini. Jika ada salah satu media mengetahuinya, mau taruh dimana mukaku ini," gerutu Satria beralih berdiri seraya mondar-mandir ke sana kemari dengan kedua tangan yang memegang pinggangnya.
"Mama juga, kenapa nggak dibatalkan saja pertunangan ini? Kenapa malah di tunda segala? Secara tidak langsung, cewek itu menolakku secara mentah-mentah," ucap Satria geram.
Tok tok tok
Satria menoleh. Sudut matanya memicing ke arah suara yang ada di balik pintu. Ia mendesah sebal dan menduduki kursi kerjanya kembali.
"Masuk!" jawab Satria yang mencoba untuk tenang kembali. Ia mulai mengecek beberapa laporan yang harus segera ia tanda tangani.
Dinda Mahendra, sekertaris sekaligus sahabat Satria.
"Kenapa kamu?" tanya Dinda mengernyitkan dahinya saat melihat wajah atasannya begitu BT.
"Kenapa?" tanya balik Satria dengan wajah yang tak seperti biasanya.
"Ada masalah dengan pertunangan kamu? Apa cewek itu tak sesuai dengan kriteria kamu? Ah, pasti cewek itu hitam, jelek dan membuatmu ilfill, ya?" cecar Dinda begitu kepo dengan masalah sahabatnya itu.
"Sok tau!" ketus Satria meraih berkas yang ada di tangan Dinda.
Dinda hanya menghela nafas dan mulai duduk sembari menunggu berkas laporannya di cek oleh Satria. Ia hanya menatap wajah tampan sahabatnya itu dengan pasti.
"Belajarlah bersikap manis di depan seorang wanita. Jika kamu selalu memasang wajah jutek seperti itu, mana ada yang mau sama kamu. Meskipun saat ini, kamu memiliki tunangan. Aku yakin, pasti cewek itu akan pergi meninggalkanmu karena sifat kamu ini," gerutu Dinda seraya menyilangkan kedua kakinya.
Dengan cepat, Satria menutup berkas-berkas laporannya dan melemparkannya pada Dinda.
"Daripada kamu berbicara yang nggak jelas, lebih baik benahi laporan keuangannya. Ada yang tak cocok dengan data yang kamu kirimkan kemarin," tegas Satria menatap sahabatnya yang terlihat begitu bingung seraya membuka kembali berkas laporan keuangan itu.
"Masa', sih?" tanya Dinda terperangah melihat memang ada perselisihan dalam laporannya.
"Sebelum ke sini, apa kamu tak mengeceknya satu persatu?" tanya Satria menyipitkan matanya melihat sahabatnya menggelengkan kepala.
"Kamu itu sebagai sekretaris, seharusnya bisa memantau semua cara kerja mereka. Jika kamu tak teliti, aku tak teliti, perusahaan akan rugi besar," gerutu Satria.
"Aduh, anak ini kalo sudah marah seperti ini, pasti ujung-ujungnya akan menyangkut hal yang tak penting. Mendingan, aku keluar saja!" gumam batin Dinda berdiri dengan senyum manisnya.
"Mau kemana?" tanya Satia dengan ketus.
"Bukankah ada yang salah dengan laporan keuangannya? Jadi aku harus membenarkannya, dong?" kata Dinda dengan senyum manisnya.
"Biarkan bagian keuangan yang membenarkannya, bukan kamu, Dinda Mahendra?" lirih Satria.
"Iya, Satria Angkasa. Kamu nggak usah khawatir, aku akan melihat cara kerjanya bagaimana," kata Dinda tersenyum tipis seraya melambaikan tangan untuk atasannya itu.
"Dasar! Cewek aneh. Kok, bisa! Dia memiliki suami yang menerima dia apa adanya?" gumam batin Satria tersenyum tipis.
****
Pak Dirga menghampiri istrinya yang sedang melamun seorang diri di kamar Rachel. Derai air mata yang mengalir, membuat kedua mata indah Bu Gina menjadi sembab. Tangannya selalu memegang foto putrinya yang tersenyum manis ke arahnya.
"Sayang, kamu di mana? Kenapa nggak ngasih kabar sama mama," gumam mama mendekap foto putrinya tersebut dengan erat. Sesaat, ia melirik belaian tangan yang begitu hangat membelai bahunya.
Senyum manis tertoreh pada diri suaminya.
"Ma, udahlah. Rachel sudah besar, biarkan dia berpikir sejenak untuk menerima perjodohan ini," kata pak Dirga merangkul istrinya dengan lembut.
"Pa, apa Papa tak berniat untuk mencari Rachel? Bagaimana kalo dia tak mau kembali ke rumah ini lagi?" tanya mama cemas.
"Papa yakin! Dia pasti akan kembali. Mama kayak nggak tau Rachel saja. Dia tuh, tak bisa jauh-jauh dari mall, supermarket. Papa sudah meminta keluarga Angkasa untuk memblokir atm milik Rachel," kata Pak Dirga.
"Jadi, Papa beneran meminta keluarga Angkasa untuk memblokir atmnya Rachel?" tanya mama tak habis pikir jika suaminya setega itu dengan anak semata wayangnya.
"Iya, itulah cara satu-satunya agar Rachel pulang ke rumah."
"Pa, bagaimana jika terjadi sesuatu pada dia? Mau makan apa dia kalo semua atmnya di blokir? Kenapa Papa tak meminta keluarga Angkasa untuk mencarinya saja? Mama takut, Pa!"
"Percayalah! Dia pasti baik-baik saja," kata pak Dirga merangkul istrinya agar tak berlarut dalam kesedihan.
Di satu sisi, Rachel memayunkan bibirnya seraya melihat toko baju yang berjejer rapi di dekat perusahaan Angkasa Group.
"Ya Tuhan, baju itu bagus banget," puji Rachel menempelkan wajahnya tepat di kaca pembatas.
"Andai saja, aku punya uang. Pasti aku akan membeli baju itu. Tapi, sayangnya. Uang dan semua atm di ambil oleh copet tak berperasaan itu. Dan seharusnya, aku mengambil satu atau dua atm untuk aku letakkan di dompet yang satunya. Ya Tuhan, kenapa aku mendadak jadi bodoh seperti ini," keluh Rachel meninggalkan toko pakaian tersebut.
Sejenak, langkahnya terhenti saat melihat kekasihnya keluar dari mobil seraya menggendong anak yang berumuran sekitar tiga tahun. Kedua matanya mengerling, tubuhnya seakan terpaku dan tak bisa di gerakkan sama sekali melihat Darwin si mantan kekasih.
Ia tak menyangka jika Darwin semakin tampan, terlihat begitu gagah dan wibawa memakai setelan jas yang dikenakannya.
"Darwin, apa ini alasanmu meninggalkan diriku? Ternyata, sekarang kamu sudah mempunyai seorang anak. Secepat itu kamu bisa melupakan kenangan indah kita dulu. Tiga tahun berpisah denganmu, aku sangat sulit membuka hatiku untuk orang lain. Bahkan aku menolak perjodohan ini, karena aku berharap kita bisa kembali seperti dulu. Tapi, apa? Kamu sudah menggantikan posisiku dengan orang lain," gumam batin Rachel dengan mata berkaca-kaca. Air matanya jatuh tak tertahankan. Rasa sakit hati semakin terasa dan semakin terasa sesak di dada.
Perlahan, jari jemari tangannya mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya.d
Dari kejauhan, Darwin melihat Rachel yang berjalan membelakanginya. Sudut matanya mengerut sembari memperhatikan wanita yang mirip sekali dengan mantan kekasihnya.
"Apa itu Rachel?" tanya Darwin melepas kacamatanya dan menatapnya penasaran. Kedua matanya terbelalak kaget saat Rachel menoleh ke arahnya.
"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya itu.
"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya itu. Kedua matanya terbelalak kaget saat Rachel menoleh ke arahnya. "Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya. Sesaat, senyum Darwin memudar ketika wanita yang ia kira Rachel adalah orang lain. "Hah, bicara apa aku ini. Mana mungkin dia ada di sini? Apalagi sebentar lagi dia akan menikah dengan orang lain," gumam batin Darwin memakai kacamatanya kembali. "Papa Darwin liatin apa?" tanya anak kecil tersebut yang bernama Olivia, putri dari atasannya. "Ti-dak. Om Darwin hanya melihat kucing sedang menyeberang jalan," jawab Darwin berbohong. Sesaat, Darwin mengkode Olivia untuk diam. Dia tak mau, jika at
Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut.Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut. Seketika, ia mematikan ponselnya. Ia tak mau berbicara ataupun mendengar suara dari Darwin. Ia ingin melupakan semuanya. Perlahan, ia merebahkan tubuhnya kembali seraya mendekap guling membelakangi Intan. Ia mulai memejamkan matanya kembali. Intan melirik sahabatnya yang terlihat muram dan tak bersemangat. "Chel," lirih Intan mencoba menggagalkan tidur sahabatnya itu. "Hem," lirih Rachel dengan mata yang masih tertutup. "Bagaimana? Apa kamu di terima?" tanya Intan penasaran. Saking penasarannya, ia beralih untuk duduk dan membangunkan Rachel. "Apaan, sih?" rengek Rachel dengan malesnya. "Cerita dulu, bagaimana apa kamu ket
"Kenapa bengong?" tanya Satria seraya menopangkan kedua tangan di dada. "Serius?" tanya Dinda seakan tak percaya. "Kalian tau, saya tak suka mengulang perkataan saya lagi," ketus Satria. "Ya, Pak!" jawab mereka serempak. "Let' go!" kata Satria membalikkan badannya dan terkejut saat suara teriakan tertuju padanya. "Pak Satria," teriak mereka serempak. Brak! Semua mata tertuju pada CEO yang terjatuh dan tertindih oleh cleaning servis tepat di atasnya. Ya, siapa lagi kalo bukan Rachel. Rachel tak berhenti berkedip ketika semua orang menatap dirinya dengan wajah yang terlihat begitu syok. Tangannya gemetar, ia melepas lap dan alat pembersih kaca itu dari tangannya. Jantungnya berdetak begitu kencang saat ia berada tepat di atas tubuh seseorang. "Kenapa kalian diam saja! Singkirkan orang yang menindihku ini!" ketus Satria dengan posisi yang tengkurap dan tak tau kalo seoran
"Tapi, kenapa aku merasa mengenal postur tubuh cleaning servis itu.Trus, kenapa dia terdiam saat aku bertanya padanya? Apa aku mengenalnya?" katanya berpikir sejenak. Iapun melangkah pergi meninggalkan ruang kerjanya. Tanpa senyum, pandangan yang lurus membuat Satria tak merespon Dinda yang bertanya kepadanya. "Mau kemana? Tumben, dia pergi tak memberitahuku dulu? Apa mungkin, dia akan pulang? Tapi, jika dia pulang sekarang bukan Satria namanya. Dia 'kan, selalu pulang kerja di saat semua staf kantor pulang," gumam Dinda berpikir sejenak dan merapikan kembali laporan yang tertumpuk di meja kerjanya. Satria menuju ruang cctv yang letaknya dekat dengan receptionist. Ia berniat untuk melihat siapa cleaning servis yang menimpanya itu. Pikirannya selalu ada tanda tanya tentang cleaning servis itu. Ceklek! Suara pintu ruang cctv membuat dua karyawan yang bertugas di sana terkejut ketika atasannya berdiri dengan wajah yang
Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?"Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?" tanya Satria penasaran. Drt ... Drt ... Satria mengangkat telepon dari klien dan meninggalkan mereka. Mama Rita mennghela nafas panjang, ia tak menyangka jika putranya benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. "Ini sudah malam, tapi dia tetap saja mengurus pekerjaannya," keluh mama Rita yang seakan tak ada waktu untuk berbicara dengan putranya. "Ma, alangkah baikny
Sesaat, kedua matanya mengerling dan terkejut ketika melihat foto cewek yang begitu tak asing baginya, terpampang jelas dengan senyum manis bak seperti model. "Bukankah cewek ini?" tunjuk Satria yang mengingat momen pertemuan mereka. Sejenak, senyum yang tak pernah tertoreh di dirinya, kini sedikit tertoreh saat melihat beberapa foto Rachel yang membuatnya sedikit terpesona. "Jika, diperhatikan cewek ini cantik juga," gumam batin Satria yang selalu melihat foto Rachel selanjutnya. Senyum itu hilang seketika saat menyadari dirinya hanyut dalam perasaan. Ia memilih menjauh dari laptopnya seraya mendengus sebal. "Bicara apa aku ini? Bisa-bisanya, aku bilang cewek bawel dan manja itu cantik," gumam Satria mematikan laptopnya. *** Di satu sisi, Pak Dirga terkejut ketika mendengar kabar kalo putrinya pergi ke kota Bogor. Ia tak menyangka, jika Rachel benar-benar tak memperdulikan perasaan keluarganya. Kabur dari
"Rachel Anastasya?" kata Satria datar dan membuat Rachel terkejut ketika atasan yang terbilang sangat kejam mengetahui nama lengkapnya. Lentik indah matanya terbelalak kaget, bibir mungilnya yang merah sedikit bergetar dan menggigitnya dengan pelan. Ia mencoba menahan kata-kata yang ingin terlontar dari mulutnya saat Satria bersiap mencecarnya. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Satria duduk di kursi putarnya seraya menatap Rachel dari bawah sampai ke atas. "Bukankah kamu terlahir dari orang yang berada?" tanya Satria yang membuat Rachel semakin bingung saatsSatria mengetahui semua tentang dirinya. "Kenapa dia tau tentang diriku? Apa dia tau tentang aku yang kabur dari rumah?" tebak Rachel dalam hati. "Kenapa kamu diam? Apa nada bicara saya kurang jelas?" Pertanyaan Satria yang benar-benar membuat kesabaran Rachel habis. Rachel menghela nafas panjang dan mencoba untuk tersenyum menghadapi Satria. "Maaf,
"Intan, apa yang kamu lakukan?" keluh Rachel. "Ada pak Satria, singkirkan earphone kamu!" kata Intan yang membuat Rachel dengan cepat menyembunyikan earphonenya. Rachel merapikan bajunya dan berdiri tegak menyambut kedatangan Satria. Intan terkekeh melihat tingkah lucu sahabatnya itu. "Kenapa ketawa?" tanya Rachel melirik Intan yang tak berhenti menertawakannya. Sejenak, Rachel berpikir. Ia merasa kalo Intan sedang menggoda dirinya. Perlahan, kedua mata Rachel mulai berputar mencari keberadaan Satria. Tak ada siapapun yang melintas. Rachel mendesah dan memicing ke arah sahabatnya itu. "Kamu membohongiku?" Intan tersenyum seraya mengacungkan jari tengah dan telunjuk hingga berbentuk huruf'v'. "Kalo bekerja, jangan pakai seperti ini! Kalonpak boss tau, bisa-bisa kamu akan di tendang dari kantor ini. Kamu siap, kehilangan pekerjaan dan setiap hari harus menahan lapar?" gerutu Intan yang menasehati Rac