"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya itu.
Kedua matanya terbelalak kaget saat Rachel menoleh ke arahnya.
"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya.
Sesaat, senyum Darwin memudar ketika wanita yang ia kira Rachel adalah orang lain.
"Hah, bicara apa aku ini. Mana mungkin dia ada di sini? Apalagi sebentar lagi dia akan menikah dengan orang lain," gumam batin Darwin memakai kacamatanya kembali.
"Papa Darwin liatin apa?" tanya anak kecil tersebut yang bernama Olivia, putri dari atasannya.
"Ti-dak. Om Darwin hanya melihat kucing sedang menyeberang jalan," jawab Darwin berbohong.
Sesaat, Darwin mengkode Olivia untuk diam. Dia tak mau, jika atasannya bertanya yang tidak-tidak pada dirinya.
Rambut pirang sebahu dengan penampilan yang sangat modis, itulah yang melekat di diri Monica Angkasa. Anak pertama dari pak Dhaniel dan ibu Rita, yang tak lain adalah kakak perempuan dari Satria Angkasa.
"Ada apa, Win? Kenapa kamu main kode-kode segala sama Olivia?" tanya Monica membuka kacamata hitamnya.
"Ti-dak, Bu. Saya dan Olivia hanya bercanda saja," ucap Darwin tersenyum tipis.
"Ya sudah, kamu tunggu di sini, ya? Saya mau ke dalam dulu," kata Monica meraih tangan kecil anaknya yang begitu menggemaskan.
"Bye, Pa!" Lambaian tangan kecil itu membuat Darwin begitu menyanyangi Olivia seperti anaknya sendiri.
"Andai saja, dulu aku jadi menikah dengan Rachel. Mungkin, aku sudah mempunyai anak sebesar Olivia," gumam batin Darwin kembali mengingat memori tiga tahun yang lalu.
Sebuket bunga mawar merah kesukaan Rachel, ia sembunyikan di balik tubuh untuk memberi surprise padanya. Dengan penampilan yang cool dengan senyum manisnya, Darwin mulai mengetuk pintu rumah Rachel yang tertutup rapat.
Hatinya berdebar begitu kencang, ia juga tak berhenti mengatur nafas dan mengusap keringat yang membasahi keningnya.
Senyum indah Darwin mulai tertoreh. Ia tak sabar bertemu dengan kekasih hatinya.
Ceklek!
Senyum Darwin mulai memudar ketika pak Dirga menatapnya begitu sinis dan tak seperti biasanya.
"Masuklah! Ada hal yang perlu kita bicarakan," ajak pak Dirga datar.
"Iya, Om." Darwin mulai melangkah masuk mengikuti pak Dirga, ayah dari Rachel.
"Ya Tuhan, kenapa om Dirga agak beda," gumam batin Darwin.
"Duduklah!" pinta pak Dirga mempersilahkan.
"Iya, Om."
Perlahan, Darwin mulai duduk tepat di depan pak Dirga. Degupan jantungnya kian cepat saat calon mertuanya itu menatapnya dengan tajam.
"Darwin, sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan kamu."
Darwin mulai tersenyum kembali. Ia tak sabar ingin menjawab semua pertanyaan pak Dirga kepadanya. Ia berharap semoga pak Dirga secepatnya mengurus rencana pernikahan dirinya dan Rachel.
"Om ingin meminta sesuatu dari kamu dan om harap kamu bisa memenuhi keinginan om ini," tutur pak Dirga yang membuat Darwin senang bukan main.
"Katakanlah, Om! Jika Darwin bisa memenuhi keinginan Om, kenapa tidak! Lagian, Om sudah saya anggap sebagai Ayah saya sendiri."
Pak Dirga terdiam sejenak dan tak meneruskan kata-katanya kembali. Ia merasa tak tega dengan apa yang akan ia sampaikan pada kekasih putrinya itu.
"Om!" Darwin mencoba menyadarkan pak Dirga yang melamun sesaat.
"Kenapa om malah diam?" tanya Darwin mengagetkan pak Dirga.
"Tinggalkan Rachel," kata pak Dirga membuat Darwin terperangah dan terkejut. Ia tak menyangka, akan ucapan pak Dirga yang tak sesuai dengan pemikirannya.
Drt ...
Getaran ponsel mengagetkan Darwin yang sempat mengenang masa lalunya.
Bu Monica calling ...
Dengan sigap ia mulai mengangkat telepon genggamnya.
"Iya, Bu."
("Kamu kesini, ya! Ajak Olivia dulu.")
"Baik, Bu," jawab Darwin mematikan ponselnya.
****
Rachel mulai merebahkan tubuhnya di kasur yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan tempat tidurnya yang ada di Jakarta.
Sesaat, ia memejamkan matanya dan seketika membukanya kembali ketika wajah Darwin melintas di benaknya.
"Apa tadi, benar-benar Darwin?" tanya Rachel duduk seraya menopangkan kedua tangan di dagu.
"Tapi, memang itu benar-benar dia," gumam Rachel memanyunkan bibirnya. Hatinya seakan sakit jika mantan kekasihnya itu tiba-tiba datang, di saat ia mulai melupakannya.
"Come on, Rachel. Darwin sudah pergi meninggalkanmu, dia mengkhianatimu dan sekarang dia juga sudah bahagia dengan kehidupan barunya. Seharusnya, kamu juga bisa mencari cowok yang bisa menggantikan posisinya di hati kamu," kata Rachel merebahkan tubuhnya seraya memejamkan matanya kembali.
Lagi dan lagi, kedua matanya mengerling secara tiba-tiba. Pandangannya hanya tertuju pada atap-atap rumah yang berada di kamar.
Dag dig dug
Debaran jantung Rachel kian cepat ketika teringat wajah Satria yang melintas di pikirannya.
"Kenapa cowok rese itu, tiba-tiba melintas di otakku?" desah Rachel. Sejenak, ia seperti orang bingung.
"Argh ...," keluh Rachel membenamkan wajahnya di bantal.
Di kantor, Satria terkejut ketika melihat kakaknya datang untuk menemuinya.
"Siang, CEO jutek!" sindir Monica dengan senyum manisnya.
"Sendirian saja?" tanya Satria celingak-celinguk tak melihat keponakannya.
"Iya," ucap Monica duduk dengan gaya khasnya.
"Olivia nggak ikut?" tanya Satria duduk di samping kakaknya.
"Dia di luar bersama Darwin. Kamu tau 'kan? Olivia begitu lengket dengan Darwin."
"Darwin, bodyguard Kakak itu?" tanya Satria memastikan.
"Iya. Kakak juga heran, olivia begitu lengket dengannya."
Satria hanya menatap kakaknya yang tersenyum senang saat berbicara tentang Darwin kepadanya. Raut wajahnya seperti orang yang jatuh cinta.
"Jangan bilang, Kakak punya rasa dengan bodyguard itu?" tanya Satria yang mengejutkan kakaknya.
"Ti-dak. Ka-kak, mana mungkin mempunyai rasa sama dia. Ngaco, kamu!" jawab Monica menyangkal.
Ia melirik adiknya yang memicingkan mata ke arahnya.
"Bukannya, apa. Satria tak mau aja, Kakak terluka untuk kedua kalinya. Lebih baik, Kakak fokus ngurus Olivia dengan baik," gumam Satria yang terlihat begitu dewasa di bandingkan Kakaknya.
"Iya."
"Mau minum apa?"
"Tidak usah, kakak hanya sebentar sajas kok! Oiya, bagaimana pertunangan kamu? Seperti apa dia? Cantikkan mana sama kakak?" cecar Monica yang membuat Satria bingung untuk menjawabnya.
Monica hanya mengerutkan keningnya melihat adiknya terdiam, berpikir seraya mengetuk-ngetuk tangan di meja.
"Sat?" ulang Monica membelai bahu Satria yang tertutup dengan setelan jas berwarna hitam.
"Are you, Ok!"
"It's Ok! Cuma ada sedikit masalah yang harus membuat pertunangannya diundur," kata Satria tersenyum tipis.
"Diundur? Why?"
"Dia harus pergi ke luar kota untuk menyelesaikan pekerjaannya," kata Satria lagi dan lagi harus berbohong.
"Kenapa tunangan kamu juga sama seperti kamu, ya?" Monica memicingkan matanya melihat adiknya terlihat begitu gugup.
"Mak-sud, Kakak?" tanya Satria penasaran.
"Iya, sama-sama doyan kerja." Satria menghela nafas dengan perkataan yang terlontar dari mulut kakaknya.
"Kalo dia sudah resmi menjadi istri kamu. Kakak akan mengajak dia selalu pergi ke salon. Dan tak ada kata yang keluar dari mulut kamu untuk melarang kami, Ok!" pinta Monica yang membuat Satria tersenyum sinis dengan permintaan kakaknya.
"Istri? Satria saja juga tak tau, apa Satria jadi menikah dengannya apa tidak?" gumam batin Satria menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
****
Intan yang baru pulang kerja, hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat Rachel tertidur pulas dan masih mengenakan sepatu yang menempel di kaki.
"Benar-benar, dah! Masa', dia tertidur masih mengenakan sepatu?" kata Intan melempar tasnya dan membanting tubuh besarnya tepat di samping Rachel.
Rachel seketika terbangun dari tidurnya. Ia terkejut saat ada gempa yang mengguncang di kontrakannya itu.
Intan hanya tertawa terbahak-bahak melihat Rachel berdiri bengong dengan rambut acak-acakan.
"Kenapa?" tanya Intan yang masih terpingkal-pingkal karena ia berhasil membuat sahabatnya kaget bukan main.
"Jadi kamu gempa itu?" tanya Rachel memayunkan bibirnya. Ia mendesah sebal saat Intan menganggukkan kepala.
Drt ... Drt ...
Getaran ponsel membuat mereka menoleh ke arah ponsel yang bergetar di atas meja.
Dengan langkah gontai, Rachel meraih ponselnya yang tak jauh dari dirinya.
Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya.
"Darwin?" tanyanya terkejut.
Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut.Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut. Seketika, ia mematikan ponselnya. Ia tak mau berbicara ataupun mendengar suara dari Darwin. Ia ingin melupakan semuanya. Perlahan, ia merebahkan tubuhnya kembali seraya mendekap guling membelakangi Intan. Ia mulai memejamkan matanya kembali. Intan melirik sahabatnya yang terlihat muram dan tak bersemangat. "Chel," lirih Intan mencoba menggagalkan tidur sahabatnya itu. "Hem," lirih Rachel dengan mata yang masih tertutup. "Bagaimana? Apa kamu di terima?" tanya Intan penasaran. Saking penasarannya, ia beralih untuk duduk dan membangunkan Rachel. "Apaan, sih?" rengek Rachel dengan malesnya. "Cerita dulu, bagaimana apa kamu ket
"Kenapa bengong?" tanya Satria seraya menopangkan kedua tangan di dada. "Serius?" tanya Dinda seakan tak percaya. "Kalian tau, saya tak suka mengulang perkataan saya lagi," ketus Satria. "Ya, Pak!" jawab mereka serempak. "Let' go!" kata Satria membalikkan badannya dan terkejut saat suara teriakan tertuju padanya. "Pak Satria," teriak mereka serempak. Brak! Semua mata tertuju pada CEO yang terjatuh dan tertindih oleh cleaning servis tepat di atasnya. Ya, siapa lagi kalo bukan Rachel. Rachel tak berhenti berkedip ketika semua orang menatap dirinya dengan wajah yang terlihat begitu syok. Tangannya gemetar, ia melepas lap dan alat pembersih kaca itu dari tangannya. Jantungnya berdetak begitu kencang saat ia berada tepat di atas tubuh seseorang. "Kenapa kalian diam saja! Singkirkan orang yang menindihku ini!" ketus Satria dengan posisi yang tengkurap dan tak tau kalo seoran
"Tapi, kenapa aku merasa mengenal postur tubuh cleaning servis itu.Trus, kenapa dia terdiam saat aku bertanya padanya? Apa aku mengenalnya?" katanya berpikir sejenak. Iapun melangkah pergi meninggalkan ruang kerjanya. Tanpa senyum, pandangan yang lurus membuat Satria tak merespon Dinda yang bertanya kepadanya. "Mau kemana? Tumben, dia pergi tak memberitahuku dulu? Apa mungkin, dia akan pulang? Tapi, jika dia pulang sekarang bukan Satria namanya. Dia 'kan, selalu pulang kerja di saat semua staf kantor pulang," gumam Dinda berpikir sejenak dan merapikan kembali laporan yang tertumpuk di meja kerjanya. Satria menuju ruang cctv yang letaknya dekat dengan receptionist. Ia berniat untuk melihat siapa cleaning servis yang menimpanya itu. Pikirannya selalu ada tanda tanya tentang cleaning servis itu. Ceklek! Suara pintu ruang cctv membuat dua karyawan yang bertugas di sana terkejut ketika atasannya berdiri dengan wajah yang
Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?"Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?" tanya Satria penasaran. Drt ... Drt ... Satria mengangkat telepon dari klien dan meninggalkan mereka. Mama Rita mennghela nafas panjang, ia tak menyangka jika putranya benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. "Ini sudah malam, tapi dia tetap saja mengurus pekerjaannya," keluh mama Rita yang seakan tak ada waktu untuk berbicara dengan putranya. "Ma, alangkah baikny
Sesaat, kedua matanya mengerling dan terkejut ketika melihat foto cewek yang begitu tak asing baginya, terpampang jelas dengan senyum manis bak seperti model. "Bukankah cewek ini?" tunjuk Satria yang mengingat momen pertemuan mereka. Sejenak, senyum yang tak pernah tertoreh di dirinya, kini sedikit tertoreh saat melihat beberapa foto Rachel yang membuatnya sedikit terpesona. "Jika, diperhatikan cewek ini cantik juga," gumam batin Satria yang selalu melihat foto Rachel selanjutnya. Senyum itu hilang seketika saat menyadari dirinya hanyut dalam perasaan. Ia memilih menjauh dari laptopnya seraya mendengus sebal. "Bicara apa aku ini? Bisa-bisanya, aku bilang cewek bawel dan manja itu cantik," gumam Satria mematikan laptopnya. *** Di satu sisi, Pak Dirga terkejut ketika mendengar kabar kalo putrinya pergi ke kota Bogor. Ia tak menyangka, jika Rachel benar-benar tak memperdulikan perasaan keluarganya. Kabur dari
"Rachel Anastasya?" kata Satria datar dan membuat Rachel terkejut ketika atasan yang terbilang sangat kejam mengetahui nama lengkapnya. Lentik indah matanya terbelalak kaget, bibir mungilnya yang merah sedikit bergetar dan menggigitnya dengan pelan. Ia mencoba menahan kata-kata yang ingin terlontar dari mulutnya saat Satria bersiap mencecarnya. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Satria duduk di kursi putarnya seraya menatap Rachel dari bawah sampai ke atas. "Bukankah kamu terlahir dari orang yang berada?" tanya Satria yang membuat Rachel semakin bingung saatsSatria mengetahui semua tentang dirinya. "Kenapa dia tau tentang diriku? Apa dia tau tentang aku yang kabur dari rumah?" tebak Rachel dalam hati. "Kenapa kamu diam? Apa nada bicara saya kurang jelas?" Pertanyaan Satria yang benar-benar membuat kesabaran Rachel habis. Rachel menghela nafas panjang dan mencoba untuk tersenyum menghadapi Satria. "Maaf,
"Intan, apa yang kamu lakukan?" keluh Rachel. "Ada pak Satria, singkirkan earphone kamu!" kata Intan yang membuat Rachel dengan cepat menyembunyikan earphonenya. Rachel merapikan bajunya dan berdiri tegak menyambut kedatangan Satria. Intan terkekeh melihat tingkah lucu sahabatnya itu. "Kenapa ketawa?" tanya Rachel melirik Intan yang tak berhenti menertawakannya. Sejenak, Rachel berpikir. Ia merasa kalo Intan sedang menggoda dirinya. Perlahan, kedua mata Rachel mulai berputar mencari keberadaan Satria. Tak ada siapapun yang melintas. Rachel mendesah dan memicing ke arah sahabatnya itu. "Kamu membohongiku?" Intan tersenyum seraya mengacungkan jari tengah dan telunjuk hingga berbentuk huruf'v'. "Kalo bekerja, jangan pakai seperti ini! Kalonpak boss tau, bisa-bisa kamu akan di tendang dari kantor ini. Kamu siap, kehilangan pekerjaan dan setiap hari harus menahan lapar?" gerutu Intan yang menasehati Rac
Perlahan, Satria membuka kotak makanan tersebut. Kedua matanya mengerling dan seketika mendongak ke arah Rachel. "Kenapa dia menatapku seperti itu?" tanya batin Rachel.Perlahan, Satria membuka kotak makanan tersebut. Kedua matanya mengerling dan seketika mendongak ke arah Rachel. "Kenapa dia menatapku seperti itu?" tanya batin Rachel. Tenggorokannya pun kering dan seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. "Kenapa kamu masih di sini?" tanya Satria mengagetkan Rachel. "Ya," lirih Rachel datar. "Keluar!" usir Satria. "Tapi, Pak. Uang gantinya mana?" tanya Rachel yang membuat Satria tersenyum sinis akan tingkah dari Rachel tersebut. "Maaf, Pak. Jika saya lancang sama Bapak. Tapi, jika Bapak tak menggantinya, nanti saya nggak bisa pulang. Uang saku saya habis buat beli makanan untuk Bapak," kata Rachel dengan polosnya. Tanpa banyak bicar