Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
"Tega, kamu Marfin. Ku pikir kau begitu mencintaiku! Rupanya hanya kamuflase sebagai cara kau dekati ibu ku!" Gumam Mona dengan nada suara yang bergetar.Mona berdiri di balik pintu sebuah kamar hotel, yang ia curigai kalau orang yang dia sayang selama ini berada di dalamnya dengan seorang wanita.Dada Mona semakin sesak, berdebar semakin hebat. Di saat gendang telinganya di penuhi suara-suara meresahkan! Kedua manik matanya memanas.Air bening mulai menetes panas di ujung mata. Sakit dan perih memenuhi rongga dada gadis berambut panjang bergelombang.Blak ...."Sungguh sangat menjijikan, ternyata begini yang kalian lakukan di belakangku!" suara Mona begitu bergema di ruangan tersebut.Serta dapat menghentikan ritual yang tengah panas-panasnya. Mona berada di di hotel itu ... atas info yang dia dapat dari seseorang, yang mengatakan kalau sang kekasih sering ngamar dengan wanita lain. sehingga Mona nekat datang untuk membuktikan.Kedua insan Yang asik travelling melonjak naik, bersembun
"Kalian? ka-kalian sedang apa di sini?" tanya Marfin yang baru saja datang dan pasang matanya setuju kepada Mona.Dada Mona terus berdebar, sangat tidak karuan dan terbayang lagi apa yang mereka lakukan di kamar hotel tadi, sungguh menjijikan dan menyakitkan hati, menghancurkan perasaan Mona.Pertanyaan demi pertanyaan begitu memenuhi benak Mona. Dengan tatapan heran dan kebingungan menatap pada orang-orang yang berada di kamar itu.Sementara Leo hanya terdiam. Pria dingin itu memang sosok yang jarang bicara dan hanya menatap tajam ke arah putranya tersebut."Marfin cucu ku, kenapa kau berada di sini, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya wanita sepuh tersebut menatap pria muda dengan tatapan heran."Aku sedang ada urusan di hotel ini Oma! Oma sendiri sedang apa di sini, Papa juga?" Namun tatapan Marfin terus mengarah pada Mona."Oma baru saja mengadakan pertemuan dengan seorang wanita, yang akan dijodohkan dengan papa kamu," ucapnya dengan dingin."Terus?" tanya Marfin."Papa kamu mala
Leo menghela nafas sembari menatap tajam ke arah putranya yang pergi begitu saja, tanpa sepatah pun.Mona terdiam dan membisu di tempat seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi ini. Tatapannya mengarah pada pintu, ia hendak beranjak, namun hati masih terasa sedih mengingat semuanya."Kamu tega, Marfin. Tega sama aku yang sudah tulus mencintaimu menyayangimu sepenuh hati, menyingkirkan semua omongan orang!" gumam Mona yang hanya sampai ke tenggorokan saja.Tidak terucapkan dari bibirnya, yang terdengar hanya tangisan pilu sebagai ungkapan perasaanya yang Pulu.Pria dewasa nan tampan dengan garis wajah yang sangat rupawan itu merasa bingung, melihat Mona menangis sampai sesenggukan.Tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Perlahan Leo mendekati Mona dan mengusap kepalanya."Apa yang kau tangisi?" Leo berucap dingin.Mona duduk dan menatap ke arah Leo dengan tatapan nanar. Dia berkata tegas. "Om tadi begitu beraninya menyentuh saya, padahal Om tidak tahu siapa saya!""Maaf! Saya
Mona terbangun di saat matahari sudah menampakan sinarnya. Menyipitkan kedua manik matanya yang masih ngantuk berat itu.Berusaha mengumpulkan ingatannya, mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Dia berada di sebuah kamar hotel yang mewah."Ya ampun ... apakah yang sudah terjadi padaku! kenapa aku tertidur di sini?" gumam Mona yang belum menyadari sepenuhnya.Suasana begitu hening dan Mona hanya menggerakkan matanya melihat kanan dan kiri, depan belakang suasana sudah siang rupanya jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Tiba-tiba Mona berteriak sekerasnya setelah melihat dirinya yang begitu polos hanya ditutupi dengan selimut putih saja."Ahhhhh!" Memegangi kedua telinganya. "Apa yang sudah terjadi padaku?" Kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.Mona berusaha keras untuk mengingat kejadian semalam dimana dan dengan siapa? Memorinya terus saja berputar.Berulang-ulang mengingat dari awal dia datang ke salah satu kamar hotel dan menemukan Marfin bersama selingkuhannya. Sehingga bert
"Nona. Anda harus ikut kami!" Secara tiba-tiba dua orang bodyguard yang tidak pernah Mona kenal. Memaksa Mona untuk ikut mereka."Kalian siapa? saya tidak kenal kalian!" Wajah Mona pucat Paseh. Ketakutan dengan dua orang tersebut, dan dia berusaha berontak untuk berlari."Nona. Kamu dapat perintah dari tuan Leo dan mereka ingin bertemu Anda." Jelas orang itu sambil menyeret Mona masuk mobilnya.Mona bertahan di ambang pintu seraya mengernyitkan keningnya. "Tuan Leo siapa?" Dalam hati sudah tertuju pada pria itu, namun ia ingin memastikan agar tidak salah orang."Dia tuan kami. Sebaiknya anda temui saja dulu!" lagi-lagi Mona di seret ke dalam mobil.Akhirnya dengan rasa khawatir. Mona ikut sambil berdoa dalam hati kalau dia akan selamat dan orang-orang ini bukan orang jahat dan yang di maksud adalah Leo papanya Marfin.Mobil berhenti di depan sebuah hotel yang Mona sendiri berasa tidak pernah mendatanginya sama sekali.Mona terus di arahkan dan di antar ke sebuah kamar hotel. Mona memba
Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah."Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri."Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya."Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya."Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"Marfin menggaruk ten